Thursday 24 September 2015

FUNGSI ALUN-ALUN MALANG (ALUN-ALUN MERDEKA) DARI TAHUN 1882-1945



FUNGSI ALUN-ALUN MALANG (ALUN-ALUN MERDEKA) DARI TAHUN 1882-1945


TUGAS
UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH
Metode Sejarah
yang dibina oleh Bapak Dr. Ari Sapto, M.Hum


  








UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Mei 2014

Fungsi Alun- Alun Malang (Alun-alun Merdeka) Dari Tahun 1882-1945

I.            Latar Belakang

Setiap orang yang berkeliling ke kota-kota di P. Jawa mulai dari Jawa Barat sampai ke Jawa Timur pasti menjumpai alun-alun pada pusat kota lamanya. Konsep penataan alun-alun pada kota-kota di Jawa ini sebenarnya sudah ada sejak jaman prakolonial dulu. Jadi alun-alun sebenarnya berpotensi untuk menjadi salah satu identitas bagi kota-kota di P. Jawa. Alun-alun menjadi simbol dari kekuasaan karena letaknya persis di depan siti hinggil kraton atau di depan pendopo kabupaten, yang diibaratkan jika kraton atau pendopo kabupaten adalah sebuah rumah maka alun-alun adalah halamannya.
Di beberapa kota, alun-alun membentuk sebuah bujur sangkar, dengan beberapa titik di tepinya ditumbuhi pohon-pohon yang rindang, dan ditengahnya ditanami pohon beringin. Alun-alun tidak hanya menjadi simbol dari kekuasaan, tetapi juga merupakan titik simpul dari rangkaian jalan-jalan di kota-kota di Jawa. Dalam kebudayaan Jawa, keberadaan alun-alun merupakan salah satu lambang ditegakkannya kekuasaan di wilayah tersebut.
Pada jaman kolonial alun-alun menjadi salah satu simbol dari kejayaan kota tersebut. Salah satu kota di Jawa yang juga memiliki alun-alun adalah Malang. Alun-alun ini dibangun pada tahun 1882. Alun-alun yang berada di Malang ini memiliki bentuk konsep alun-alun pada umumnya. Letak kantor Kabupaten terletak di sebelah timur dan tidak menghadap ke alun-alun. Hal ini menyalahi prinsip bangunan yang terdapat pada tata letak kota di Jawa pada umumnya.
Secara umum pemanfaatan ruang sekitar alun-alun Malang dalah sebagai berikut. Rumah asisten Residen terletak disebelah selatan alun-alun dan berorientasi ke alun-alun. Letak Masjid berada di sebelah barat alun-alun. Disebelah timur laut terletak penjara, sedangkan di sebelah utara terdapat gereja. Sedangkan pendopo kabupaten terletak agak jauh di sebelah timur alun-alun menghadap keselatan ke arah Regenstraat. Oleh sebab itu alun-alun Malang berbeda dengan allun-alun di Jawa pada umumnya.

II.            Rumusan Masalah

1.      Bagaimana peranan alun-alun pada zaman kolonial?
2.      Bagaimana peranan alun-alun pada zaman Jepang?
3.      Apa fungsi ekonomis dari alun-alun bagi penduduk di sekitarnya?

III.            Heuristik

Heuristik adalah kegiatan berupa penghimpunan jejak-jejak masa lampau, yakni peninggalan sejarah atau sumber apa saja yang dapat dijadikan informasi dalam pengeritian studi sejarah. Pada sumber-sumber dibedakan menjadi tiga sumber, yaitu, sumber primer, sumber sekunder, dan sumber tersier. Dalam pembahasan penulis menggunakan beberapa sumber yaitu, foto-foto, buku, dan webside yang membahas tentang fungsi alun-alun Malang. Web serta buku tersebut ialah:

·         Basundoro, P. 2009. Dua Kota Tiga Zaman  Surabaya dan Malang Sejak Kolonial sampai Kemerdekaan. Yogyakarta: Ombak.

Buku ini menjelaskan tentang sejarah alun-alun Malang sejak dari zaman kolonial hingga zaman kemerdekaan Indonesia. Penulis memberikan deskripsi serta bukti-bukti foto yang merupakan sejaman dengan keadaan alun-alun pada masa itu. Dalam foto tersebut menggambarkan keadaan alun-alun yang dipadati oleh warung-warung dan para pengunjungnya.

·         Widodo, D. I. 2006. Malang Tempo Doeloe Djilid Satoe. Malang: Bayumedia Publishing.

