Thursday 24 September 2015

Makalah Candi Kidal Tumpang, Malang



TUGAS

Untuk memenuhi tugas matakuliah
Geohistori
Yang dibina oleh Bapak Blasius Suprapto, Drs. M.Hum


Oleh

Muhamad Sufyan
120732436485










UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
MEI 2014







BAB I
PENDAHULUAN

     A. LATAR BELAKANG

Kerajaan Singhasari yang terletak di daerah Tumapel pertama kali dikuasai oleh Ken Angrok. Sebelumnya ken Angrok telah merebut kekuasaan Tunggul Ametung dari Tumapel dengan cara membunuhnya.

Pada masa akhir kerajaan Kadiri, daerah Tumapel yang terletak di sebelah timur Gunung Kawi merupakan sebuah daerah yang dikepalai oleh seorangakuwu bernama Tunggul Ametung. Daerah Tumapel ini termasuk ke dalam wilayah kekuasaan raja Kertajaya (Dandhang Gendis) dari Daha Daha (Kadiri). Kedudukannya sebagai akuwu di Tumapel kemudian berakhir setelah ia dibunuh oleh Ken Angrok. Sepeninggal Tunggul Ametung, Ken Angrok lah yang menjadi penguasa di Tumapel.
Kemunculan tokoh Ken Angrok ini kemudian menandai munculnya satu wangsa baru, yaitu wangsa Rajasa (Rajasawangsa) atau wangsa Girindra (Girindrawangsa). Wangsa inilah yang berkuasa di kerajaan Singhasari dan Majapahit (Soedjono, 2010:421).
Berawal dari kepemimppinan Ken Angrok, kemudian kerajaan Singhasari berakhir pada masa pemerintahan Kertanegara yang gugur dalam penyerangan Jayakatwang dari Kadiri. “ … pasukan Jayakatwang yang menyerang dari arah selatan menyerbu ke keraton, dan dapat membunuh raja Kertanegara …” (Soedjono, 2010:421).

Menurut Munandar (2010:1) “istilah ‘candi’ umumnya hanya dikenal di pulau Jawa saja. Walaupun demikian, di beberapa daerah di luar Jawa yang pernah mendapat pengaruh kebudayaan jawa, istilah candi juga dikenal sebagai nama bangunan Jawa kuna dari zaman Hindu Buddha di Nusantara”. Dari kerajaan Singhasari banyak diketemukan peninggalan berupa bangunan candi, diantaranya adalah candi Singosari, candi Jago, candi Kidal, candi Sumber Awan, dan candi Jawi. Candi-candi tersebut ditemukan tidak jauh dari wilayah kota Malang, lebih tepatnya berada dalam kabupaten Malang.
Candi Singosari ditemukan di kecamatan Singosari Kab. Malang, pertama kali ditemukan di tengah hutan dan tidak melalui penggalian atau ekskavasi, hal tersebut dituturkan oleh
juru kunci candi Kidal. Candi Jago terletak di Kec. Tumpang, Kab. Malang, namun hingga saat ini candi tersebut belum dapat direkonstruksi secara utuh. Masih di Kec. Tumpang, tepatnya di Desa Kidalrejo ditemukan bangunan candi Kidal, saat ini candi tersebut terletak di tengah-tengah permukiman warga. Adapun candi sumber Awan yang berbentuk stupa terdapat si Kec. Singosari Kab. Malang, saat ini candi Sumber Awan dikelilingi oleh hutan pinus dan taman yang indah. Tak jauh dari candi Singosari juga terdapat sebuah arca yakni arca Dwarapala. Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai candi Kidal yang merupakan salah satu dari bangunan peninggalan kerajaan Singhasari.

