FUNGSI
ALUN-ALUN MALANG (ALUN-ALUN MERDEKA) DARI TAHUN 1882-1945
TUGAS
UNTUK
MEMENUHI MATA KULIAH
Metode
Sejarah
yang
dibina oleh Bapak Dr. Ari Sapto, M.Hum
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Mei 2014
Fungsi Alun- Alun
Malang (Alun-alun Merdeka) Dari Tahun 1882-1945
I.
Latar
Belakang
Setiap orang yang
berkeliling ke kota-kota di P. Jawa mulai dari Jawa Barat sampai ke Jawa Timur
pasti menjumpai alun-alun pada pusat kota lamanya. Konsep penataan alun-alun
pada kota-kota di Jawa ini sebenarnya sudah ada sejak jaman prakolonial dulu.
Jadi alun-alun sebenarnya berpotensi untuk menjadi salah satu identitas bagi
kota-kota di P. Jawa. Alun-alun menjadi simbol dari kekuasaan karena letaknya
persis di depan siti hinggil kraton
atau di depan pendopo kabupaten, yang
diibaratkan jika kraton atau pendopo kabupaten adalah sebuah rumah maka
alun-alun adalah halamannya.
Di beberapa
kota, alun-alun membentuk sebuah bujur sangkar, dengan beberapa titik di
tepinya ditumbuhi pohon-pohon yang rindang, dan ditengahnya ditanami pohon
beringin. Alun-alun tidak hanya menjadi simbol dari kekuasaan, tetapi juga
merupakan titik simpul dari rangkaian jalan-jalan di kota-kota di Jawa. Dalam
kebudayaan Jawa, keberadaan alun-alun merupakan salah satu lambang
ditegakkannya kekuasaan di wilayah tersebut.
Pada jaman
kolonial alun-alun menjadi salah satu simbol dari kejayaan kota tersebut. Salah
satu kota di Jawa yang juga memiliki alun-alun adalah Malang. Alun-alun ini
dibangun pada tahun 1882. Alun-alun yang berada di Malang ini memiliki bentuk
konsep alun-alun pada umumnya. Letak kantor Kabupaten terletak di sebelah timur
dan tidak menghadap ke alun-alun. Hal ini menyalahi prinsip bangunan yang
terdapat pada tata letak kota di Jawa pada umumnya.
Secara umum
pemanfaatan ruang sekitar alun-alun Malang dalah sebagai berikut. Rumah asisten
Residen terletak disebelah selatan alun-alun dan berorientasi ke alun-alun.
Letak Masjid berada di sebelah barat alun-alun. Disebelah timur laut terletak
penjara, sedangkan di sebelah utara terdapat gereja. Sedangkan pendopo
kabupaten terletak agak jauh di sebelah timur alun-alun menghadap keselatan ke
arah Regenstraat. Oleh sebab itu
alun-alun Malang berbeda dengan allun-alun di Jawa pada umumnya.
II.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
peranan alun-alun pada zaman kolonial?
2.
Bagaimana
peranan alun-alun pada zaman Jepang?
3.
Apa
fungsi ekonomis dari alun-alun bagi penduduk di sekitarnya?
III.
Heuristik
Heuristik adalah
kegiatan berupa penghimpunan jejak-jejak masa lampau, yakni peninggalan sejarah
atau sumber apa saja yang dapat dijadikan informasi dalam pengeritian studi
sejarah. Pada sumber-sumber dibedakan menjadi tiga sumber, yaitu, sumber
primer, sumber sekunder, dan sumber tersier. Dalam pembahasan penulis
menggunakan beberapa sumber yaitu, foto-foto, buku, dan webside yang membahas
tentang fungsi alun-alun Malang. Web serta buku tersebut ialah:
·
Basundoro, P. 2009. Dua Kota Tiga Zaman Surabaya dan
Malang Sejak Kolonial sampai Kemerdekaan. Yogyakarta: Ombak.
Buku
ini menjelaskan tentang sejarah alun-alun Malang sejak dari zaman kolonial
hingga zaman kemerdekaan Indonesia. Penulis memberikan deskripsi serta
bukti-bukti foto yang merupakan sejaman dengan keadaan alun-alun pada masa itu.
Dalam foto tersebut menggambarkan keadaan alun-alun yang dipadati oleh
warung-warung dan para pengunjungnya.
·
Widodo, D. I. 2006. Malang Tempo Doeloe Djilid Satoe. Malang: Bayumedia Publishing.