Dalam buku ini penulis memberi gambaran alun-alun Malang hanya pada zaman kolonial hingga zaman pendudukan Jepang. Sehingga keadaan pra kolonial tidak disinggung. Buku ini memberikan gambaran yang sangat jelas tentang keadaan alun-alun pada masa itu mulai dari keadaan masyarakatnya dan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di alun-alun.

·         Handinoto. 18 September 1992. Alun-Alun Sebagai Identitas Kota Jawa Dulu dan
Sekarang. Dimensi
          Dalam artikel ini penulis memberikan penjelasan  tentang alun-alun yang menjadi identitas kota-kota di Jawa.  Mulai dari zaman pra kolonial’ hingga zaman moderen sekarang.

·         www.kitlv.nl

Pada situs ini terdapat data berupa foto-foto keadaan alun-alun pada zaman kolonial belanda. Situs ini merupakan hasil dari kerjasama antara pemerintahan Belanda dan pemerintahan Indonesia sebagai arsip dari keadaan tempo dulu.

Pada sumber-sumber diatas pembahasan mengenai dimana, siapa, bagaimana, dan apa telah dijawab. Penulis menganggap bahwa sumber-sumber tersebut telah memenuhi beberapa syarat untuk kajian heuristik yang mengenai keadaan pada zaman tersebut. Berbagai data dapat didapatkan, seperti mengenai berbagai foto yang sezaman dengan keadaan saat itu. Hal ini dapat digunakan sebagai sumber primer, sebab adanya foto yang dapat digunakan sebagai pembuktian terhadap data yang dipaparkan, foto tersebut juga sezaman dengan keadaan alun-alun pada masa kolonial. Sumber-sumber diatas juga kronologis, dimana sejarah alun-alun malang dijelaskan secara kronologis. pada sumber-sumber tersebut bahwa pembangunan dimulai pada tahun 1882, dimana alun-alun tersebut dibangun oleh pemerintah kolonial sebagai salah satu bukti terjadinya kolonialisasi di tanah Jawa.
Dalam hal ini penulis memang tidak menggunakan sumber melalui teknik wawancara, sebab ketdak tersediaannya narasumber yang bisa diwawancarai. Mengingat waktu kejadiannya yang sudah berabad-abad yang lalu. Dan sumber yang paling relevan adalah melalui buku dan foto-foto.
IV.            Kritik
kritik sumber dilakukan untuk menentukan otensitas dan kredebilitas sumber sejarah. Semua sumber yang telah dikumpulkan terlebih dahulu di verivikasi sebelum digunakan. Kritk sumber dibedakan menjadi dua, yaitu, kritik intern dan kritik ekstern.

·         Kritik ekstern
Kritik ekstern digunakan untuk memperoleh keabsahan mengenai keaslian sumber. Pada sumber tersebut baik sumber buku maupun dari web sama-sama menginginkan kebenaran tentang sejarah. Pada webside yang saya gunakan sebagai sumber, foto-foto yang terdapat dalam web tersebut murupakan asli dan tanpa rekayasa. Karena dalam foto tersebut terdapat keterangan mengenai tempat, tangggal dan tahun dimana foto itu diambil. Beberapa foto yang dijadikan sumber antara lain:
Aloen-aloen te Malang Circa 1920.jpg
Keterangan foto: foto ini diambil pada tahun 1920, terlihat para pengunjung dan pedagang yang berada dalam alun-alun. (Sumber: www.kitlv.nl)

Kinderen onder een boom op de aloen-aloen te Malang Circa 1900.jpg
Keterangan foto: foto ini diambil pada tahun 1900. Dalam foto ini dijelaskan anak-anak bermain dibawah kerindangan pohon beringin yang tumbuh di tepi alun-alun (Sumber: www.kitlv.nl)

Didalam foto sumber-sumber tersbut foto yang terdapat juga dalam kondisi yang baik dan masih bersih, tidak ada noda seperti jamur atau efek lembab dalam foto-foto tersebut.

·         Kritik intern
Kritik Intern pada sumber tertulis dilakukan dengan jalan membandingkan antara satu sumber dengan sumber yang lain. Dengan begitu maka keakuratan sumber dapat dipercaya atau diakui kebenararannya.
Pada tahap selanjutnya adalah membandingkan dengan sumber-sumber yang lain.
·         Pada buku Malang Tempo Doeloe Djilid SatoeI, penjelasan mengenai peran alun-alun hanya terbatas pada masa pendudukan belanda saja. Namun pada buku yang berjudul Dua Kota Tiga Zaman  Surabaya dan Malang Sejak Kolonial sampai Kemerdekaan, penjelasannya lengkap dan menyeluruh, mulai dari zaman kolonial, zaman pendudukan Jepang, hingga zaman Kemerdekaan sedangkan untuk web www.kitlv.nl , adalah sebuah web yang berisikan foto-foto yang bisa dipertanggung jawabkan keontetikannya, karena dalam foto itu terdapat keterangan tempat, waktu dan siapa yang mengambil foto tersebut.

