PERADABAN
ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH DAN BANI ABBASIYAH
MAKALAH
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Asia Barat Daya
Yang
dibina oleh Ibu Siti Malikhah Towaf
Oleh:
Sofiari
Dwi Malinda
Misbachul
Munir
Achmad Al Fattah Noer
Muhamad
Sufyan
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
JURUSAN
SEJARAH
Daftar Isi
Cover
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN 1
A.
Latar Belakang 1
B.
Rumusan Masalah 2
C.
Tujuan Pembahasan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Peradaban Islam pada Masa Dinasti
Bani Umayyah (661-743 M) 3
B. Peradaban Islam pada Masa Dinasti
Bani Abbasiyah (132-232 H/750-857 M) 10
BAB
III PENUTUP 21
A. Kesimpulan 21
Daftar
Rujukan 23
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut
Fyze dalam bukunya yang ditulis Tim Dosen PAI (2011:293) peradaban (civilization)berasal dari kata civies atau civil yang memiliki arti menjadi kewarganegaraan yang maju,
sehingga dalam hal ini perdaban mempunyai dua makna, yaitu proses menjadi yang
beradab, dan suatu bentuk dalam tingkat masyarakat yang sudah maju telah
ditandai dengan gejala kemajuan dalam bidang sosial, politik, budaya, dan
teknologi.
Islam
adalah agama yang turun dari Allah SWT di daerah Arab. Yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW. Islam muncul pada awal abad ke 7. Islam mulai berkembang di
Mekah. Selanjutnya islam mengalami perkembangan dengan perluasan wilayah ke
Madinah. Disanalah dibentuk semacam pemerintahan yang berdasarkan konstitusi
yang disebut piagam Madinah.
Islam
bukanlah sekedar agama yang membawa nilai-nilai religius. Tapi islam juga
membawa sebuah peradaban. Dimulai dari masa Rasulullah kemudian dilanjutkan
pada masa kepemimpinan kulafaur Rasyidin. Saat itulah Islam mulai memberi
pengaruh kepada dunia, karena para khalifah sudah melakukan perluasan wilayah
keluar daerah Arab. Setelah masa Kulafaur Rasyidin muncullah daulah Bani
Umayyah dan Abbasiyah.
Islam
mengalami kemajuan yang sangat pesat saat kepemimpinan bani Umayyah dan
Abbasiyah. Sehigga peradaban Islam memberi pengaruh yang besar ke pada dunia
saat itu. Pada saat itu para Khalifah melakukan ekspansi besar-besaran ke
daerah Asia, Afrika sampai Eropa. Para sejarawan menyebut saat itu dengan “The
Golden Age” (Muhammad, 2012).
Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat di berbagai bidang peradaban, ilmu
pengetahuan, politik dan pemerintahan, sains dan teknolgi. Di makalah ini akan kami
paparkan mengenai politik, perkembangan peradaban, sains dan teknologi pada
masa Bani Umayyah dan Abbasiyah serta kemunduranya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang
telah diuraikan oleh penulis, maka dapat diambil beberapa rumusan masalah,
yaitu:
a.
Bagaimanakah peradaban Islam pada masa dinasti
Bani Umayyah?
b.
Bagaimanakah peradaban Islam pada masa dinasti
Bani Abbasiyah?
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rmusan masalah yang
ingin dibahas oleh penulis, maka makalah ini bertujuan:
a.
Menjelaskan mengenai peradaban Islam pada masa dinasti Bani
Umayyah.
b.
Menjelaskan mengenai peradaban Islam pada masa
dinasti Bani Abbasiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peradaban Islam pada
Masa Dinasti Bani Umayyah (661-743 M)
Di
ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, umat Islam terpecah menjadi tiga
kekuatan politik, yaitu Syiah, Muawiyah, dan Khawarij. Keadaan ini tentunya
tidak menguntungkan bagi Ali, akibatnya posisi Ali semakin lemah, sementara
posisi Muawiyah semakin kuat. Dan pada tahun 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh
salah seorang anggota Khawarij (Yatim, 1996: 40).