B. Deskripsi candi
http://i1114.photobucket.com/albums/k525/abang-xp/Candi-Cidal_bacabang.jpg
            Bentuk dari Candi Kidal merupakan bentuk dari bangunan masa Jawa Timur yang berkembang  pada abad XII-XIII M. karena bangunan yang berkembang pada abad VIII-X M yang didominasi oleh bangunan-bangunan candi di Jawa Tengah, bentuknya tidak seperti itu. Bangunan masa candi Jawa Tengah cenderung gemuk dan buntak (tambun), sedangkan bangunan candi masa Jawa Timur berbentuk ramping dan tinggi.
            Denah alas atau batur candinya hampir mengarah ke bujur sangkar, berukuran panjang 10,8 m, lebar 8,36 m. tinggi bangunan sekarang 12,26 m. tinggi yang sebenarnya menurut rekonstruksi di atas kertas 17 m.
            Berdasarkan sisa-sisa bangunan yang terdapat di sekitar halaman, Candi Kidal memiliki pagar keliling dari batu dengan denah halaman jampir bujur sangkar. Halanan ini merupakan halaman pusat, karena sebuah percandian umumnya memiliki 3 tingkatan bangunan. Namun sejauh ini untuk Candi Kidal belum ditemukan indikasi adanya halaman yang ke 2 (tengah) dan ke 3 (luar).
            Bangunan candinya terbuat dari batu andesit dengan pola pasang tidak beraturan/acak. Dahulu di depan cani terdapat sebuah bangunan tembok tepat di depan tangga pintu masuk ke ruang candi, sehingga posisinya menutupi tangga pintu masuk tersebut. Bagian pondasi dari tembok pagar ini sekarang masih ada. Fungsi dari tembok itu diduga sebagai ‘kelir’ atau ‘aling-aling’ dari bangunan candinya. Maksud dari kelir atau aling-aling tersebut secara magis adalah sebagai penangkal atau penolak dari kekuatan gaib yang bersifat negative/jahat. Dengan demikian tembok kelir atau aling-aing tersebut memiliki fungsi magis, yaitu magis perlindungan (protektif).
http://i1114.photobucket.com/albums/k525/abang-xp/Gunung_meru_bacabang.jpg
            Struktur bangunan candi baik candi Hindu maupun Candi Budha mengacu kepada gambaran gunung suci, yaitu Meru. Menurut mitologi Hindu Budha bahwa alam semesta atau jagat raya ini berpusat pada gunung Meru yang merupakan tempat tinggal para dewa. Oleh karena itu candi-candi dibangun sebagai usaha untuk menciptakan gunung Meru tiruan. Dengan demikian struktur bangunan candi harus sesuai dengan struktur Meru, yaitu ada kaki, lereng/badang, dan puncak. Karena sebuah gunung mengandung unsur flora dan fauna, maka hiasan-hiasan pada dinding candi juga mengandung unsur flora dan fauna. Disamping itu dihias dengan makhluk-makhuk ajaib penghuni sorga. Semuanya itu untuk menegaskan bahwa candi merupakan gambaran dari Meru tempat tinggal dewa.
Bangunan candi Kidal berbentuk khas bangunan candi Jawa Timur, dengan bentuk yang ramping dan tinggi. Suwardono (2010:10) denah alas atau batur candinya hampir mengarah ke bujur sangkar, berukuran panjang 10,8 m, lebar 8,36 m tinggi bangunan sekarang 12,26 m. Tinggi yang sebenarnya menurut rekostrukai di atas kertas adalah 17 m.
Berdasarkan struktur bangunannya, candi Kidal dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
      1.      Bhurloka (bagian kaki)
Pada kaki candi yang berbentuk persegi panjang terdapat anak tangga dengan lengkungna menyerupai kepala naga. Suwardono (2010:12) kepala naga atau ular bermahkotadalam mitologi Hindu dihubungkan dengan alam bawah yaitu air, tanah atau wanita. Di dalam mitos kesuburan, ular dianggap sebagai kekuatan hidup dan pelindung utama dari segala kekayaan yang terkandung di dalam tanah maupun air.
Ada pula motif hiasan berbentuk seperti singa dank kera pada keempat bagian sudut kaki candi, masing-masing berjumlah dua dengan posisi seperti menyangga bagian badan candi. Ada pula fragmen relief Garudeya pada kaki candi. Relief ini digambarkan masing-masing satu pada tiap sisi badan candi. Suwardono (2010:13) fragmen kunci ini dapat diikuti mulai dari kaki candi sisi selatan yang menggambarkan seekor burung garuda sedang menggendong ular-ular. Diceritakan bahwa Garudeya menggantikan ibunya sebagai budak dewi Kadru (ibu para ular). Kemudian pada sisi kaki candi bagian timur menggambarkan Garudeya sedang membawa sebuah guci. Fragmen ini menceritakan bahwa para ular akan membebaskan ibu Garudeya, namun dengan syarat agar mereka dibawakan air amerta, setelah mendapatkan air amerta dari dewa Wisnu, Garudeya membawa guci air amerta untuk ditukarkan dengan ibunya. Fragmen berikutnya menggambarkan Garudeya sedang menggendong ibunya.
      2.      Bwahloka (bagian badan)
Seperti pada candi-candi Hindu pada umumnya, bagian badan candi Kidal terdapat ruang (relung) yang saat ini digunakan sebagai tempat sesaji untuk menghormati Anusapati. Ambang pintu penampil di ukir dengan hiasan dedaunan. … atasnya dihias dengan kepala kala (Suwardono, 2010:23). Kepala kala berbentuk seperti raksasa. Hiasan itu dimaksudkan untuk penolak bala atau penolak kekuatan jahat, pada candi-candi lain juga terdapat hiasan kepala kala, seperti halnya dengan yang terdapat pada candi Singosari.
Terdapat suatu keistimewaan yang terdapat pada dinding sisi utara ini, yaitu adanya hiasan ‘kala-parajita’ pada atas ambang pintu relung. … di atasnya terdapat hiasan semacam lidah api atau trisula. Hiasan ini menurut Bernet Kempers sebagai suatu gambaran dari pohon hayat. Dalam kesenian Jawa Tengah dikenal hiasan pohon hayat ‘kalpataru’, tetapi di Jawa Timur pohon hayat itu lebih dikenal dengan parijata (Suwardono,2010:27).
Kemudian pada sisi Timur candi terdapat relung yang kosong. Dulunya di relung ini berisi arca Ganesya (Suwardono, 2010:27). Pada bangunan-bangunan candi, arca Ganesya digambarkan sebagai manusia berkepala gajah dengan perut buncit. Sikap kakinya seperti dudukbebr sila, bertangan dua, delapan, sepuluh, dua belas, maupun enem belas. Berikutnya relung pada sisi selatan juga kosong tanpa arca. Sebelumnya pada relung ini bersemayam arca Siwa Mahaguru. Adapun anggapan bahwa arca tersebut adalah Resi Agastya. Tanda-tanda dari arca ini digambarkan berwujud seorang pertapa tua dengan rambut disanggul. Namun saat ini arca-arca tersebut berada di Museum Royal Tropical Institute di Amsterdam.
3.      Swahloka (bagian atap)
Bagian atap pada candi Kidal sebagian telah runtuh, terutama pada bagian pundaknya. Bentuk asli puncaknya diduga berbentuk kubus, seperti halnya pada puncak bagian relung yang terdapat pada badan candi. Hiasan yang terdapat di puncak candi antara lain motif “tumpal”, yaiitu hiasan gunung terbalik yang diisi dengan sulur-sulur, motif simbar (antefix), pelipit, serta hiasan berbentuk geometris lainnya (Suwardono, 2010:34).

