Thursday 24 September 2015

Pengembangan dan Usaha Meubel Kota Pasuruan 1973



Pengembangan dan Usaha Meubel Kota Pasuruan 1973
Latar belakang
Pada umumnya dalam menjalankan usahanya, kondisi industri rumah tangga, industri kecil dan menengah di Indonesia ini tengah menghadapi persaingan dari berbagai pihak. Tidak hanya dengan sesama industriawan yang mempunyai skala yang sama tetapi juga dengan pengusaha-pengusaha besar. Bahkan dengan diberlakukannya Association South East Asian Nation Free Trade Area (AFTA) pada awal tahun 2003 sebagai persiapan untuk menuju pada era pasar global pada tahun 2020 bagi Negara berkembang, tingkat persaingan yang mereka hadapi akan menjadi semakin berat dengan makin mudahnya produk-produk buatan Negara-negara asing untuk beredar di Indonesia. Karena konsekuensi bagi Negara-negara yang turut serta menandatangani kesepakatan tersebut, harus menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan diantara mereka. Konkritnya hambatan non-tarif harus dihilangkan, serta tarif atau pajak impor yang terlalu tinggi harus diturunkan bahkan dihapus (Suwandi, dalam kompas 17 februari 2003).

Pada dasarnya persaingan dalam suatu industri tidak hanya disebabkan oleh adanya pesaing-pesaing yang ada, namun ada beberapa kekuatan lain yang turut membantu struktur persaingan. Kekuatan-kekuatan tersebut, yaitu ancaman pendatang baru, pesaing yang ada, adanya produk pengganti (substitution), besarnya kekuatan tawar-menawar pembeli dan kekuatan tawar-menawar pemasok. Sebagai contoh, suatu perusahaan dengan posisi pasar yang sangat kuat dalam industri dimana tidak ada ancaman pendatang baru akan mendapatkan laba yang rendah apabila berhadapan dengan produk pengganti yang lebih murah dan berkualitas. Contoh ekstrim dari intensitas persaingan adalah industri yang dinamakan industri persaingan sempurna, dimana pendatang baru dapat masuk dengan bebas, perusahaan yang ada tidak mempunyai daya tawar menawar yang baik terhadap pemasok dan pelanggan, serta persaingan menjadi tidak terkendali karena sejumlah besar perusahaan dan produk yang ada serupa (Porter, 1992:6). Lemahnya posisi perusahaan dalam lingkungan industrinya dapat menimbulkan kesulitan dalam memasarkan produk dengan harga dan kualitas yang sesuai, hal ini seperti yang dialami oleh industri kerajinan mebel di Pasuruan. Kekuatan-kekuatan yang paling besar dalam persaingan industri akan menentukan serta menjadi sangat penting dari sudut pandang perumusan strategi (Porter,1992:6) hal tersebut pada akhirnya juga akan menentukan kegiatan yang perlu bagi suatu perusahaan untuk berprestasi, seperti inovasi, budaya yang kohesif atau implementasi strategi pemasaran yang baik. Akan tetapi, faktor-faktor persaingan tersebut dapat juga menjadi sumber kegagalan apabila perusahaan tidak berhasil mengatasi kekuatan-kekuatan persaingan yang ada dalam industri tersebut. Hal yang sama juga dapat terjadi pada pengusaha-pengusaha berskala industri rumah tangga, industri kecil dan menengah yang ada di sentra kerajinan mebel di kelurahan Bukir, Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan. Apabila para pelaku usaha yang ada tidak dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi tantangan persaingan ini, maka dikhawatirkan produk-produk mereka tidak akan mampu bertahan dalam menghadapi persaingan dengan produk lain, sehingga akan berdampak pada kelangsungan usaha mereka di masa yang akan datang. Akan terus mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya sebagai salah satu sentra yang diunggulkan untuk mencerminkan citra kota pasuruan sebagai kota industri, atau akan makin tenggelam dan menghilang di tengah-tengah ketatnya persaingan. Oleh karena itu, menarik untuk dikaji secara mendalam industri tersebut dan pengaruhnya terhadap strategi pemasaran pada industri rumah tangga, kecil dan menengah di sentra kerajinan mebel tersebut.

Ingat mebel ukir, langsung ingat Jepara, sebuah kabupaten di Jawa Tengah yang terkenal sebagai sentra mebel jati ukir. Namun, banyak yang belum mengetahui bahwa di Desa Bukir di pinggir Kota Pasuruan, Jawa Timur, juga ditemukan sentra kerajinan serupa.Cobalah pergi ke sana pada hari Jumat dan Sabtu. Jalan yang juga berfungsi sebagai jalur utama Pasuruan–Surabaya itu akan sangat macet, dipenuhi truk-truk, pikap, becak hingga andong pengangkut mebel. Para penjual atau pembeli sudah mengerti, hari-hari tersebut merupakan hari transaksi. Di jalan itu orang menjual dan membeli mebel kayu jati setengah jadi atau mebel yang belum mendapat sentuhan akhir (finishing) sepenuhnya buatan warga setempat. Para pembeli yang datang umumnya berasal dari daerah di Jatim sendiri. Mustawar, pedagang mebel asal Kediri yang biasa kulakan di Bukir seminggu sekali mengatakan, meskipun memiliki bengkel mebel sendiri, dia lebih suka membeli mebel dalam partai besar di Bukir. “Di sini bebas memilih dan harganya lebih murah,” katanya sambil memilih-milih mebel yang akan ia beli. Itulah potret kawasan mebel Bukir, Pasuruan. Menurut Nur Hasan (45), perajin asal Desa Tidu, Pasuruan, kawasan itu mulai berkembang sejak tahun 1973. Pada awalnya, sentra itu terletak di Jalan Jawa di salah satu sudut Kota Pasuruan. Namun, seiring dengan semakin banyaknya pedagang dan perajin yang berkumpul di sana, pemerintah kabupaten berpikir untuk memindahkan sentra perdagangan mebel itu di Jalan Gatot Subroto dan membangun Pasar Mebel Bukir. Lebih jauh Nur menjelaskan, bukan suatu hal yang mengejutkan lagi kalau produk industri rumahan yang dikenal dengan model antikan, seperti mebel Bukir itu banyak melibatkan tenaga kerja lokal. Mulai dari perajin hingga tukang pelitur. Mebel yang diperdagangkan umumnya dibuat di rumah-rumah penduduk dan sudah merupakan usaha turun-temurun.