Dalam buku ini
penulis memberi gambaran alun-alun Malang hanya pada zaman kolonial hingga
zaman pendudukan Jepang. Sehingga keadaan pra kolonial tidak disinggung. Buku
ini memberikan gambaran yang sangat jelas tentang keadaan alun-alun pada masa
itu mulai dari keadaan masyarakatnya dan peristiwa-peristiwa penting yang
terjadi di alun-alun.
·
Handinoto. 18 September 1992. Alun-Alun
Sebagai Identitas Kota Jawa Dulu dan
Sekarang.
Dimensi
Dalam artikel ini penulis memberikan
penjelasan tentang alun-alun yang
menjadi identitas kota-kota di Jawa.
Mulai dari zaman pra kolonial’ hingga zaman moderen sekarang.
Pada situs ini terdapat data berupa foto-foto
keadaan alun-alun pada zaman kolonial belanda. Situs ini merupakan hasil dari
kerjasama antara pemerintahan Belanda dan pemerintahan Indonesia sebagai arsip
dari keadaan tempo dulu.
Pada sumber-sumber diatas pembahasan
mengenai dimana, siapa, bagaimana, dan apa telah dijawab. Penulis menganggap
bahwa sumber-sumber tersebut telah memenuhi beberapa syarat untuk kajian
heuristik yang mengenai keadaan pada zaman tersebut. Berbagai data dapat
didapatkan, seperti mengenai berbagai foto yang sezaman dengan keadaan saat
itu. Hal ini dapat digunakan sebagai sumber primer, sebab adanya foto yang
dapat digunakan sebagai pembuktian terhadap data yang dipaparkan, foto tersebut
juga sezaman dengan keadaan alun-alun pada masa kolonial. Sumber-sumber diatas
juga kronologis, dimana sejarah alun-alun malang dijelaskan secara kronologis.
pada sumber-sumber tersebut bahwa pembangunan dimulai pada tahun 1882, dimana
alun-alun tersebut dibangun oleh pemerintah kolonial sebagai salah satu bukti
terjadinya kolonialisasi di tanah Jawa.
Dalam hal ini penulis memang tidak
menggunakan sumber melalui teknik wawancara, sebab ketdak tersediaannya
narasumber yang bisa diwawancarai. Mengingat waktu kejadiannya yang sudah
berabad-abad yang lalu. Dan sumber yang paling relevan adalah melalui buku dan
foto-foto.
IV.
Kritik
kritik sumber dilakukan untuk menentukan
otensitas dan kredebilitas sumber sejarah. Semua sumber yang telah dikumpulkan
terlebih dahulu di verivikasi sebelum digunakan. Kritk sumber dibedakan menjadi
dua, yaitu, kritik intern dan kritik ekstern.
·
Kritik ekstern
Kritik
ekstern digunakan untuk memperoleh keabsahan mengenai keaslian sumber. Pada
sumber tersebut baik sumber buku maupun dari web sama-sama menginginkan
kebenaran tentang sejarah. Pada webside yang saya gunakan sebagai sumber,
foto-foto yang terdapat dalam web tersebut murupakan asli dan tanpa rekayasa.
Karena dalam foto tersebut terdapat keterangan mengenai tempat, tangggal dan
tahun dimana foto itu diambil. Beberapa foto yang dijadikan sumber antara lain:
Keterangan foto: foto ini diambil
pada tahun 1920, terlihat para pengunjung dan pedagang yang berada dalam
alun-alun. (Sumber: www.kitlv.nl)
Keterangan foto: foto ini diambil
pada tahun 1900. Dalam foto ini dijelaskan anak-anak bermain dibawah
kerindangan pohon beringin yang tumbuh di tepi alun-alun (Sumber: www.kitlv.nl)
Didalam
foto sumber-sumber tersbut foto yang terdapat juga dalam kondisi yang baik dan
masih bersih, tidak ada noda seperti jamur atau efek lembab dalam foto-foto
tersebut.
·
Kritik
intern
Kritik
Intern pada sumber tertulis dilakukan dengan jalan membandingkan antara satu
sumber dengan sumber yang lain. Dengan begitu maka keakuratan sumber dapat
dipercaya atau diakui kebenararannya.
Pada
tahap selanjutnya adalah membandingkan dengan sumber-sumber yang lain.
·
Pada buku Malang Tempo Doeloe Djilid SatoeI, penjelasan mengenai peran
alun-alun hanya terbatas pada masa pendudukan belanda saja. Namun pada buku
yang berjudul Dua Kota Tiga Zaman Surabaya dan Malang Sejak Kolonial sampai
Kemerdekaan, penjelasannya lengkap dan menyeluruh, mulai dari zaman
kolonial, zaman pendudukan Jepang, hingga zaman Kemerdekaan sedangkan untuk web
www.kitlv.nl , adalah sebuah web yang berisikan foto-foto
yang bisa dipertanggung jawabkan keontetikannya, karena dalam foto itu terdapat
keterangan tempat, waktu dan siapa yang mengambil foto tersebut.
