PROPOSAL SKRIPSI
SISTEM POLITIK KESULTANAN BIMA PADA MASA
SULTAN ISMAIL PADA ABAD 17-18 M
Untuk memenuhi tugas
Sejarah Politik
Muhamad Sufyan
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Desember 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sultan Ismail
adalah putra dari sultan Abdul Hamid, dilahirkan pada tanggal 1 zulhijah 1211 H
(1795) M di lantik menjadi sultan pada tanggal 8 safar 1235 h dan wafat pada
tahun 1854, kemudian di beri gelar Ma Wa’a Alu karena beliau berbudi luhur dan
bersikap sopan santun.
Kontak pertama
antara Bima dan orang-orang Belanda telah dimulai pada awal abad 17, ketika terjadi perjanjian
lisan antara Raja Bima, Salasi, dan orang Belanda bernama Steven van Hegen pada
1605. Dalam sumber lokal, perjanjian ini disebut Sumpa Ncake. Isi perjanjian
tersebut sampai sekarang belum diketahui. Namun, pada masa-masa berikutnya,
hubungan dagang antara Bima dan VOC tampak terjalin dan berpusat di Batavia. Dalam
catatan harian VOC atau Dah-register disebutkan bahwa VOC mengirim
kapal-kapalnya ke Bima untuk membeli beras dan komoditas lainnya. Secara
politis, hubungan Bima dan VOC mulai berlangsung dengan ditandatanganinya
perjanjian pada 8 Desember 1669 dengan Admiral Speelman. Perjanjian itu
merupakan kontrak pertama dengan VOC sebagai akibat keikutsertaan Sultan Bima,
Abdul Khair Sirajudin, membantu Kerajaan Gowa memerangi Belanda. Karena kalah
perang, Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani perjanjian dengan Belanda
pada 1667, yang dikenal sebagai ”Perjanjian Bongaya”. Isi perjanjian itu antara
lain memisahkan Kerajaan Bima dengan Kerajaan Gowa agar tidak saling
berhubungan dan saling membantu. Pada perjanjian tahun 1669, Bima memberikan
terobosan pada Kompeni untuk berdagang di Bima dan raja atau sultan tidak boleh
meminta atau menarik cukai pelabuhan terhadap kapal dan barang-barang Kompeni
yang keluar masuk pelabuhan.
Setiap terjadinya
pergantian raja atau sultan, Kompeni akan membuat kontrak baru. Alasannya,
selain untuk memperkuat kontrak-kontrak sebelumnya, juga untuk menjadikan Bima
dan kerajaan-kerajaan lain di Pulau Sumbawa di bawah kekuasaan Kompeni secara
perlahan-lahan. Selain itu, pertikaian di antara elit penguasa di Pulau
Sumbawa, baik yang sengaja direkayasa oleh Kompeni atau bukan, pada dasarnya
memberikan kesempatan bagi VOC untuk memperluas pengaruh serta kekuasaannya di
wilayah itu. Untuk mewujudkan keinginannya, VOC mengadakan pendekatan melalui
pembuatan kontrak atau perjanjian secara paksa. Sebagai contoh, pada 9 Februari
1765, VOC mengadakan perjanjian secara kolektif dengan kerajaan-kerajaan di
Pulau Sumbawa, yaitu Bima, Dompu, Tambora, Sanggar, Pekat, dan Sumbawa.
Cornelis Sinkelaar (Gubernur VOC) sepakat dengan Abdul Kadim (Raja Bima), Datu
Jerewe (Raja Sumbawa), Ahmad Alaudin Juhain (Raja Dompu), Abdul Said (Raja
Tambora), Muhamad Ja Hoatang (Raja Sanggar), dan Abdul Rachman (Raja Pekat)
untuk bersama-sama dengan VOC memelihara ketenteraman, bersahabat baik, dan
mengadakan persekutuan dengan VOC. Dalam pasal 1 kontrak tersebut dinyatakan
bahwa raja-raja di Pulau Sumbawa, baik secara bersama-sama maupun
sendiri-sendiri, berjanji akan terus mematuhi kontrak yang pernah dibuat
sebelumnya. Demikian pula prosedur-prosedur dalam perjanjian yang telah dibuat
sebelumnya dengan VOC, masih berlaku dan akan terus dipatuhi. Pada 1675, VOC
diizinkan untuk mendirikan posnya di Bima. Perjanjian itu diperbarui lagi pada
1701 dan sejak itu secara resmi VOC hadir di Bima.