Setelah
Ali bin Abi Thalib meninggal, kedudukannya sebagai khalifah dijabat oleh
anaknya, Hasan. Namun karena penduduk Kufah tidak mendukungnya, seperti sikap
mereka terhadap Ayahnya, maka Hasan semakin lemah, sementara Muawiyah semakin
kuat. Maka Hasan mengadakan perjanjian damai dengan Muawiyah dengan
menanggalkan jabatan khilafah untuk Muawiyah pada tahun 41 H (661 M), agar
tidak terjadi pertumpahan darah yang sia-sia. Perjanjian tersebut dapat
mempersatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan politik, yakni di bawah
kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan (Nahdi, 1994: 48). Tahun tersebut dalam
sejarah dikenal sebagai tahun al-Jama'ah (tahun persatuan), sebagai
tanda bahwa umat Islam telah menyepakati secara aklamasi mempunyai hanya satu
orang khalifah. Di sisi lain penyerahan tersebut menjadikan Muawiyah sebagai
penguasa absolut dalam Islam (Yatim, 1996: 40). Dengan demikian, maka
berakhirlah apa yang disebut dengan masa Khulafa' al-Rasyidin yang
bersifat demokratis, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah politik
Islam yang bersifat keturunan (Yatim, 1996: 40-41).
Memasuki masa kekuasaan
muawiyyah yang menjadi awal kekuasaan bani umayyah,pemerintahan yang awalnya
bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun).
Kekhalifahan muawiyah diperoleh melalui kekerasan,diplomasi dan tipu daya,tidak
dengan pemilihan atau suara terbanyak. Kepemimpinan secara turun temurun
dimulai ketika muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia
terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan
Bizantium.
Kekuasaan bani umayyah
berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota Negara dipindahkan Muawiyah dari
Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya, berikut adalah
Khalifah yang pernah menjabat pada masa tersebut:
a. Muawiyah
bin Abu Sufyan (Muawiyah I) 661-680
M
b. Yazid
bin Muawiyah (Yazid II) 680-683
M
c. Muawiyah
bin Yazid 683-684 M
d. Marwan
bin Hakam (Marwan I) 684-685
M
e. Abdul
Malik bin Marwan 685-705
M
f. Al
Walid bin Abdul Malik (Al Walid II ) 705-715
M
g. Sulaiman
bin Abdul Malik 715-717
M
h. Umar
bin Abdul Aziz (Umar II ) 717-720
M
i.
Yazid bin Abdul Malik (Yazid II ) 720-724
M
j.
Hisyam bin Abdul Malik 724-743
M
k. Al-Walid
bi Yazid (Al Walid II) 743-744
M
l.
Yazid bin al Walid (Yazid III) 744 M
m. Ibrahim
bin al Walid 744
M
n. Marwan
bin Muhammad (Marwan III ) 744-750
M
Khalifah-khalifah besar dinasti
Bani Umayyah ini adalah:
a.
Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M)
Semenjak berkuasa, Muawiyah mulai mengubah
koalisi kesukuan Arab menjadi sebuah sentralisasi monarkis. Ia memperkuat
barisan militer dan memperluas kekuasaan administratif negara dan merancang
alasan-alasan moral dan politis yang baru demi kesetiaan terhadap khalifah.
Selanjutnya ia berusaha menertibkan kebijakan militer dengan tetap
mempertahankan panglima-panglima Arab yang memimpin pasukan kebangsaan Arab.
Untuk
memenuhi interes para pemimpin suku, oleh Muawiyah, sejumlah penaklukan
diarahkan ke Afrika Utara dan Iran Timur. Selanjutnya Ia berusaha meningkatkan
pendapatan negara dari penghasilan pribadinya, dari lahan pertanian yang
diambil alih dari Bizantium dan Sasania, dan dari investasi pembukaan tanah
baru dan irigasi. Kebijakan politik dan kekuasaan finansial yang ditempuhnya
berasal dari nilai-nilai tradisi Arab, seperti; konsiliasi, konsultasi, kedermawanan
dan penghormatan terhadap bentuk-bentuk tradisi kesukuan. Muawiyah sangat
terkenal dengan sifat santunnya (hilm), Ira M. Lapidus menjelaskan; Jika
Khalifah Umar terkenal dengan integritas keagamaannya, maka Muawiyah terkenal
dengan patriotisme kebangsaannya. Pemerintahan Muawiyah ditandai dengan upaya
sentralisasi kekuasaan negara, bahkan pemerintahannya didasarkan pada jaringan
kerja (networks) pribadi dan ikatan kekerabatan. Namun demikian.
beberapa dekade masa pemerintahan Muawiyah, tidak terlepas dari berbagai bentuk
perselisihan, seperti warga Madinah menentang Quraisy lantaran merampas
kedudukan mereka, kalangan Syiah menginginkan jabatan khilafah dan
sebagainya, akan tetapi berkat kecakapan pribadinya serta kekuatan militernya,
Muawiyah mampu mengatasinya (Lapidus, 2000: 87-88).
b.