C. Deskripsi Bentang Alam
Di sekeliling candi terdapat sisa-sisa pondasi dari sebuah tembok keliling yang berhasil digali kembali sebagai hasil pemugaran tahun 1990-an. Terdapat tangga masuk menuju kompleks candi disebelah barat melalui tembok tersebut namun sulit dipastikan apakah memang demikian aslinya. Jika dilihat dari perspektif tanah sekeliling dengan dataran kompleks candi, nampak candi kompleks Kidal agak menjorok kedalam sekitar 1 meter dari permukaan sekarang ini. Apakah dataran candi merupakan permukaan tanah sesungguhnya akibat dari bencana alam seperti banjir atau gunung meletus tidak dapat diketahui dengan pasti.
Dirunut dari usianya, Candi Kidal merupakan candi tertua dari peninggalan candi-candi periode Jawa Timur pasca Jawa Tengah (abad ke-5 – 10 M). Hal ini karena periode Mpu Sindok (abad X M), Airlangga (abad XI M) dan Kediri (abad XII M) sebelumnya tidak meninggalkan sebuah candi, kecuali Candi Belahan (Gempol) dan Jolotundo (Trawas) yang sesungguhnya bukan merupakan candi melainkan petirtaan. Sesungguhnya ada candi yang lebih tua yakni Candi Kagenengan yang menurut versi kitab Nagarakretagama tempat di-dharma-kannya, Ken Arok, ayah tiri Anusapati. Namun sayang candi ini sampai sekarang belum pernah ditemukan.
D. Deskripsi geografi
Letak Candi Kidal berada di desa Rejokidal, kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, sekitar 15 km dari kota Malang. Di sekitar area candi merupakan kawasan pemukiman penduduk. Posisi Candi Kidal sendiri, persis disamping jalan raya antara Tumpang menuju Tajinan, jadi sangat mudah dijangkau 
Secara geografis Candi Kidal berada di lempengan lereng Timur Gunung Buring. Kawasan sekitar candi sudah padat oleh perumahan. Sedangkan daerahnya sendiri merupakan daerah tegalan dengan tanaman kering. Candi Kidal tenggelam di tengah kawasan perumahan. Karena halaman candinya menorok ke dalam sekitar 50 M dari jalan raya.
Gunung Semeru sampai sekarang masih menunjukkan status sebagai gunung berapi. Sebagai daerah yang terletak di lereng gunung berapi, Desa Rejokidal merupakan daerah endapan lahar gunung berapi berwama hitam kecoklat-coklatan yang kini menjadi lahan pertanian yang subur.Di sebelah timur Candi Kidal, yang jaraknya kurang lebih 100 meter, terdapat Sungai Brantas yang mengalir dari utara ke selatan. Di sebelah timur aliran Sungai Brantas ini terdapat sumber air yang oleh penduduk dimanfaatkan untuk pemandian dan mengairi sawah. Daerah sekitar sumber air tersebut letaknya lebih rendah (kurang lebih 10 meter dari halaman candi).
Selain itu, dari tebing di sebelah timur candi keluar rembesan air yang berasal dari tanah endapan yang dimanfaatkan untuk memelihara ikan dalam kolam-kolam kecil. Curah hujan daerah Kidal dan sekitamya dalam 10 tahun terakhir rata-rata berkisar 1832 mili meter tiap tahun dengan lama hujan 114 hari, sedangkan curah hujan yang terbanyak jatuh pada tahun 1984 yakni sebesar 2563 mili meter dengan lama hujan 183 hari. Curah hujan terkecil pada tahun 1976 yaitu sebesar 1167 milimeter dengan lama hujan 61 hari.Di sekitar Candi Kidal terdapat berbagai tumbuhan tanaman keras yang subur seperti pohon duku, sawo, dan rumpun bambu.