Pada awal
pemerintahan Sultan Ismail, kesultanan Bima baru saja lepas dari kemiskinan dan
kelaparan akibat meletusnya gunung tambora, serangan bajak laut, dan musim
kemarau panjang. Pada saat itu kesultanan Bima laksana seorang yang baru saja
sembuh dari penyakit yang cukup parah. Sultan Ismail bersama Ruma bicara Abdul
Nabi bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat.
Keberhasilan
utusan yang di kirim pada tahun 1820, merupakan peluang bagi Belanda untuk
menginkat Bima dalam perdagangan, beberapa saat setelah itu sultan Ismail
dipasksa untuk menanda tangani perjanjian yang isinya antara lain. Yaitu
Angkatan laut Bima tidak boleh mengganggu dan mengerang kapal-kapal dagang
Belanda, Angkatan laut Bima harus membantu angkatan laut
Belanda dalam menyerang pelaut-pelaut Makasar, Kesultanan Bima harus
mengerahkan upetik berupa beras, ternak, dan hasil bumi lainnya terhadap
Belanda.di samping itu pelabuhan lawa due harus di serahkan kepada Belanda
untuk mendirikan banteng.
Menanggapi isi
perjanjian itu, sultan Ismail bersama ruma bicara Abdul Nabi pada mulanya
menunjukkan sikap menentang dan tidak setuju. kalau isi perjanjian itu di
terima, berarti hilang kedaulatan Bima, sebaliknya kalau di tolak akan di
serang oleh Belanda. tak itu amat memojokan posisi sultan, sebab pada hakekatnya
isi perjanjian itu sama saja merampas kedaulatan secara terselubung. dalam
keadaan yang serba sulit itu, sultan Ismail yang di juluki Ma Wa,a Alu beserta
ruma bicara Abdul nabi yang sudah berusia lanjut terpaksa menerima isi
perjanjian, dengan perhitungan apabila di tolak akan menimbulkan peperangan
yang melibatkan seluruh rakyatnya, hal ini tidak di inginkan oleh sultan yang terkenal memiliki budi yang
halus (ma wa’a alu). Sebaliknya kalau di terima, masih ada kesempatan bagi
sultan untuk membina dan membimbing rakyat dengan satu keyakinan bahwa di suatu
saat nanti rakyat akan mampu melawan Belanda.
Sejak saat itu
hubungan Bima dengan Belanda semakin panas , sultan Ismail dan wasir ruma
bicara Muhammad yakub tidak loyal lagi terhadap perjanjian dengan Belanda. Kesultanan Bima tidak mungkin menyerang para pelaut
makasar yang merupakan teman seperjuangan dalam melawan Belanda. Penyerahan
upeti yang diharapkan oleh Belanda tidak berjalan lancar, kesultanan bima tetap
menjalankan politik dagang bebas,. Para pedagang dalam dan luar negeri tetap
menjalankan kegiatan perdagangan dengan kesultanan bima, hal ini pasti
mengundang kemarahan Belanda.
Sultan Ismail dan
wasir ruma bicara Muhammad Yakub memahami taktik tersebut, sebelum Belanda
melakukan penyerangan kesmpatan itu dimanfaatkan guna menyusun langkah-langkah menghadapi
segala kemungkinan. Langkah-langkah yang ditempuh antara lain yaitu,
Meningkatkan kembali kestabilan ekonomi yang terganggu akibat letusan gunung
tambora, musin kemarau panjang dan serangan bajak laut yang terjadi pada masa
pemerintahan sultan abdul haid, Memajudkan perdagangan, sultan bersama ruma
bicara melaksanakan pembangunan dalam bidang pertanian dan peternakan, Di
samping memajudkan pertanian dan peternakan sultan bersama rumah bicara mulai
meningkatkan pengembangan perikanan laut, Disamping bidang ekonomi sultan
bersama ruma bicara berusaha meningkatkan penyempurnaan dan pembinaan di bidang
pertahanan dan keamanan.