V.            Interpretasi
Alun-alun Malang dibangun sejak tahun 1882 ketika pengaruh colonial mulai berkembang di Jawa. Design alun-alun dimalang tak jauh berbeda dengan design alun-alun pada umumnya. Namun perbedaannya adalah letak kantor Bupati yang biasanya berada di sisi timur dan menghadap ke alun-alun, di malang letak kantor bupati agak jauh dari alun-alun dan menghadap keselatan ke arah Regenstraat.
Selain itu yang menjadikan alun-alun malang berbeda dengan yang lain adalah terdapatnya gereja di sebelah utara alun-alun. Dengan melihat struktur alun-alun yang sedemikian rupa, maka dapat diinterpretasikan bahwa alun-alun Malang sejak awal merupakan aln-aln resmi (official yard) yang digunakan untuk kepentingan pemerintah colonial, hal ini berkaitan dengan keinginan Belanda membangun Kota-kota Kolonial khusnya di Jawa yang merupakan pusat pemerintahan pada masa hindia belanda.
Namun alun-alun yang sedianya dijadikan oleh pemerintah colonial sebagai bukti kekuasaan diambil alih oleh kaum pribumi untuk dijadikan tempat berdagang atau pasar. Karena padatnya para penjual dan pengunjung, sehingga membuat kantor Asisten Residen menjadi samar-samar terlihat. Fungsi alun-alun yang dikuasai oleh pribumi, berbeda dengan diluar lingkaran aln-alun yang masih dikuasai oleh kaum Eropa.
Markt op de aloen-aloen te Malang Circa 1895.jpg
Keterrangan: alun-alun Malang menjadi pasar tiban pada sore hari (Sumber: www.kitlv.nl)
Markt op de aloen-aloen te Malang Circa 1880.jpg
Keterangan: pasar yang berada didalam alun-alun Malang
 (Sumber: www.kitlv.nl)

Pada masa awal pendudkan Jepang, fungsi dari alun-alun adalah dijadikan alat untuk menarik simpatik rakyat. Rakyat memberikan harapan besar bagi tentara jepang untuk mengusir penjajah belanda dari Nusantara.



VI.            Historiografi
Pada bagian historiografi penggambaran yang dilakukan oleh penulis ialah deskriptif-analitis. Sehingga hasil yang didapatkan akan menghasilkan sebuah cerita atau fakta sejarah yang menghasilkan sebuah karya yang berdasarkan kronologis serta terdapat fakta kausal, fakta peristiwa, dan fakta akibat.
Pada masa kolonial alun-alun yang sejatinya dibangun untuk menunjukkan kekuasaan Belanda, fungsinya terebut oleh kepentingan rakyat untuk mencari nafkah, dengan bukti adanya pasar tiban. Hal ini mengakibatkan keadaan alun-alun menjadi kumuh dan terkesan tidak terawat, sehingga menjadikan orang Eropa enggan untuk pergi ke alun-alun. Selain itu alun-alun juga berfungsi sebagai representasi rakyat yang terjajah dan menjadi media perlawanan terhadap kolonialisme.
Citra kolonial justru muncul pada bagian-bagian bangunan yang mengitari alun-alun. Kecuali masjid yang terletak disebalah barat alun-alun. Perlawanan kultural nampak semakin kuat ketika ideologi agama juga memasuki wilayah ini. Bagi warga pribumi kota Malang yang taat memeluk agama Islam, maka wilayah seperti societeit dan bioskop merupakan tempat terlarang.
Citra kolonial yang ingin dibangun melalui media alun-alun telah habis seiring dengan didudukinya alun-alun oleh masyarakat pribumi. Dengan hilangnya citra itu maka penguasa kolonial di Malang juga semakin mengabaikan makna kultural alun-alun pada umumnya.





VII.            Daftar Rujukan

Basundoro, P. 2009. Dua Kota Tiga Zaman  Surabaya dan Malang Sejak Kolonial sampai Kemerdekaan. Yogyakarta: Ombak.
Widodo, D. I. 2006. Malang Tempo Doeloe Djilid Satoe. Malang: Bayumedia Publishing.
Handinoto. 18 September 1992. Alun-Alun Sebagai Identitas Kota Jawa Dulu dan
          Sekarang. Dimensi
Hamid, Abd. Rahman. 2011. Pengantar Ilmu Sejarah.Yoogkyakarta: Penerbit Ombak

No comments:

Post a Comment