E. Pembahasan
            Candi kidal di bangun sebagai bentuk penghormatan atas jasa raja ke-dua dari singhasari yaitu anusapati. Anusapati memerintah selama 20 tahun. Candi kidal secara arsitektur sangat kental dengan budaya jawa timur. Candi kidal memiliki beberapa keistimewaan di banding candi-candi lainya. Candi kidal terbuat dari batu andesit dan disekeliling halaman candi terdapat susunan batu yang berfungsi sebagai pagar.
·         Pembagian struktur candi kidal, adalah sebagai berikut :
Bagian kaki (upapitha)
Bagian ini sering disebut bhorloka. Pada bagian candi dihiasi dengan ornamen-ornamen sedangkan pada bagian pinggir tangga berbentuk melengkung dan berujung dengan kepala naga. Kepala naga dalam metologi hindu sering dihubungkan dengan tanah dan air sedangkan ular disebut sebagai kekuatan hidup dan pelindung utama.
Bagian badan (vimana)
Bagian ini disebut juga bwaahloka yang merupakan gambaran alam dan langit dibagian candi ini tepatnya di relung sebelah kiri pintu berisi arca Mahakala yang digambarkan sebagai dewa siwa diambang pintu terdapat pula ukir-ukiran dengan hiasan daun-daunan dibagian ini juga terdapat kartimuka atau kepala kala yang masyarakat pada umumnya disebut banaspati. Sayangnya pada dinding bagian selatan kosong pada hal dulinya berisi arca Siwa guru gede selai itu ruang candi kidal yang kosong yang didalamnya hanya berisi dupa padahal seharusnya diruang candi kidal tersebut berisi arca siwa yang merupakan perwujudan dari raja anusapati.
Bagian puncak (cikhara)
Bagian puncak candi disebut juga swahloka yang intinya menggambarkan alam suga atau kahyangan para dewa. Dibagian puncak candi berhiaskan motif yang bersifat tumpal atau hiasan gunung terbalik. Selain motif tumpal terdapat juga motif tumbar dan motif pelilit. Puncak candi juga di desain dengan tingkatan-tingkatan yang berbeda.
Atap candi kidal puncaknya tidak runcing melainkan bentuk persegi yang permukaanya luas. Tidak ditemukan hiasan atau stupa pada puncak candi. Sekeliling puncak candi dihiasi dengan ukiran – ukiran bunga dan suluran suluran.

