SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN FILSAFAT KARL MARX
MAKALAH
UNTUK
MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Filsafat
Sejarah
Yang
dibina oleh Bapak Daya Wijaya, MA.
Oleh
Mega
Riqo Athor N. N. 120732436503
Muhamad
Sufyan 120732436485
Wardatul Afifah 120732403715
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
Januari 2015
KATA PENGANTAR
Ucapan
rasa syukur senantiasa penulis
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mana penulis dapat menyelesaikan
karya tulis ini dengan lancar dan tidak ada halangan yang berarti, dan kepada
semua pihak, yang telah membantu menyiapkan, memberikan masukan, dan menyusun
karya tulis kami. Berbagai upaya telah kami lakukan untuk menyempurnakan karya tulis yang telah penulis
selesaikan, namun tentu
dalam penulisan karya tulis yang
telah penulis buat ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan komentar yang dapat dijadikan
masukan dalam menyempurnakan karya tulis ini di masa yang akan datang.
Semoga
karya tulis ini bermanfaat tidak hanya bagi
mahasiswa Universitas Negeri Malang, tetapi juga bagi semua pihak luar
universitas yang selama ini mungkin juga memanfaatkan pedoman ini untuk
keperluan penulisan karya tulis.
Malang, Januari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah................................................................................. 2
1.3 Tujuan
Penulisan .................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang
Historis Lahirnya Pemikiran Karl Max........................ 3
2.2 Asumsi-Asumsi
karl Max...................................................................... 5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................... 8
3.2 Saran..................................................................................................... 8
DAFTAR RUJUKAN.............................................................................. 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejarah
perkembangan pemikiran filsafat merupakan suatu bagian tak terpisah dari proses
sejarah perkembangan masyarakat manusia dimuka bumi ini. Karl
Marx merupakan salah satu tokoh filsafat barat modern yang berpengaruh. Hasil
pemikiran Karl Marx tidak terlepas dari situasi yang terjadi pada abab ke-18
dan 19 yaitu perkembangan industri sebagai dampak dari Revolusi
Industri yang diawali di Inggris. Dengan adanya perkembangan tersebut Karl Max melihat
adanya keanehan dalam masyarakat yang ditemuinya karena muncul ketidakadilan
dan manusia terasing dari dirinya sendiri.
Munculnya kelas-kelas sosial dan hak milik atas alat-alat
produksi disebabkan karena usaha manusia untuk mengamankan dan memperbaiki
keadaan hidup. Usaha ini dilakukan dengan pembagian kerja yang semakin
spesialis. Masyarakat terbagi menjadi dua, yakni kelas penguasa dan kelas
pekerja. Pembagian yang mengakibatkan semakin spesialis inilah yang akhirnya
membuat perbedaan antara hidup seorang yang berada di kelas penguasa dan kelas
bawah. Oleh karena itu Karl Max didalam bukunya “The Communist Manifiesto” (Zazuli,
2009: 74).
Oleh karena itu kami penulis mencoba akan mengulas
mengenai bagaimana latar belakang historis lahirnya pemikiran Karl Max serta
asumsi-asumsi Karl Max itu sendiri. Sehingga diharapkan dapat menambah wawasan
dan pengetahuan kita mengenai pemikiran salah satu ahli filsafat terbesar
sepanjang zaman.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Latar
Belakang Historis Lahirnya Pemikiran Karl Max?
2. Apa Asumsi-Asumsi karl
Max?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk Mengetahui Latar
Belakang Historis Lahirnya Pemikiran Karl Max.
2. Untuk Mengetahui Asumsi-Asumsi
karl Max.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Latar Belakang Historis Lahirnya Pemikiran Karl Marx
Karl Max
dipengaruhi oleh sejumlah aliran pemikiran filsafat yang berkembang pada saat
itu. Karl Max sangat tertarik dengan pemikiran besar seperti idealisme
spiritualistik dan dialektika yang dikembangkan hegel, sejak ia dikenal sebagai
Marx muda, yakni Marx sebelum dikenal sebagai seorang Marxist. Di lain pihak
juga dipengaruhi fikiran-fikiran Materialisme dari Feurbach, terutama setelah
Karl Marx dikenal sebagai seorang Marxist (Zainuddin,2012:147-148).