Abd Al-Malik ibn Marwan (685-705 M) dan Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M)
Aspek
pertama dari kebijakan Abdul Malik setelah berhasil menghancurkan musuh-musuh
Bani Umayyah adalah demiliterisasi Arab pada beberapa perkampungan militer di
Iraq. Sejak itu, militer Suriah menggantikan kedudukan militer Iraq yang
bermula dari sebuah perkampungan militer yang dibangun di al-Wasith.
Pada masa pemerintahan Abdul Malik, untuk pertama kalinya khalifah Bani Umayyah
mencetak mata uang logam, menggantikan mata uang Bizantium dan Sasania. Mata
uang yang baru ini, menghilangkan simbolisme Kristen dan Zoroastrian dan
memperkenalkan model koin yang terbuat dari emas dan perak yang bertuliskan
huruf Arab sebagai simbol kedaulatan negara. Selain dari yang disebutkan di
atas, negara juga menandai kedaulatannya dengan mendirikan sejumlah bangunan
monumental, Abdul Malik menetapkan Yerusalem sebagai kota suci bagi umat Islam
dan Masjid Kubah Batu (al-Kubbah al-Shakhra) dibangun pada tanah
peribadatan umat Yahudi kuna.
Pada
masa pemerintahan al-Walid, dibangun beberapa masjid baru di Madinah dan di
Damaskus, hiasan pada masjid-masjid tersebut melambangkan kejayaan bangsa Arab
dan menjadi bukti pengabdian negara kepada agama. Terdapat beberapa kesejajaran
antara langkah-langkah yang ditempuh oleh Abdul Malik dan putranya, al-Walid.
yaitu praktik administrasi model Bizantium dan Sasania. Di Suriah dan di Mesir
seluruh perangkat administratif, termasuk di dalamnya administrasi pendapatan
negara berasal dari tradisi Bizantium, demikian juga organisasi kemiliteran di
Suriah mengikuti model Bizantium, sementara di Iraq, pengadministrasian negara
mengikuti pola Sasania, yakni pembagian menjadi empat bidang; bidang keuangan,
kemiliteran, surat-menyurat, dan bidang kedutaan.
Kesejajaran yang lain dari kedua khalifah
Bani Umayyah ini, adalah menyusun peralihan pejabat-pejabat pajak dari
orang-orang yang berbahasa Yunani dan Suriah kepada orang-orang yang berbahasa
Arab. Catatan-catatan ringkas, penyalinan, dan laporan-laporan, sekarang muncul
dalam bahasa Arab, perubahan ini di Iraq berlangsung pada tahun 697 M. di Suriah
dan Mesir pada tahun 700 M. (Lapidus, 2000: 90-94).
c.
Umar ibn Abdul Aziz (717-720 M)
Umar bin Abdul Aziz selama masa pemerintahannya,
memperlihatkan kemajuan diberbagai aspek, Umar memberikan hak untuk ikut
berperan aktif di dalam diwan-diwan kepada seluruh pasukan Muslim yang
aktif, baik Arab maupun non-Arab. Umar juga memberlakukan prinsip baru dalam
sistim perpajakan yang didasarkan atas asas persamaan antara Muslim Arab dan
Muslim non-Arab, baik berupa pajak jiwa maupun pajak tanah. Khalifah Umar
menetapkan bahwa pajak bukan sebuah fungsi dari status individual. Muslim
non-Arab diharapkan membayar pajak tanah, dan demikian pula Muslim Arab harus
membayar pajak tanah-tanah mereka secara penuh (Lapidus, 2000: 96-97).
Umar
menyadari bahwa dominasi sebuah etnis terhadap etnis lain adalah suatu
anakronistik, oleh karena itu antagonisme antara Arab dan non-Arab segera Ia
hapuskan, dan menjadikannya sebuah kesatuan Muslim yang universal (Lapidus,
2000: 96).
d.
Hasyim ibn Abd Al-Malik (724-743 M).
Hisyam
ibn Abdul Malik menjabat sebagai Khalifah pada usia yang ke 35 tahun. Ia
terkenal negarawan yang cakap dan ahli strategi militer. Pada masa
pemerintahannya muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi
pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan ini berasal dari kalangan Bani Hasyim yang
didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam
perkembangan selanjutnya, kekuatan baru ini mampu menggulingkan Dinasti Umayyah
dan menggantikannya dengan Dinasti baru, Bani Abbas.
Pemerintahan Hisyam yang lunak
dan jujur menyumbangkan jasa yang banyak untuk pemulihan keamanan dan
kemakmuran, tetapi semua kebajikannya tidak bisa membayar kesalahan-kesalahan
para pendahulunya, kerana gerakan oposisi terlalu kuat, sehingga Khalifah tidak
mampu mematahkannya.
