Pengembangan dan Usaha Meubel Kota
Pasuruan 1973
Latar
belakang
Pada umumnya dalam menjalankan usahanya, kondisi industri rumah
tangga, industri kecil dan menengah di Indonesia ini tengah menghadapi
persaingan dari berbagai pihak. Tidak hanya dengan sesama industriawan yang
mempunyai skala yang sama tetapi juga dengan pengusaha-pengusaha besar. Bahkan
dengan diberlakukannya Association South East Asian Nation
Free Trade Area (AFTA)
pada awal tahun 2003 sebagai persiapan untuk menuju pada era pasar global pada
tahun 2020 bagi Negara berkembang, tingkat persaingan yang mereka hadapi akan
menjadi semakin berat dengan makin mudahnya produk-produk buatan Negara-negara
asing untuk beredar di Indonesia. Karena konsekuensi bagi Negara-negara yang
turut serta menandatangani kesepakatan tersebut, harus menghilangkan
hambatan-hambatan perdagangan diantara mereka. Konkritnya hambatan non-tarif
harus dihilangkan, serta tarif atau pajak impor yang terlalu tinggi harus
diturunkan bahkan dihapus (Suwandi, dalam kompas 17 februari 2003).
Pada dasarnya persaingan dalam suatu industri tidak hanya disebabkan
oleh adanya pesaing-pesaing yang ada, namun ada beberapa kekuatan lain yang
turut membantu struktur persaingan. Kekuatan-kekuatan tersebut, yaitu ancaman
pendatang baru, pesaing yang ada, adanya produk pengganti (substitution), besarnya kekuatan
tawar-menawar pembeli dan kekuatan tawar-menawar pemasok. Sebagai contoh, suatu
perusahaan dengan posisi pasar yang sangat kuat dalam industri dimana tidak ada
ancaman pendatang baru akan mendapatkan laba yang rendah apabila berhadapan
dengan produk pengganti yang lebih murah dan berkualitas. Contoh ekstrim dari
intensitas persaingan adalah industri yang dinamakan industri persaingan
sempurna, dimana pendatang baru dapat masuk dengan bebas, perusahaan yang ada
tidak mempunyai daya tawar menawar yang baik terhadap pemasok dan pelanggan,
serta persaingan menjadi tidak terkendali karena sejumlah besar perusahaan dan
produk yang ada serupa (Porter, 1992:6). Lemahnya posisi perusahaan dalam
lingkungan industrinya dapat menimbulkan kesulitan dalam memasarkan produk
dengan harga dan kualitas yang sesuai, hal ini seperti yang dialami oleh
industri kerajinan mebel di Pasuruan. Kekuatan-kekuatan yang paling besar dalam
persaingan industri akan menentukan serta menjadi sangat penting dari sudut
pandang perumusan strategi (Porter,1992:6) hal tersebut pada akhirnya juga akan
menentukan kegiatan yang perlu bagi suatu perusahaan untuk berprestasi, seperti
inovasi, budaya yang kohesif atau implementasi strategi pemasaran yang baik.
Akan tetapi, faktor-faktor persaingan tersebut dapat juga menjadi sumber
kegagalan apabila perusahaan tidak berhasil mengatasi kekuatan-kekuatan
persaingan yang ada dalam industri tersebut. Hal yang sama juga dapat terjadi
pada pengusaha-pengusaha berskala industri rumah tangga, industri kecil dan
menengah yang ada di sentra kerajinan mebel di kelurahan Bukir, Kecamatan
Gadingrejo Kota Pasuruan. Apabila para pelaku usaha yang ada tidak dapat
mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi tantangan persaingan ini, maka
dikhawatirkan produk-produk mereka tidak akan mampu bertahan dalam menghadapi
persaingan dengan produk lain, sehingga akan berdampak pada kelangsungan usaha
mereka di masa yang akan datang. Akan terus mempertahankan dan mengembangkan
eksistensinya sebagai salah satu sentra yang diunggulkan untuk mencerminkan
citra kota pasuruan sebagai kota industri, atau akan makin tenggelam dan
menghilang di tengah-tengah ketatnya persaingan. Oleh karena itu, menarik untuk
dikaji secara mendalam industri tersebut dan pengaruhnya terhadap strategi
pemasaran pada industri rumah tangga, kecil dan menengah di sentra kerajinan
mebel tersebut.