II.        Rumusan masalah
1. Apa saja usaha yang yang ada selain industri rumahan  ?
2. bagaimana penyebaran industri ke pelosok – pelosok desa ?

III.       Heuristik

Untuk mengetahui UKM yang ada di industri mebel di Pasuruan yang pada tahun itu sangatlah pesat dari perekonomian penduduk yang amat banyak di Kota Pasuruan. Tetapi sekarang banyak mebel-mebel yang gulung tikar akibat pendatang-pendatang baru di Kota Pasuruan. Menyebabkan pemasokan dan persangiangan sangat kuat antara para pengrajin dan para penjual.
·         Buku Pola-pola exploitasi terhadap usaha kecil; yayasan AKATIGA 2003

Dokumen ini merupakan kajian terhadap sentra industri di kabupaten Pasuruan yang menkhusskan diri pada produksi mebel untuk dipasarkan di negeri. Saya mengambil kesimpulan dari ciri-ciri utama pada dinamika yang terjadi berbagai perusahan di Pasuruan dengan menggunakan analisis kuantitatif terhadap alur yang terjadi antara perusahaan-perusahaan tersebut dan dengan pasar di tempat lain.
·         Atlas industry mebel kayu di Jepara, Indonesia; Cirad dan Cifor, diterbitkan 2007
IV.       Kritik
Kritik sumber dilakukan untuk menentukan otensitas dan kredibiltas sumber sejarah. Sebab tidak semua sumber sejarah tidak digunakan dalam penulisan, hal yang harus dikritisi ialah otensitas dan kredibilitas sumber. Mengenai kritik sumber tersebut maka penulis membagi menjadi 2 bagian, yaitu kritik intern dan kritik ekstern untuk membedakan sejarah dan sumber yang ada.
·         Kritik ekstern
Kritik ekstern digunakan untuk memperoleh keaslian sumber. Pada sumber-sumber tersebut pengarang buku atapun pembuat website dapat dimenegerti memiliki sebuah keinginan untuk mengabadikan peran atau mendokumentasikan pengembangan usaha di Pasuruan 1973. Buku berpengaruh dalam sumber-sumber yang ada, saya mengutip buku pada tahun 2007 yang diantaranya:


  
            Pada gambar di atas kondisi buku yang saya kutip sangatlah bagus dikarenakan buku ini masih pengeluaran pada sekitar tahun 2007. Kemungkinan buku sejarah mebel yang di terbitkan sekitar tahun 2007 sangatlah bagus akan tetapi sangatlah telat bagi para penikmat buku ddi bawah tahun 2007.

·         Kritik intern
Kritik Intern pada sumber tertulis dilakukan dengan jalan membandingkan antara satu sumber dengan sumber yang lain. Sayangnya saya sebagai pembanding tidak bisa menemukan bukti yang lebih otentik dari kritik intern ini, dikarenakan tidak ada satupun gambar yang bisa dibuktikan.

V.        Interpretasi
Data yang saya peroleh dari buku maupun website sangatlah tepat dan mudah dikarenakan sumber yang ada berpihak pada satu sejarah, maka saya berpendapat bahwa buku yang saya kutip menimbulkan dampak-dampak yang buruk maupun baik untuk mengetahui seberapa penting buku yang saya baca, kemungkinan. Kedua buku diterangkan bahwa persebaran ke plosok-plosok desa sangaatlah tidak mudah, memerlukan transportasi seperti dokar untuk bisa memperkenalkan mebel lebih dari itu. Dampak terhadap mebel juga sangat besar persainganya, dikarenakan banyaknya pendatang yang mulai menjajal usaha mebel kecil-kecilan yang menyebabkan persaingan yang sangat padat diantaranya.
VI.       Historiografi
Pada bagian historiografi penggambaran yang dilakukan oleh penulis ialah deskriptif-analitis. Sehingga hasil yang didapatkan akan menghasilkan sebuah cerita atau fakta sejarah yang menghasilkan sebuah karya yang berdasarkan kronologis serta terdapat fakta kausal, fakta peristiwa, dan fakta akibat. Melainkan juga kita bisa mengambil baik dari sejarah mebel ini, dikarenakan banyak kelebiahan yang bisa kita ungkap dari sejarah ini.
VII.     Daftar rujukan
Abdurachman, Ujianto, ( 2004 ), “ Analisis Faktor – Faktor Yang Menimbulkan Kecenderungan Minat Beli”, Jurnal Sains Pemasaran Indonesia, volume I no 2, September 2002.
A. Alatas, Fahmi. Dr. 1997. Bersama TV Merenda Wajah Bangsa. Yayasan Pengkajian Komunikasi Masa Depan : Jakarta
AA. Anwar Prabu Mangkunegara, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, cetakan pertama, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.





No comments:

Post a Comment