Wednesday 23 September 2015

SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN FILSAFAT KARL MARX



SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN FILSAFAT KARL MARX

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Filsafat Sejarah
Yang dibina oleh Bapak Daya Wijaya, MA.


Oleh

Mega Riqo Athor N. N.               120732436503
Muhamad Sufyan                         120732436485
                                           Wardatul Afifah                            120732403715





UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
Januari 2015

KATA PENGANTAR

            Ucapan rasa syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mana penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan lancar dan tidak ada halangan yang berarti, dan kepada semua pihak, yang telah membantu menyiapkan, memberikan masukan, dan menyusun karya tulis kami.  Berbagai  upaya telah kami lakukan untuk menyempurnakan karya tulis yang telah penulis selesaikan, namun tentu dalam penulisan karya tulis yang telah penulis buat ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan komentar yang dapat dijadikan masukan dalam menyempurnakan karya tulis ini di masa yang akan datang.
            Semoga karya tulis ini bermanfaat tidak hanya bagi mahasiswa Universitas Negeri Malang, tetapi juga bagi semua pihak luar universitas yang selama ini mungkin juga memanfaatkan pedoman ini untuk keperluan penulisan karya tulis.

Malang, Januari 2015
Penulis



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3  Tujuan Penulisan .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1  Latar Belakang Historis Lahirnya Pemikiran Karl Max........................ 3
2.2  Asumsi-Asumsi karl Max...................................................................... 5

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................... 8
3.2 Saran..................................................................................................... 8

DAFTAR RUJUKAN.............................................................................. 9

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejarah perkembangan pemikiran filsafat merupakan suatu bagian tak terpisah dari proses sejarah perkembangan masyarakat manusia dimuka bumi ini. Karl Marx merupakan salah satu tokoh filsafat barat modern yang berpengaruh. Hasil pemikiran Karl Marx tidak terlepas dari situasi yang terjadi pada abab ke-18 dan 19 yaitu perkembangan industri sebagai dampak dari Revolusi Industri yang diawali di Inggris. Dengan adanya perkembangan tersebut Karl Max melihat adanya keanehan dalam masyarakat yang ditemuinya karena muncul ketidakadilan dan manusia terasing dari dirinya sendiri.
            Munculnya kelas-kelas sosial dan hak milik atas alat-alat produksi disebabkan karena usaha manusia untuk mengamankan dan memperbaiki keadaan hidup. Usaha ini dilakukan dengan pembagian kerja yang semakin spesialis. Masyarakat terbagi menjadi dua, yakni kelas penguasa dan kelas pekerja. Pembagian yang mengakibatkan semakin spesialis inilah yang akhirnya membuat perbedaan antara hidup seorang yang berada di kelas penguasa dan kelas bawah. Oleh karena itu Karl Max didalam bukunya “The Communist Manifiesto” (Zazuli, 2009: 74).
            Oleh karena itu kami penulis mencoba akan mengulas mengenai bagaimana latar belakang historis lahirnya pemikiran Karl Max serta asumsi-asumsi Karl Max itu sendiri. Sehingga diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita mengenai pemikiran salah satu ahli filsafat terbesar sepanjang zaman.




1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Latar Belakang Historis Lahirnya Pemikiran Karl Max?
2. Apa Asumsi-Asumsi karl Max?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk Mengetahui Latar Belakang Historis Lahirnya Pemikiran Karl Max.
2. Untuk Mengetahui Asumsi-Asumsi karl Max.















BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Latar Belakang Historis Lahirnya Pemikiran Karl Marx
Karl Max dipengaruhi oleh sejumlah aliran pemikiran filsafat yang berkembang pada saat itu. Karl Max sangat tertarik dengan pemikiran besar seperti idealisme spiritualistik dan dialektika yang dikembangkan hegel, sejak ia dikenal sebagai Marx muda, yakni Marx sebelum dikenal sebagai seorang Marxist. Di lain pihak juga dipengaruhi fikiran-fikiran Materialisme dari Feurbach, terutama setelah Karl Marx dikenal sebagai seorang Marxist (Zainuddin,2012:147-148).
Pemikiran yang bercorak idealism spiritualism dari Hegel ini mempengaruhi Marx muda. Akan tetapi kemudian ditinggalkan setelah ia membangun tradisi Marxian yang mendasarkan kepada pemikiran dialektika materialistik. Marx mengambil dialektika hegel, akan tetapi menolak dialektika yang berproses pada level ide. Perjalanan dialektika dalam level ide (roh) menurutnya hanya akan membawa manusia berada dalam angan-angan dan dunia utopis. Dunia yang riil itu sendiri. Dengan demikian, di mata Marx, Hegel hanya mengubah dunia itu sendiri.
Diskursus yang dibangun atas dasar dialektika Hegel itu menurut Marx tidak akan merubah, sehingga tidak akan menghasilkan apa-apa. Dialektika pada level ide hanya berputar di “dalam kepala” yang penuh dengan spekulasi, interpretasi yang tidak mendorong terjadinya perubahan dalam masyarakat. Marx kemudian mencoba membalik dialektika itu, sehingga dialektika yang terjadi tidak pada level materi dan arena mengarah kepada praxis, maka dialektika ini akan member sumbangan yang berarti pada perubahan sosial.(Zainuddin,2012:149).
Selain dipengaruhi oleh Hegel, Karl Max juga dipengaruhi oleh Feuerbach bahwa manusia dalam inti hakekatnya ditentukan oleh material, bahkan Tuhan pun tiada lain adalah ide dari manusia. Feuerbach juga menolak isi ajaran hegel yang bercorak spiritualisme kemudian Feuerbach menterjemahkan materialism. Ia berargumen bahwa realitas bergerak bukan berwatak ide (roh), melainkan berwatak material. Realitas dengan demikian merupakan pergerakan material dan pergerakan manusia itu sendiri, bukan pergerakan roh.
Feuerbach juga memandang bahwa manusia sangat membutuhkan teologi. Kendati demikian, teologi bukan ditafsirkan sebagai ajaran tentang Tuhan, melainkan sebagai antropologi, oleh karena itu teologi harus berbicara banyak tentang manusia. Pandangan Feuerbach yang antroposentrik itu memandang manusia adalah pusat, permulaan dan akhir agama. Semua hubungan manusiawi bersifat religious, sehingga dengan demikian maka teologi harus dibaca sebagai antropologi. Pikiran tentang aliensi religious dari Feuerbach diambil Karl Marx dan mencoba melengkapinya. Jika Feuerbach hanya memperhatikan “bagaimana” manusia menciptakan “Allah” dan syurga, maka Marx menyempurnakannya dengan mempertanyakan “mengapa” manusia bersikap demikian. Manusia melarikan diri dalam mimpi-agama, disebabkan karena dorongan penderitaan, buah dari tekanan struktur-struktur sosial, ekonomi yang menguras dan mengeksploitasi dirinya. Mimpi-agama itu muncul ketika manusia membutuhkan obat bius, candu, dan manusia menemukanya dalam agama. Kendati demikian, Marx menyatakan bahwa apa yang ia peroleh melalui mimpi-agama itu bukanlah terapi. Terapi yang sebenarnya ada pada kesadaran klas masing-masing individu, dan dengan kesadarannya itu lalu manusia secara praxis terdorong bergerak mengatasi alienasi sosial-ekonomi dan bahkan juga alienasi religious .(Zainuddin,2012:1451).
Menurut J.W. Stalin dalam buku Materialisme Dialektika dan Histori menerangkan dua prinsip pokok dari dialektika Marxis. Pertama, dialektika Marxis berlawanan dengan metafisika. Dialektika Marxis tidak memandang alam sebagai suatu tumpukan segala fenomena atau tumpukan fenomena yang kebetulan saja, tidak berhubungan dan bebas satu sama lainnya. Namun semua fenomena alam sebagai realitas yang organik satu sama lainnya. Kedua, berbeda dengan metafisika, dalam konsepsi dialektika berpendapat bahwa alam bukanlah satu keadaan yang statis namun realitas yang terus menerus bergerak dan berubah, rontok, mati dan tumbuh kembali. Ketiga, dialektika juga menerangkan proses perkembangan bukanlah suatu proses pertumbuhan yang sederhana, dimana perubahan-perubahan kuantitatif akan menuju perkembangan yang terbuka kea rah perubahan yang kualitatif. Tafsiran dalam perubahan ini adalah bahwa dalam dialektika proses perkembangan tidak boleh diartikan sebagai gerak dalam lingkaran atau sebagai ulangan biasa dari apa yang sudah terjadi, melainkan sebagai peralihan keadaan kuantitatif yang lama menuju kualitatif yang baru (Prabowo, 2002:71-72).
2.2 Asumsi yang Mendasari Teori Karl Max