Ingat mebel
ukir, langsung ingat Jepara, sebuah kabupaten di Jawa Tengah yang terkenal
sebagai sentra mebel jati ukir. Namun, banyak yang belum mengetahui bahwa di
Desa Bukir di pinggir Kota Pasuruan, Jawa Timur, juga ditemukan sentra
kerajinan serupa.Cobalah pergi ke sana pada hari Jumat dan Sabtu. Jalan yang
juga berfungsi sebagai jalur utama Pasuruan–Surabaya itu akan sangat macet,
dipenuhi truk-truk, pikap, becak hingga andong pengangkut mebel. Para penjual
atau pembeli sudah mengerti, hari-hari tersebut merupakan hari transaksi. Di
jalan itu orang menjual dan membeli mebel kayu jati setengah jadi atau mebel
yang belum mendapat sentuhan akhir (finishing) sepenuhnya buatan warga
setempat. Para pembeli yang datang umumnya berasal dari daerah di Jatim
sendiri. Mustawar, pedagang mebel asal Kediri yang biasa kulakan di Bukir
seminggu sekali mengatakan, meskipun memiliki bengkel mebel sendiri, dia lebih
suka membeli mebel dalam partai besar di Bukir. “Di sini bebas memilih dan
harganya lebih murah,” katanya sambil memilih-milih mebel yang akan ia beli.
Itulah potret kawasan mebel Bukir, Pasuruan. Menurut Nur Hasan (45), perajin
asal Desa Tidu, Pasuruan, kawasan itu mulai berkembang sejak tahun 1973. Pada
awalnya, sentra itu terletak di Jalan Jawa di salah satu sudut Kota Pasuruan.
Namun, seiring dengan semakin banyaknya pedagang dan perajin yang berkumpul di
sana, pemerintah kabupaten berpikir untuk memindahkan sentra perdagangan mebel
itu di Jalan Gatot Subroto dan membangun Pasar Mebel Bukir. Lebih jauh Nur
menjelaskan, bukan suatu hal yang mengejutkan lagi kalau produk industri
rumahan yang dikenal dengan model antikan, seperti mebel Bukir itu banyak
melibatkan tenaga kerja lokal. Mulai dari perajin hingga tukang pelitur. Mebel
yang diperdagangkan umumnya dibuat di rumah-rumah penduduk dan sudah merupakan
usaha turun-temurun.
II. Rumusan
masalah
1. Apa saja usaha yang yang ada selain industri
rumahan ?
2. bagaimana penyebaran industri ke pelosok – pelosok
desa ?
III. Heuristik
Untuk mengetahui UKM yang ada di industri mebel di Pasuruan yang
pada tahun itu sangatlah pesat dari perekonomian penduduk yang amat banyak di
Kota Pasuruan. Tetapi sekarang banyak mebel-mebel yang gulung tikar akibat
pendatang-pendatang baru di Kota Pasuruan. Menyebabkan pemasokan dan
persangiangan sangat kuat antara para pengrajin dan para penjual.
·
Buku Pola-pola exploitasi
terhadap usaha kecil; yayasan AKATIGA 2003
Dokumen ini merupakan kajian terhadap sentra industri di kabupaten
Pasuruan yang menkhusskan diri pada produksi mebel untuk dipasarkan di negeri.
Saya mengambil kesimpulan dari ciri-ciri utama pada dinamika yang terjadi
berbagai perusahan di Pasuruan dengan menggunakan analisis kuantitatif terhadap
alur yang terjadi antara perusahaan-perusahaan tersebut dan dengan pasar di
tempat lain.