Demi
terpeliharannya keamanan di laut diusahakan pula peningkatan kemampuan dan
penyempurnaan armada laut, baik dari segi personil maupun struktur organisasi. Sejalan dengan itu armada laut Bima di bagi menjadi
dua bagian yaitu armada yang menangani keamanan perdagangan armada pertahanan
keamanan yang bertugas untuk menjaga serangan-serangan yang datang dari luar.
Dalam kesaruan angkatan laut Bima terdapat pula pelaut-pelaut makasar dan
pelaut ternate yang datang menggabungkan diri dengan suka rela. Dengan demikian
angkatan laut Bima merupakan gabungan dari laskar Bima bersama pelaut Makasar,
Ternate dan Tidore.
Bersamaan dengan
upaya peningkatan kemampuan angkatan bersenjata diusahakan pula peningkatan
kesadaran cinta tanah air dan agama dikalangan rakyat, sehingga menrka kan
memiliki jiwa patriotisme yang tinggi, jiwa patriotisme dihidup suburkan
melalui kesenian terutama melalui seni tari dan seni sastra Tindakan wasir ruma
bicara muhammada yakub merupakan penolakan terhadap kekuasaan Belanda, namun
harus diakui bahwa tindakan yang drastis itu terutama yang menyangkut masalah
pembubaran angkatan laut, akan merugikan kesultanan bima dalam melawan Belanda
pada masa selanjutnya.
Pada saat
hubungan Bima dengan Belanda semakin tidak sehat, wasir rumah bicara muhaamd
yakub yang mandat membenci Belanda mengikat, beliau wafat pada tahun 1864 dan
diberi gelar Ruma Ma Waa Kapenta Wadu dimakamkan di pena nae bata Bima. sejak
itu Bima kehilangan pemimpin yang cerdas dan berani.
Pada masa
pemerintahan sultan Abdul Azis, hubungan kesultanan bima dengan Belanda
bagaikan api dalam sekam, hanya menunggu saat untuk melahirkan satu peranan.
perjanjian –perjanjian sudah dilaksanakan, namun tidak dapat meredakan suasana,
karena kesultanan Bima dengan Belanda memiliki latar belakang politik dan
pandangan hidup yang amat berbeda. Kesultanan Bima adalah kesultanan islam yang
menjunjung tinggi kemerdekaan dan keadilan, sebaliknya Belanda adalah penjajah
yang menginjak-nginjak kemerdekaan dan keadilan. Sultan Abdul Azis dan wasir
Ruma Bicara armada Daeng Manasa adalah dua tokoh yang mempunyai prinsip yang
sama dalam melanjutkan kebijakan politik sultan Abdullah dan wasir truma bicara
Muhammad yakub. Belanda menyadari sikap tegas dari kedua pemimpin itu namun
untuk sementara waktu belum berani menyerang Bima karena sibuk menghadapi
perang Aceh. Kebijakan sultan bersama Ruma Bicara ahmad Daeng Manasa, ternyata
menimbulkan reaksi pro dan kontra yang menyebabkan timbulnya dua kelompok yang
berbeda prinsip dalam menangani perjanjian dengan Belanda.
Mengingat
leteratur sejarah Kesultranan Bima sangat minim apalagi sejarah hidup tokoh
perjuangannya. Kalau dilihat kondisi sekarang masih banyak generasi muda Mbojo
Bima hanya mengetahui kesultanan bima, Itupun melalui cerita dari mulut ke
mulut, lebih-lebih mengetahui karakter keseharian, pandangan, sikap , ucapan,
dan tindakan mereka.
Agar perjuangan
kesultanan Bima tidak sirna begitu saja, sebagai generasi penerus, penulis
dalam menyusun proposal penelitian ini berkewajiban moral untuk merangkum
penggalan cerita perjuangan kesultanan bima lewat penyusunan karya ilmiah yang
disusun dalam bentuk proposal penelitian. Pada hal ini adalah sebuah komoditas
politik budaya yang bisa dijadikan vitamin pembangkit energi semangat juang
masyarakat Bima yang tertidur pulas akibat dimarjinalisasikan dari abad ke abad
oleh penguasa.