Pemikiran yang
bercorak idealism spiritualism dari
Hegel ini mempengaruhi Marx muda. Akan tetapi kemudian ditinggalkan setelah ia
membangun tradisi Marxian yang mendasarkan kepada pemikiran dialektika
materialistik. Marx mengambil dialektika hegel, akan tetapi menolak dialektika
yang berproses pada level ide. Perjalanan dialektika dalam level ide (roh)
menurutnya hanya akan membawa manusia berada dalam angan-angan dan dunia
utopis. Dunia yang riil itu sendiri. Dengan demikian, di mata Marx, Hegel hanya
mengubah dunia itu sendiri.
Diskursus yang
dibangun atas dasar dialektika Hegel itu menurut Marx tidak akan merubah,
sehingga tidak akan menghasilkan apa-apa. Dialektika pada level ide hanya
berputar di “dalam kepala” yang penuh dengan spekulasi, interpretasi yang tidak
mendorong terjadinya perubahan dalam masyarakat. Marx kemudian mencoba membalik
dialektika itu, sehingga dialektika yang terjadi tidak pada level materi dan
arena mengarah kepada praxis, maka
dialektika ini akan member sumbangan yang berarti pada perubahan
sosial.(Zainuddin,2012:149).
Selain dipengaruhi
oleh Hegel, Karl Max juga dipengaruhi oleh Feuerbach bahwa manusia dalam inti
hakekatnya ditentukan oleh material, bahkan Tuhan pun tiada lain adalah ide
dari manusia. Feuerbach juga menolak isi ajaran hegel yang bercorak
spiritualisme kemudian Feuerbach menterjemahkan materialism. Ia berargumen
bahwa realitas bergerak bukan berwatak ide (roh), melainkan berwatak material.
Realitas dengan demikian merupakan pergerakan material dan pergerakan manusia
itu sendiri, bukan pergerakan roh.
Feuerbach juga
memandang bahwa manusia sangat membutuhkan teologi. Kendati demikian, teologi
bukan ditafsirkan sebagai ajaran tentang Tuhan, melainkan sebagai antropologi,
oleh karena itu teologi harus berbicara banyak tentang manusia. Pandangan
Feuerbach yang antroposentrik itu memandang manusia adalah pusat, permulaan dan
akhir agama. Semua hubungan manusiawi bersifat religious, sehingga dengan
demikian maka teologi harus dibaca sebagai antropologi. Pikiran tentang aliensi
religious dari Feuerbach diambil Karl Marx dan mencoba melengkapinya. Jika
Feuerbach hanya memperhatikan “bagaimana” manusia menciptakan “Allah” dan
syurga, maka Marx menyempurnakannya dengan mempertanyakan “mengapa” manusia
bersikap demikian. Manusia melarikan diri dalam mimpi-agama, disebabkan karena
dorongan penderitaan, buah dari tekanan struktur-struktur sosial, ekonomi yang
menguras dan mengeksploitasi dirinya. Mimpi-agama itu muncul ketika manusia
membutuhkan obat bius, candu, dan manusia menemukanya dalam agama. Kendati
demikian, Marx menyatakan bahwa apa yang ia peroleh melalui mimpi-agama itu
bukanlah terapi. Terapi yang sebenarnya ada pada kesadaran klas masing-masing
individu, dan dengan kesadarannya itu lalu manusia secara praxis terdorong bergerak mengatasi alienasi sosial-ekonomi dan
bahkan juga alienasi religious .(Zainuddin,2012:1451).
Menurut J.W.
Stalin dalam buku Materialisme Dialektika
dan Histori menerangkan dua prinsip pokok dari dialektika Marxis. Pertama,
dialektika Marxis berlawanan dengan metafisika. Dialektika Marxis tidak
memandang alam sebagai suatu tumpukan segala fenomena atau tumpukan fenomena
yang kebetulan saja, tidak berhubungan dan bebas satu sama lainnya. Namun semua
fenomena alam sebagai realitas yang organik satu sama lainnya. Kedua, berbeda
dengan metafisika, dalam konsepsi dialektika berpendapat bahwa alam bukanlah
satu keadaan yang statis namun realitas yang terus menerus bergerak dan
berubah, rontok, mati dan tumbuh kembali. Ketiga, dialektika juga menerangkan
proses perkembangan bukanlah suatu proses pertumbuhan yang sederhana, dimana
perubahan-perubahan kuantitatif akan menuju perkembangan yang terbuka kea rah
perubahan yang kualitatif. Tafsiran dalam perubahan ini adalah bahwa dalam
dialektika proses perkembangan tidak boleh diartikan sebagai gerak dalam
lingkaran atau sebagai ulangan biasa dari apa yang sudah terjadi, melainkan
sebagai peralihan keadaan kuantitatif yang lama menuju kualitatif yang baru
(Prabowo, 2002:71-72).