            Teori konflik yang berakar dari Marx dibangun atas dasar asumsi-asumsi bahwa (a) Perubahan merupakan gejala yang melekat pada setiap mayarakat, (b) Konflik adalah gejala yang selalu melekat di dalam setiap masyarakat, (c) Setiap unsur dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasi di atas penguasaan atau dominasi yang dilakukan oleh sejumlah orang terhadap sejumlah orang lainnya.
            Dari asumsi dasar itu teori konflik kemudian mengajukan proposisi yang dapat dielaborasi menjadi sebuah strategi konflik yang dapat digambarkan sebagai berikut bahwa:
(1) Kehidupan sosial pada dasarnya merupakan arena konflik diantara dan didalam kelompok-kelompok yang bertentangan, (2) Sumber-sumber daya ekonomi dan kekuasaan politik merupakan hal yang penting yang diperebutkan oleh berbagai kelompok, (3) Akibat tipikal dari konflik itu memunculkan pembagian masyarakat menjadi kelompok determinan secara ekonomi dan kelompok yang tersubordinasi, (4) Pola-pola sosial dasar suatu masyarakat sangat ditentukan oleh pengaruh sosial dari kelompok yang secara ekonomi meruypakan kelompokyang determinan, (5) Kelompok dan konflik sosial didalam dan iantara berbagai masyarakat melahirkan kekuatan-kekuatan yang menggerakkan perubahan sosial, (6) Karena konflik merupan cirri dasar kehidupan sosial, maka perubahan sosial menjadi hal yang umum dan sering terjadi (Prabowo,2002:153)
            Masyarakat menurut Marx terdiri atas kekuatan yang mendorong perubahan sosial sebagai konsekuensi dan ketegangan dan perjuangan hidup. Perjuangan dan bukannya perkembangan damai merupakan mesin perubahan kearah kemajuan; konflik adalah induk segala-galanya; oleh karenanya konflik sosial merupakan inti dari proses sejarah. Menurut Marx kekuatan motivasi dalam sejarah adalah hal-hal yang menempatkan manusia berhubungan dengan orang lain dalam perjuangan terus menerus untuk memenangkan pertarungannya dengan alam. Awal gerakan sejarah itu sendiri adalah produksi material, sebagai tindakan sejarah yang senyatanya dan merupakan landasan utama dari seluruh proses sejarah. Persoalan penemuan hajat makan dan minum, tempat tinggal dan pakaian merupakan tujuan utama kehidupan manusia. Akan tetapi perjuangan manusia menundukkan alam bukan berhenti ketika kebutuhan itu sudah terpenuhi. Manusia merupakan binatang yang tidak pernah puas. Ketika kebutuhan primer telah tercukupi, maka manusia kemudian terdorong untuk memunculkan kebutuhan baru, dan pemenuhan kebutuhan baru itu kemudian menjadi titik awal gerakan sejarah. Kebutuhan baru terus berkembang, ketika sarana-sarananya terpenuhi dan memungkinkannya untuk menutup kebutuhan-kebutuhan yang terdahulu.
            Dalam rangka memenuhi kepentingannya, baik dalam kaitannya dengan kebutuhan primer maupun sekunder, manusia berhadapan dengan antagonism begitu ia meninggalkan pola hidup primitive dan komunalnya. Segera setelah muncul pembagian kerja dalam masyarakat manusia, maka pembagian itu akan melempar manusia kedalam formasi antagonism. Klas., sebagai aktor utama dalam drama kehidupan menyejarah. Manusia terlempar dalam relatifitas sejarah. Dalam priode sejarah tertentu manusia pekerja berhadapan dengan pemilik tanah, tetapi di dalam episode lain bisa berhadapan dengan pemilik modal. Manusia adalah produk sejarah yang terus berubah (Ramly, 2000: 38).
Perubahan sistem sosial tidak bisa dijelaskan atas dasar faktor-faktor ekstra sosial seperti geografi atau cuaca., karena faktor-faktor itu bersifat konstan dalam proses perubahan sejarah. Perubahan itu juga tidak bisa dijelaskan dengan mengacu kepada munculnya serangkaian ide. Penerimaan genesis dan idea mat tergantung kepada sesuatu yang bukan ide. Ide bukan pendorong utama. Ide tidak lebih sebagai refleksi, langsung atau sublimasi dari kepentingan material yang menyebabkan manusia musti berhubungan dan berhadapan dengan orang lain.
            Marx mengikuti Montesquieu dan juga Hegel, yang membawanya untuk pedulu terhadap pandangan bahwa masyarakat merupakan satu kesatuan menyeluruh. Pendekatan hollistik inilah seperti yang dikemukakan Ritzer (1983) menjadikan pikiran yang mendasarkan kepada aliran Marxian ini masuk menjadi bagian dari paradigm fakta sosial bersama-sam dengan aliran fungsional struktura. Paradigma fakta sosial, sebuah perspektif yang menaruh perhatian kepada pandangan masyarakat bukan sebagai agregat individu melainkan sebagai sebuah keseluruhan, dan ia adalah sebuah realitas yang dapat diobservasi dan diukur. Karena itu, teori-teori konflik banyak yang menggunakan metode kuantitatif. Dengan menggunakan unit analisis pertentangan antara kelas, maka perspektif Marx ini lebih banyak beroperasi dalam ranah makro obyektif (Prabowo,2002:155).














BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Karl Max dipengaruhi oleh sejumlah aliran pemikiran filsafat yang berkembang pada saat itu. Karl Max sangat tertarik dengan pemikiran besar seperti idealisme spiritualistik dan dialektika yang dikembangkan hegel, sejak ia dikenal sebagai Marx muda, yakni Marx sebelum dikenal sebagai seorang Marxist. Di lain pihak juga dipengaruhi fikiran-fikiran Materialisme dari Feurbach, terutama setelah Karl Marx dikenal sebagai seorang Marxist.
            Teori konflik yang berakar dari Marx dibangun atas dasar asumsi-asumsi bahwa (a) Perubahan merupakan gejala yang melekat pada setiap mayarakat, (b) Konflik adalah gejala yang selalu melekat di dalam setiap masyarakat, (c) Setiap unsur dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasi di atas penguasaan atau dominasi yang dilakukan oleh sejumlah orang terhadap sejumlah orang lainnya.
            Perubahan sistem sosial tidak bisa dijelaskan atas dasar faktor-faktor ekstra sosial seperti geografi atau cuaca., karena faktor-faktor itu bersifat konstan dalam proses perubahan sejarah. Perubahan itu juga tidak bisa dijelaskan dengan mengacu kepada munculnya serangkaian ide. Penerimaan genesis dan idea mat tergantung kepada sesuatu yang bukan ide. Ide bukan pendorong utama. Ide tidak lebih sebagai refleksi, langsung atau sublimasi dari kepentingan material yang menyebabkan manusia musti berhubungan dan berhadapan dengan orang lain.
3.2 Saran
            Sebagai mahasiswa sebaiknya mempelajari, memahami dan merenungkan tentang pemikiran Karl Marx sebagai bahan untuk menjalani kehidupan sehari-hari.



DAFTAR RUJUKAN
Prabowo, Hary.2002.Perspektif Marxisme.Yogyakarta:Jendela.
Ramly, Andi Muawiyah.2000.Peta Pemikiran Karl Marx (Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis).Yogyakarta:LkiS.
Zainuddin, Maliki.2012.Rekonstruksi Teori Sosial Modern.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Zazuli, Mohammad.2009.60 Tokoh Dunia Sepanjang Masa.Yogyakarta:NARASI.



No comments:

Post a Comment