Inilah salah satu
pendorong penulis untuk menyusun proposal yang berjudul Kesultanan Bima
pada masa pemerintahan sultan Ismail dan masa kesultanan Abdul Azis, dengan
harapan agar bisa mengambil intisari dari perjuangan kesultanan bima dengan memperkaya
khasanah literatur, pengetahuan dan wawasan mahasiswa, sehingga generasi muda
terbuka terhadap modernisasi dan globalisasi sekarang dan yang akan datang.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perkembangan Bima
pada masa Kesultanan Ismail ?
2. Bagaimana sistem
politik Bima pada masa Kesultanan Ismail ?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui bagaimana
perkembangan Kesultanan Bima pada masa pemerintahan Sultan Ismail.
2. Mengetahui bagaimana sistem
politik Kesultanan Bima pada masa pemerintahan Sultan Ismail.
3. Sebagai khasanah ilmu
pengetahuan tentang sejarah Kesultanan Bima dan sebagai landasan dalam
pengembangan keilmuan sejarah dan metodologi penelitian sejarah..
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Sebagai karya ilmiah semoga
dapat memberikan sumbangsih penulis kepada perkembangan dunia pendidikan
khususnya ilmu sejarah di Universitas Negeri Malang.
2. Dapat menjadi referensi atas
penelitian yang terkait dengan tema pendidikan serta turut memberikan
kontribusi dalam pengembangan keilmuan dari Jurusan sejarah
3. Hasil dari penelitian ini
semoga dapat dijadikan sumbangan pemikiran, masukan serta referensi yang dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penulisan sejarah Bima dana mbojo..
E. KAJIAN PUSTAKA
Dalam pembahasan
kajian pustaka dan kerangka teori perlu diungkapkan kerangka acuhan
komprehensif mengenai konsep, prinsip, atau teori yang digunakan sebagai
landasan dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Uraian dalam kajian pustaka
diharapkan menjadi landasan teoritik mengapa masalah yang dihadapi dalam
penelitian sejarah perlu dipecahkan dengan strategi yang dipilih. Kajian
teoritik mengenai prosedur yang akan dipakai dalam pengembangan juga
dikemukakan.
Buku yang menjadi kajian pustaka dalam penelitian ini
adalah :
- Buku yang berjudul mengenal
kerajaan nusantara karangan deni prasetyo yang menjelaskan tentang keberadaan
kerajaan bima serta perkembangan yang dimulai
dengan berdirinya kesultanan bima tahun 1620 dampai dengan tahun 1951.
Inilah salah satu buku yang menjadi kajian dalam penulisan proposal penelitian
ini.
- Buku lain yang menjadi
kajianya adalah buku dengan judul kerajaan bima dalam sastra sejarah karangan
Henri Chamber Loir, wasamarta, lukman khatib. Dimana buku ini menjelaskan
kerajaan asal usul kerajaan nusantara yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan politik, ekonomi, sosial dan budaya Kesultanan Bima.
Dengan adanya dua buku tersebut dalam melakukan
penyusunan proposal penelitian ini sebagai bahan acaun dan perbandingan dalam
penulisan sejarah kesultanan bima pada masa pemerintaha kesultanan sultan
ismail dan kesultanan pada masa sultan abdul azis.
F. HISTORIOGRAFI
Historiografi
atau penulisan sejarah merupakan tahapan akhir dari seluruh rangkaian dari
Metode Historis. Tahapan Heuristik, Kritik Sumber, serta Interpretasi, kemudian
di kolaborasi sehingga menghasilkan sebuah Historiografi. Penulisan sejarah
kesultanan bima pada masa pemerintahan sultan abdul ismail dan sultan abdul
azis merupakan suatu penulisan yang
mengungkapkan suatu peristiwa yang terjadi pada masa lalu yang menyangkut
masalah sosial-budaya, ekonomi, politik masyarakat kesultanan bima sehingga
dalam penulisan ini akan tersirat sebuah
penulisan sejarah lokal Bima khususnya daerah Bima tentang kesultanan bima.