2.2 Asumsi yang Mendasari Teori Karl Max
Teori konflik yang
berakar dari Marx dibangun atas dasar asumsi-asumsi bahwa (a) Perubahan
merupakan gejala yang melekat pada setiap mayarakat, (b) Konflik adalah gejala
yang selalu melekat di dalam setiap masyarakat, (c) Setiap unsur dalam
masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasi di atas penguasaan
atau dominasi yang dilakukan oleh sejumlah orang terhadap sejumlah orang
lainnya.
Dari asumsi dasar itu teori konflik kemudian mengajukan
proposisi yang dapat dielaborasi menjadi sebuah strategi konflik yang dapat
digambarkan sebagai berikut bahwa:
(1) Kehidupan sosial pada
dasarnya merupakan arena konflik diantara dan didalam kelompok-kelompok yang
bertentangan, (2) Sumber-sumber daya ekonomi dan kekuasaan politik merupakan
hal yang penting yang diperebutkan oleh berbagai kelompok, (3) Akibat tipikal
dari konflik itu memunculkan pembagian masyarakat menjadi kelompok determinan
secara ekonomi dan kelompok yang tersubordinasi, (4) Pola-pola sosial dasar
suatu masyarakat sangat ditentukan oleh pengaruh sosial dari kelompok yang secara
ekonomi meruypakan kelompokyang determinan, (5) Kelompok dan konflik sosial
didalam dan iantara berbagai masyarakat melahirkan kekuatan-kekuatan yang
menggerakkan perubahan sosial, (6) Karena konflik merupan cirri dasar kehidupan
sosial, maka perubahan sosial menjadi hal yang umum dan sering terjadi
(Prabowo,2002:153)
Masyarakat menurut Marx terdiri atas kekuatan yang
mendorong perubahan sosial sebagai konsekuensi dan ketegangan dan perjuangan
hidup. Perjuangan dan bukannya perkembangan damai merupakan mesin perubahan
kearah kemajuan; konflik adalah induk segala-galanya; oleh karenanya konflik
sosial merupakan inti dari proses sejarah. Menurut Marx kekuatan motivasi dalam
sejarah adalah hal-hal yang menempatkan manusia berhubungan dengan orang lain dalam
perjuangan terus menerus untuk memenangkan pertarungannya dengan alam. Awal
gerakan sejarah itu sendiri adalah produksi material, sebagai tindakan sejarah
yang senyatanya dan merupakan landasan utama dari seluruh proses sejarah.
Persoalan penemuan hajat makan dan minum, tempat tinggal dan pakaian merupakan
tujuan utama kehidupan manusia. Akan tetapi perjuangan manusia menundukkan alam
bukan berhenti ketika kebutuhan itu sudah terpenuhi. Manusia merupakan binatang
yang tidak pernah puas. Ketika kebutuhan primer telah tercukupi, maka manusia
kemudian terdorong untuk memunculkan kebutuhan baru, dan pemenuhan kebutuhan
baru itu kemudian menjadi titik awal gerakan sejarah. Kebutuhan baru terus
berkembang, ketika sarana-sarananya terpenuhi dan memungkinkannya untuk menutup
kebutuhan-kebutuhan yang terdahulu.
Dalam rangka memenuhi kepentingannya, baik dalam
kaitannya dengan kebutuhan primer maupun sekunder, manusia berhadapan dengan
antagonism begitu ia meninggalkan pola hidup primitive dan komunalnya. Segera
setelah muncul pembagian kerja dalam masyarakat manusia, maka pembagian itu
akan melempar manusia kedalam formasi antagonism. Klas., sebagai aktor utama
dalam drama kehidupan menyejarah. Manusia terlempar dalam relatifitas sejarah.