Meskipun demikian, pada masa
pemerintahan Khalifah Hisyam kebudayaan dan kesusastraan Arab serta lalu lintas
dagang mengalami kemajuan. Dua tahun sesudah penaklukan pulau Sisily pada tahun
743 M, ia wafat dalam usia 55 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 19
tahun, 9 bulan. Sepeninggal Hisyam, Khalifah-Khalifah yang tampil bukan hanya
lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin mempercepat runtuhnya Daulah
Bani Ummayyah.
Kekuasaan dinasti Bani Umayyah
Berawal dari ekspansi
yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali yang kemudian dilanjutkan
kembali oleh dinasti ini. Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Di sebelah timur, Muawiyah
dapat menguasai daerah khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke
Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium,
Konstatinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan
oleh khalifah Abd al-Malik. Dengan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus
dan dapat berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawariz, Ferghana dan
Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan,
Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke barat
secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid ibn Abdul Malik. Masa
pemerintahan Walid adalah masa ketentraman ,kemakmuran ,dan ketertiban. Umat
islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahanya yang berjalan kurang lebih
sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju
wilayah Barat Daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. setelah Aljazair dan
Marokko dapat ditundukkan, Tariq bin
Ziyad, pemimpin pasukan islam, dengan pasukanya menyebrangi selat yang
memisahkan antara Marokko dengan benua Eropa, dan mendarat disuatu tempat yang
sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat
dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu
kota Spanyol, Kordova, dengan cepat dapat dikuasai. Menyusul setelah itu
kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota spanyol yang baru setelah
jatuhnya Kordova. Pasukan islam memperoleh kemenangan dengan
mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita
akibat kekejaman penguasa. Di zaman umar ibn Abd Aziz, serangan dilakukan ke
Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd Al-Rahman ibn Abdullah Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan
menyerang Bordeau dan poitiers. Ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam
peperangan yang terjadi di luar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh dan tentaranya
mundur ke Spanyol.
Dengan keberhasilan
ekspansi ke beberapa daerah, baik di Timur maupun Barat, wilayah kekuasaan
islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi
spanyol,Afrika utara ,Syria, Palestina, Jazirah Arabia,irak,sebagian Asia
kecil, Persia,Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan,
Purkmenia,Uzbek dan Kigris di Asia Tengah.
Di samping ekspansi kekuasaan Islam, Bani
Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan diberbagai bidang. Muawiyah
mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentudengan menyediakan kuda yang lengkap serta
peralatanya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan
bersenjata dan mencetak mata uang. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang
menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainya,pabrik-pabrik, gedung-gedung
pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Keruntuhan Dinasti Bani Umayyah
Ada beberapa factor yang menyebabkan dinasti
Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Factor-faktor itu ntara
lain adalah:
a)
Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang
baru bagi tradisi arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturanya
tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantin khalifah ini menyebabkan
terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
b)
Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan
dari konflik-konflik politik yang terjadi dimasa Ali. Sisa-sisa Syiah (para
pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi , baik secara terbuka maupun secara tersembuny.
c)
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnisantara suku
ArabiaUtara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak
zaman sebelum islam,makin meruncing.
d)
Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap
hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup
memikul beban berat kenegaraan tatkala
mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena
perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
e)
Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah
munculnya kekuatan baru yang diplopori oleh keturunan Al-Abbas ibn Abd
Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari bani Hasyim dan golongan
Syiah dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
Lahirnya Khilafah Dinasti Abbasiyah
berasal dari hancurnya Khilafah Dinasti Umayah, karena dalam kerajaan Khilafah
Dinasti Umayah itupun tidak selalu dijumpai kedamaian dan ketentraman, selalau
saja ada perselisihan politik antar partai dalam negeri yang tidak pernah
tunduk kepada perintah khalifah. Salah satu golongan yang tidak mau tunduk itu
adalah keturunan Abbas, seorang paman Nabi Muhammad saw. Pada tahun 750 M atau
132 H usaha mereka untuk merobohkan Dinasti Umayah membuahkan hasil. Terjadilah
pertumpahan darah dari golongan Dinasti Umayah beserta keluarganya yang habis
dibunuh oleh golongan dari Dinasti Abbasiyah. Khalifah pertama dari Dinasti
Abasiyah menyebut dirinya As Saffah yang berarti yang mencurahkan darah.
Gelarnya terus dipergunakan dan terus menjadi sejarah dengan nama Abbas As
Saffah.
Masa Pemerintahan Bani Abbasiyah
Masa
pemerintahan Bani Abbasiyah terbagi kepada dua periode pemerintahan, yaitu :
1. Masa Pemerintahan Periode I
a.