Penulisan sejarah kesultanan Bima yang termuat dalam
buku mengenal sejarah kerajaan nusantara serta buku yang berjudul kerajaan bima
dalam sastra sastra sejarah merupakan buku yang menjelaskan tentang berdirinya
kesultanan bima serta perkembangan terhadap kehidupan masytarkat bima. Oleh
karena itu dalam penulisan proposal ini penulis mencoba menjelaskan tentang
kesultanan bima pada mas pemerintah sultan ismail dan sultan abdul azis, oleh
karen itu dengan adanya dua penulisan tersebut dapat dijadikan sebagai
perbangidinga dalam penulisan sejarah kesultanan bima.
Penulisan proposal ini mempunyai keterkaitan antara
penulisan terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti tetapi ada
sedikit perbedaan terhadap isinya yaitu dua buku tersebut menjelaskan tentang
kesultanan bima tetapi dalam penulisan proposal ini hanya menjelaskan tentang
kesultanan bima pada masa pemerintahan sultan ismail dengan sultan abdul azis.
G. METODE DAN PENDEKATAN PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Kejadian-kejadian
masa lampau itu demikian banyaknya sehingga tidak mungkin kita ketahui
semua dan pelajari, seluruh waktu hidup kita tidak cukup untuk menjangkau,
kejadian-kajadia yang dipelajari dalam sejarah itu pada pokoknya hanya meliputi
kejadian-kajadian yang penting saja, kejadian yang mempunyai arti bagi
kehidupan kemanusiaan
Metodologi
penelitian sejarah tidak bias lepas dari
definisi sejarah secara umum, yaitu bahwa sejarah merupakan gambaran
pengalaman manusia pada masa lalu. Adapun tujuan seorang sejarawan adalah untuk
memperoleh pengetahuan tentang masa lampau kemudian menyajikannya. Metode
penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode histories yaitu
penyelidikan yang mengklafisikasikan metode pemecahan masalah ilmiah dari
perspektif historis suatu masalah.
Proses awal yang
dilalui oleh sejarawan untuk menulis sejarah dengan menentukan tema sesuai
dengan minat dan keyakinan penulis. Hal ini diharapkan dapat memacu semangat
penulis untuk meneliti secara sungguh-sungguh, jika dikerjakan dengan
sungguh-sungguh maka akan mendapatkan hasil yang lebih baik.
Metode penelitian sejarah dalam penulisan proposal ini
di bagi menjadi 4 langkah yaitu sebagai berikut :
A. Heuristik
Tahap pertama
adalah heuristic atau pengumpulan sumber. Sumber sejarah dapat berupa bukti
yang ditinggalkan manusia yang menunjukan segala aktifitasnya di masa lampau
baik berupa peninggalan-peninggalan maupun catatan-catatan. Sumber ini dapat
ditemukan di perpustakaan-perpustakaa, dari internet, dan untuk arsip dapat
diperoleh di kantor-kantor atau instansi-instansi tertentu dalam penulisan ini
penulis menggunakan sumber yang berupa buku-buku dan internet.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk
mendapatkan data-data dan informasi yang dibutuhkan untuk menyusun kajian ini
yakni:
1) Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan adalah suatu penelitian yang
dilakukan oleh penulis dengan secara langsung ke lapangan untuk meneliti serta
mencari data-data dan informasi yang berkaitan dengan masalah yang akan
diteliti, agar dapat dibahas berdasarkan informasi atau bukti data-data yang
ditemukan. Ada 2 teknik yang digunakan penulis untuk mengumpulkan data-data dan
informasi penelitian lapangan, yaitu:
- Pengamatan (observasi)
Adalah suatu teknik yang dilakukan penulis untuk
mengamati secara langsung objek yang berkaitan dengan penelitian dan bukti-bukti sejarah Kesultanan Bima.