Dalam priode sejarah tertentu manusia pekerja berhadapan dengan pemilik tanah,
tetapi di dalam episode lain bisa berhadapan dengan pemilik modal. Manusia
adalah produk sejarah yang terus berubah (Ramly, 2000: 38).
Perubahan sistem sosial tidak
bisa dijelaskan atas dasar faktor-faktor ekstra sosial seperti geografi atau
cuaca., karena faktor-faktor itu bersifat konstan dalam proses perubahan
sejarah. Perubahan itu juga tidak bisa dijelaskan dengan mengacu kepada
munculnya serangkaian ide. Penerimaan genesis
dan idea mat tergantung kepada sesuatu yang bukan ide. Ide bukan pendorong
utama. Ide tidak lebih sebagai refleksi, langsung atau sublimasi dari
kepentingan material yang menyebabkan manusia musti berhubungan dan berhadapan
dengan orang lain.
Marx mengikuti Montesquieu dan juga Hegel, yang
membawanya untuk pedulu terhadap pandangan bahwa masyarakat merupakan satu
kesatuan menyeluruh. Pendekatan hollistik inilah seperti yang dikemukakan
Ritzer (1983) menjadikan pikiran yang mendasarkan kepada aliran Marxian ini
masuk menjadi bagian dari paradigm fakta sosial bersama-sam dengan aliran
fungsional struktura. Paradigma fakta sosial, sebuah perspektif yang menaruh
perhatian kepada pandangan masyarakat bukan sebagai agregat individu melainkan
sebagai sebuah keseluruhan, dan ia adalah sebuah realitas yang dapat
diobservasi dan diukur. Karena itu, teori-teori konflik banyak yang menggunakan
metode kuantitatif. Dengan menggunakan unit analisis pertentangan antara kelas,
maka perspektif Marx ini lebih banyak beroperasi dalam ranah makro obyektif
(Prabowo,2002:155).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Karl Max dipengaruhi oleh sejumlah aliran pemikiran
filsafat yang berkembang pada saat itu. Karl Max sangat tertarik dengan
pemikiran besar seperti idealisme spiritualistik dan dialektika yang
dikembangkan hegel, sejak ia dikenal sebagai Marx muda, yakni Marx sebelum
dikenal sebagai seorang Marxist. Di lain pihak juga dipengaruhi fikiran-fikiran
Materialisme dari Feurbach, terutama setelah Karl Marx dikenal sebagai seorang
Marxist.
Teori konflik yang berakar dari Marx dibangun atas dasar
asumsi-asumsi bahwa (a) Perubahan merupakan gejala yang melekat pada setiap
mayarakat, (b) Konflik adalah gejala yang selalu melekat di dalam setiap
masyarakat, (c) Setiap unsur dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi
terjadinya disintegrasi di atas penguasaan atau dominasi yang dilakukan oleh
sejumlah orang terhadap sejumlah orang lainnya.
Perubahan sistem sosial tidak bisa
dijelaskan atas dasar faktor-faktor ekstra sosial seperti geografi atau cuaca.,
karena faktor-faktor itu bersifat konstan dalam proses perubahan sejarah.
Perubahan itu juga tidak bisa dijelaskan dengan mengacu kepada munculnya
serangkaian ide. Penerimaan genesis
dan idea mat tergantung kepada sesuatu yang bukan ide. Ide bukan pendorong
utama. Ide tidak lebih sebagai refleksi, langsung atau sublimasi dari
kepentingan material yang menyebabkan manusia musti berhubungan dan berhadapan
dengan orang lain.
3.2 Saran
Sebagai mahasiswa sebaiknya
mempelajari, memahami dan merenungkan tentang pemikiran Karl Marx sebagai bahan
untuk menjalani kehidupan sehari-hari.
DAFTAR RUJUKAN
Prabowo, Hary.2002.Perspektif Marxisme.Yogyakarta:Jendela.
Ramly, Andi
Muawiyah.2000.Peta Pemikiran Karl Marx
(Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis).Yogyakarta:LkiS.
Zainuddin,
Maliki.2012.Rekonstruksi Teori Sosial
Modern.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Zazuli,
Mohammad.2009.60 Tokoh Dunia Sepanjang
Masa.Yogyakarta:NARASI.
No comments:
Post a Comment