·         
Makna estetika candi kidal
Seperti diketahui candi kidal memiliki beberapa keistimewaan yang
berbeda dengan candi – candi lainnya. Contohnya dalam hal pembacaan relief, pembacaan relief dilakukan secara prasawya (mengirikan candi) hal itu juga yang melatar belakangi pemberian nama candi kidal.
Nilai estetika yang terkandung di bangunan candi kidal tercerminkan dengan adanya beberapa relief yang mengiasi candi kidal.  jika diteliti mengandung suatu cerita yang jalan ceritanya sebagai berikut :
    Sisi selatan : Garuda dalam kekuasaan para naga. Ibu garuda masih dalam    perbudakan sang Kadru ( ibu para naga ).
    Sisi timur : Garuda telah mendapatkan amerta.
·              Sisi utara : Garuda dan ibunya terbebas dari kadru.

Hal itu menunjukan bahwa dalam pembangunan candi tersebut juga terdapat nilai seni yang dominan untuk member nilai estetika dalam candi kidal. Kesenian sendiri timbul setelah keperluan pokok dalam kehidupan manusia yaitu : pangan (makanan), papan (tempat tinggal) dan sandang (pakaian) terpenuhi (Soetjipto,1995 : 6). Itu artinya dalam pembangunan candi tersebut dituangkan nilai estetika atau keindahan karena dalam kepemimpinan raja Anusapati masyarakatnya sudah sejahtera dengan terpenuhinya ketiga unsur pokok tadi.

F. Penutup
            Candi Kidal sebagai peninggalan sejarah dan purbakala merupakan bukti autentik sebagai bentuk nyata yang menyimpan dan memancarkan nilai serta ide-ide filosofis luhur yang pernah dihayati oleh bangsa kita. Kini sebagai bangsa yang sedang membangun, kita sangat memerlukan warisan itu sebagai sumber inspirasi untuk bertindak maju mencapai cita-cita bangsa. Untuk itu diperlukan usaha-usaha pelestarian pemanfaatan peninggalan sejarah dan purbakala tersebut agar dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya. Suatu peninggalan yang telah dipugar sesuai dengan bentuk aslinya, berarti kelestariannya dapat dipertahankan. Hal ini banyak memberi manfaat bagi pendidikan, ilmu pengetahuan, sumber sejarah, sarana rekreasi, sosial budaya, serta sosial ekonomi.
Candi Kidal harus bebas dari corat coret yang tidak bertanggungjawab atau vandalisme, bebas dari polusi, baik yang diakibatkan oleh meningkatnya arus wisatawan maupun akibat meningkatnya perkembangan kependudukan. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat sangatlah dibutuhkan dalam upaya bersama bangsa kita untuk melestarikan warisan budaya serta jati diri bangsaIndonesia, sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam Undang-undang No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.




                                                                                                        
                   

 

No comments:

Post a Comment