V.
Interpretasi
Alun-alun Malang dibangun sejak tahun 1882 ketika
pengaruh colonial mulai berkembang di Jawa. Design alun-alun dimalang tak jauh
berbeda dengan design alun-alun pada umumnya. Namun perbedaannya adalah letak
kantor Bupati yang biasanya berada di sisi timur dan menghadap ke alun-alun, di
malang letak kantor bupati agak jauh dari alun-alun dan menghadap keselatan
ke arah Regenstraat.
Selain itu yang menjadikan alun-alun malang berbeda
dengan yang lain adalah terdapatnya gereja di sebelah utara alun-alun. Dengan
melihat struktur alun-alun yang sedemikian rupa, maka dapat diinterpretasikan
bahwa alun-alun Malang sejak awal merupakan aln-aln resmi (official yard) yang digunakan untuk kepentingan pemerintah
colonial, hal ini berkaitan dengan keinginan Belanda membangun Kota-kota
Kolonial khusnya di Jawa yang merupakan pusat pemerintahan pada masa hindia
belanda.
Namun alun-alun yang sedianya dijadikan oleh
pemerintah colonial sebagai bukti kekuasaan diambil alih oleh kaum pribumi
untuk dijadikan tempat berdagang atau pasar. Karena padatnya para penjual dan
pengunjung, sehingga membuat kantor Asisten Residen menjadi samar-samar
terlihat. Fungsi alun-alun yang dikuasai oleh pribumi, berbeda dengan diluar
lingkaran aln-alun yang masih dikuasai oleh kaum Eropa.
Keterangan:
pasar yang berada didalam alun-alun Malang
(Sumber: www.kitlv.nl)
Pada masa awal pendudkan Jepang, fungsi dari alun-alun
adalah
dijadikan alat untuk menarik
simpatik rakyat. Rakyat memberikan harapan besar bagi tentara jepang untuk
mengusir penjajah belanda dari Nusantara.
VI.
Historiografi
Pada bagian
historiografi penggambaran yang dilakukan oleh penulis ialah
deskriptif-analitis. Sehingga hasil yang didapatkan akan menghasilkan sebuah
cerita atau fakta sejarah yang menghasilkan sebuah karya yang berdasarkan
kronologis serta terdapat fakta kausal, fakta peristiwa, dan fakta akibat.
Pada masa
kolonial alun-alun yang sejatinya dibangun untuk menunjukkan kekuasaan Belanda,
fungsinya terebut oleh kepentingan rakyat untuk mencari nafkah, dengan bukti
adanya pasar tiban. Hal ini mengakibatkan keadaan alun-alun menjadi kumuh dan
terkesan tidak terawat, sehingga menjadikan orang Eropa enggan untuk pergi ke
alun-alun. Selain itu alun-alun juga berfungsi sebagai representasi rakyat yang
terjajah dan menjadi media perlawanan terhadap kolonialisme.
Citra kolonial
justru muncul pada bagian-bagian bangunan yang mengitari alun-alun. Kecuali
masjid yang terletak disebalah barat alun-alun. Perlawanan kultural nampak
semakin kuat ketika ideologi agama juga memasuki wilayah ini. Bagi warga
pribumi kota Malang yang taat memeluk agama Islam, maka wilayah seperti societeit dan bioskop merupakan tempat
terlarang.
Citra kolonial
yang ingin dibangun melalui media alun-alun telah habis seiring dengan
didudukinya alun-alun oleh masyarakat pribumi. Dengan hilangnya citra itu maka
penguasa kolonial di Malang juga semakin mengabaikan makna kultural alun-alun
pada umumnya.
VII.
Daftar
Rujukan
Basundoro, P. 2009. Dua Kota Tiga Zaman Surabaya dan
Malang Sejak Kolonial sampai Kemerdekaan. Yogyakarta: Ombak.
Widodo, D. I. 2006. Malang Tempo Doeloe Djilid Satoe. Malang: Bayumedia Publishing.
Handinoto. 18 September 1992. Alun-Alun Sebagai Identitas Kota Jawa Dulu
dan
Sekarang.
Dimensi
Hamid,
Abd. Rahman. 2011. Pengantar Ilmu Sejarah.Yoogkyakarta:
Penerbit Ombak
www.kitlv.nl(online)(
http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/grid/form/advanced?q_searchfield=aloen-aloen+malang)
diakses 1Mei 2014.
No comments:
Post a Comment