- Tradisi lisan / Wawancara
Adalah suatu teknik yang dilakukan dalam pengumpulan
data dengan mencermati penuturan-penuturan informasi yang sifatnya
turun-temurun dan dapat memberikan keterangan terhadap masalah yang akan
diteliti untuk mewujudkan fakta-fakta dalam rangka penyusunan sejarah lokal
tersebut, misalnya dengan mengadakan wawancara langsung dengan orang-orang yang
mengetahui tentang hal-hal yang berkenaan sejarah Kesultanan Bima.
2) Penelitian Kepustakaan
Yang dimaksud penelitian kepustakaan adalah penelitian
yang dilakukan hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian
baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan. Dalam kajian kepustakaan ini
peneliti akan mengadakan penelitian kepustakaan untuk mendapatkan
informasi-informasi serta data-data yang berkaitan dengan peristiwa
sejarah tersebut.
Melalui penelitian kepustakaan ini sumber-sumber buku
yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini. sumber
perpustakaan yang akan di kaji adalah perpustakaan Daerah Bima (Samparaja),
dinas Pendidikan kota dan Kabupaten bima, Perpustakaan STKIP Taman Siswa
Bima serta instansi-instansi yang
berkaitan dengan peristiwa tersebut terjadi.
B. Kritik sumber
Penulisan sejarah
dikenal dua macam sumber yaitu sumber primer dan sumber skunder. sumber primer
adalah kesaksian dari seseorang dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan
panca indra yang lain atau dengan alat mekanisme. Sumber kedua adalah sumber
skunder, sumber skunder adalah merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan
saksi mata, yakni dari orang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan.
Kritik sumber merupakan verifikasi sumber yaitu
pengujian kebenaran atau ketetapan dari sumber sejarah. Kritik sumber ada dua
yaitu kritik eksteren dan kritik intern
untuk menguji kredibilitas sumber.
- Kritik eksternal
Hal ini berguna untuk menetapkan keaslian atau
auntentitas data, dilakukan kritik eksternal. Apakah fakta peninggalan ata
dokumen itu merupakan yang sebenarnya, bukan palsu. Berbagai tes dapat
dipergunakan untuk menguji keaslian tersebut. Misalnya untuk menetapkan umum
dokumen melibatkan tanda tangan, tulisan tangan, kertas, cat, bentuk huruf,
penggunaan bahasa, dan lain-lain.
- Kritik Internal
Setelah dilakukan suatu dokumen diuji melalui kritik
eksternal, berikutnya dilakukan kritik internal. Walaupun dokumen itu asli,
tetapi apakah mengukapkan gambaran yang benar, Bagaimana mengenai penulis dan
penciptanya, Apakah ia jujur, adil dan benar-benar memahami faktanya, dan
banyak lagi pertanyaan yang bisa muncul seperti diatas. Sejarahwan harus
benar-benar yakin bahwa datanya antentik dan akurat. Hanya jika datanya
autentik dan akuratlah sejarawan bisa memandang data tersebut sebagai bukti
sejarah yang sangat berharga untuk ditelaah secara serius.
C. Interpretasi
Tahap keempat
adalah interpretasi atau penafsiran sejarah penulisan. Dalam tahap ini
dilakukan analisis berdasarkan data-data yang diperoleh yang akhirnya
dihasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penulisan yang utuh disebut dengan
historiografi. Setelah penulis mengkomunikasikan hasil penelitiannya maka
disebut tulisan atau karya sejarah.
Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah dan
merangkai fakta tersebut hingga menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk
akal. Dari berbagi fakta yang ada kemudian perlu disusun agar mempunyai bentuk
dan struktur. Fakta yang ada ditafsirkan sehingga ditemukan struktur logisnya
berdasarkan fakta yang ada, untuk menghindari suatu penafsiran yang semena-mena
akibat pemikiran yang sempit. Bagi sejarawan akademis, interpretasi yang
bersifat deskriptif saja belum cukup. Dalam perkembangan terakhir, sejarawan
masih dituntut untuk mencari landasan penafsiran yang digunakan.
D. Historiografi
Setelah melakukan
proses analisis dan sintesis, proses kerja mencapai tahap akhir yaitu
historiografi atau penulisan sejarah. Proses penulisan dilakukan agar
fakta-fakta yang sebelumnya terlepas satu sama lain dapat disatukan sehingga
menjadi satu perpaduan yang logis dan sistematis dalam bentuk narasi
kronologis.