·
Atlas industry mebel kayu di
Jepara, Indonesia; Cirad dan Cifor, diterbitkan 2007
IV. Kritik
Kritik
sumber dilakukan untuk menentukan otensitas dan kredibiltas sumber sejarah.
Sebab tidak semua sumber sejarah tidak digunakan dalam penulisan, hal yang
harus dikritisi ialah otensitas
dan kredibilitas sumber. Mengenai
kritik sumber tersebut maka penulis membagi menjadi 2 bagian, yaitu kritik
intern dan kritik ekstern
untuk membedakan sejarah dan sumber yang ada.
·
Kritik
ekstern
Kritik
ekstern digunakan untuk memperoleh keaslian sumber. Pada sumber-sumber tersebut
pengarang buku atapun pembuat website dapat dimenegerti memiliki sebuah
keinginan untuk mengabadikan peran atau mendokumentasikan pengembangan usaha di Pasuruan 1973. Buku berpengaruh
dalam sumber-sumber yang ada, saya mengutip buku pada tahun 2007 yang
diantaranya:
Pada
gambar di atas kondisi buku yang saya kutip sangatlah bagus dikarenakan buku
ini masih pengeluaran pada sekitar tahun 2007. Kemungkinan buku sejarah mebel
yang di terbitkan sekitar tahun 2007 sangatlah bagus akan tetapi sangatlah
telat bagi para penikmat buku ddi bawah tahun 2007.
·
Kritik
intern
Kritik
Intern pada sumber tertulis dilakukan dengan jalan membandingkan antara satu
sumber dengan sumber yang lain.
Sayangnya saya sebagai pembanding tidak bisa menemukan bukti yang lebih otentik
dari kritik intern ini, dikarenakan tidak ada satupun gambar yang bisa
dibuktikan.
V. Interpretasi
Data yang saya peroleh dari buku maupun website
sangatlah tepat dan mudah dikarenakan sumber yang ada berpihak pada satu
sejarah, maka saya berpendapat bahwa buku yang saya kutip menimbulkan
dampak-dampak yang buruk maupun baik untuk mengetahui seberapa penting buku
yang saya baca, kemungkinan. Kedua buku diterangkan bahwa persebaran ke
plosok-plosok desa sangaatlah tidak mudah, memerlukan transportasi seperti dokar
untuk bisa memperkenalkan mebel lebih dari itu. Dampak terhadap mebel juga
sangat besar persainganya, dikarenakan banyaknya pendatang yang mulai menjajal
usaha mebel kecil-kecilan yang menyebabkan persaingan yang sangat padat
diantaranya.
VI. Historiografi
Pada
bagian historiografi penggambaran yang dilakukan oleh penulis ialah
deskriptif-analitis. Sehingga hasil yang didapatkan akan menghasilkan sebuah
cerita atau fakta sejarah yang menghasilkan sebuah karya yang berdasarkan
kronologis serta terdapat fakta kausal, fakta peristiwa, dan fakta akibat. Melainkan juga kita bisa mengambil baik dari sejarah
mebel ini, dikarenakan banyak kelebiahan yang bisa kita ungkap dari sejarah
ini.
VII. Daftar rujukan
Abdurachman, Ujianto, ( 2004 ), “ Analisis Faktor – Faktor Yang Menimbulkan Kecenderungan Minat Beli”,
Jurnal Sains Pemasaran Indonesia, volume I no 2, September 2002.
A. Alatas, Fahmi. Dr. 1997. Bersama TV Merenda Wajah Bangsa. Yayasan Pengkajian Komunikasi Masa
Depan : Jakarta
AA. Anwar Prabu Mangkunegara, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, cetakan pertama, PT.
Remaja Rosdakarya, Bandung.
No comments:
Post a Comment