Historiografi adalah proses penyusunan fakta-fakta
sejarah dan berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk penulisan
sejarah. Setelah melakukan penafsiran terhadap data-data yang ada, sejarawan
harus sadar bahwa tulisan itu bukan hanya sekedar untuk kepentingan dirinya,
tetapi juga untuk dibaca orang lain. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan
struktur dan gaya bahasa penulisan nya. Sejarawan harus menyadari dan berusaha
agar orang lain dapat mengerti pokok-pokok pemikiran yang diajukan.
2. Pendekatan Penelitian
Dalam perkembangan metodologi sejarah, peneliti harus
berusaha untuk saling mendekatkan antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial, maka
ketika akan menganalisis berbagai peristiwa atau fenomena masa lampau, peneliti
menggunakan konsep-konsep dari berbagai ilmu-ilmu sosial yang relevan dengan
pokok kajian. Oleh karena itu tulisan ini melakukan pendekatan politik dan
pendekatan sosial. Pendekatan politik adalah segala aktifitas atau sikap yang
berhubungan dengan kekuasaan dan bermaksud mempertahankan suatu bentuk susunan
masyarakat. Sedangkan pendekatan sosial adalah hubungan antar sesama serta
manusia dengan lingkungannya yang ada pada suatu wilayah tertentu dengan
berbagai bentuk hubungan yang harmonis dan baik. Pendekatan politik dan sosial
dalam tulisan ini digunakan untuk mengetahui Kesultanan bima pada masa
pemerintahan Kesultanan Ismail dan Sistem Politik nya.
H. Sistematika Penelitian
Secara umum
penelitian ini terdiri dari lima (5) bab, yaitu Bab I pendahuluan yang terdiri
dari sub bab; (a) Latar Belakang (b) Rumusan Masalah/Batasan Masalah (c) Tujuan
Penelitian (d) Manfaat Penelitian (e) Kajian pustaka/Kajian teori (f)
Historiografi Yang Relevan (g) Metode dan Pendekatan Penelitian yang terdiri
dari : (i), Metode Penelitian (ii),
Pendekatan Penelitian, (h) Sistematika Penulisan. Bab II Pembahasan yang
terdiri dari sub bab yaitu (a) gambaran umum wilayah penelitian. Bab III
yaitu kesultanan bima pada masa
pemerintahan sultan Ismail. Bab IV yaitu kesultanan bima pada masa pemerintahan
sultan abdul azis. Sedangkan Bab V yaitu Penutup yang terdiri dari sub bab
yaitu (a) Penutup (b) Kesimpulan.
DAFTAR RUJUKAN
M. Nur Wahab,
1981. Mengenal Donggo dengan Pendidikan dan Kebudayaannya. Penerbit ;
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Donggo.
Syarifuddin
Jurdi, 2004. Elite Muhammadyah dan Kekuasaan Politik, UGM PRESS.
2008 Pemikiran Islam Indonesia. Pustaka Cendekia
Press. 2007.
Hendri Chamberl
Loid, 2004. Kerajaan Bima Dalam Sastra dan Sejarah. Wisamarta, Lukman
(khatib).
H. Abdullah
Tajib, 1995. Sejarah Bima Dana Mbojo. Harapan Masa. Jakarta
Dudung
Abdurahman, 2007. Metodolgi Penelitian Sejarah. Ar – Ruzz Media.
Yogyakarta.
Syamsudin Helius,
2008. Metodologi Sejarah. Ombah, Yogyakarta
Pranoto Suhartono
W, 2010. Teori dan Metodologi Sejarah, Graha Ilmu. Yogyakarta.
Sharma, P . 2004.
Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta. Yayasan Menara Ilmu.
Syamsul Hadi
Thubang, 2005. Pilkada Bima 2007 ; Era Baru Demokratisasi Lokal Indonesia
Suyanto Bagong, 2005. Metode Penelitian Sosial;
Berbagai Alternatif Pendekatan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
No comments:
Post a Comment