Abul Abbas As-saffah
Dia
bernama Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas, khalifah pertama
pemerintahan Abbasiyah. Ayahnya adalah orang yang melakukan gerakan untuk
mendirikan pemerintahan Bani Abbasiyah dan menyebarkan kemana-mana. Inilah yang
membuat Abdullah banyak mengetahui tentang gerakan ini dan rahasia rahasianya.
Dia diangkat oleh saudaranya yang bernama Ibrahim sebelum dia ditangkap oleh
pemerintahan Umawiyah pada tahun 129 H / 746 M. tertangkapnya Ibrahim membuat
Abdullah harus berangkat ke Kufah bersama-sama dengan pengikutnya secara rahasia
(Yatim, 1993:42).
Pada
masa pemerintahannya, saat pasukan Abbasiyah menguasai Khurasan dan Irak, dia
keluar dari persembunyiannya dan dibaiat sebagai khalifah pada tahun 132 H /
749 M. setelah itu dia mengalahkan Marwan bin Muhammad dan menghancurkan
pemerintahan Bani Muawyah pada tahun yang sama. Pemerintahan yang dia pimpin
berdasar pada tiga hal utama, yaitu: Pertama, pada keluarganya. Sebab, dia
memiliki paman, saudara saudara, dan anak anak saudara dalam jumlah besar.
Mereka menyerahkan kepempinan dan pemerintahan wilayah kepadanya. Demikian juga
dalam masalah nasihat dan musyawarah. Kedua, Abu Muslim Khurasani. Dia adalah
panglima perang yang jempolan. Dengan kekuatan dan tekadnya yang kokoh, dia
mampu menaklukan Kharasan dan Irak.Ketiga, Panatisme golongan. Dia muncul pada
akhir akhir dan melemahnya pemerintahan Muawiyah. Peluang ini ditangkap manis
oleh Bani Abbasiyah. Pada masa pemerintahan Abu Abbas Assyafah ini, disibukkan
dengan upaya untuk konsolidasi internal dan menguatkan pilar pilar Negara yang
belum stabil. Abu Abbas Assyafah meninggal pada tahun 136 H / 753 M.
b.
Abu
Ja‟far Al Mansyur
Dia
bernama Abdullah bin Muhammad Ali bin Abdullah Al Abbas. Dia seorang yang
paling terkenal dari penguasa Bani Abbasiyah dengan keberanian, ambisi, dan
kecerdikannya. Dia menjadi khalifah setelah saudaranya Al Abbas untuk
melaksanakan wasiat dari saudaranya itu. Adapun peristiwa-peristiwa penting
pada zaman Al Mansur, yakni gerakan pemberontak yang diantaranya adalah
pemberontakan Ali bin Abdullah bin Ali, pembunuhan Abu Muslim Khurasani,
pemberontakan Muhammad dan Ibrahim, dan Kharij.
Pada
zaman Al Mansur juga beliau telah menaklukan negeri Tibristan, Dailam, dan
Kasmir serta yang lainnya. Beliau juga berhasil membangun Kota Bagdad yang
kemudian dijadikan ibu kota pemerintahannya pada tahun 146 H / 763 M. Selain
itu, beliau juga membangun Kota Rafiqoh dan memperluas Masjidil Haram pada
tahun 139 H / 756 M. setelah itu, beliau meninggal di Makah pada tahun 158 H /
774 M pada waktu beliau sedang melaksanakan ibadah haji.
c.
Muhammad
Al Mahdi
Dia
bernama Muhammad Al Mahdi Ibnul Mansur. Dilantik sebagai khalifah sesuai dengan
wasiat ayahnya pada tahun 158 H / 774 M. Dia dikenal sebagai seorang yang
sangat dermawan dan pemurah. Pada masa pemerintahannya, kondisi dalam negeri
saat itu sangat stabil, dan tidak ada satu gerakan penting dan signifikan di
masanya. Dia berhasil mencapai kemenangan kemenangan atas orang orang romawi.
Anaknya, Harun Ar Rasyid adalah panglima perang dalam penaklukan ini. Dia sampai
ke pantai Marmarah dan berhasi melakukan perjanjian damai dengan Kaisar
Agustine yang bersedia untuk membayar jizyah pada tahun 166 H / 782 M. Muhammad
Al Mahdi meninggal pada tahun 169 H / 785 M setelah memerintah selama 10 tahun
beberapa bulan.
d.
Musa
Al Hadi
Dia
adalah Musa Al Hadi bin Muahammad Al Mahdi yang dilantik sebagai khalifah
setelah ayahnya. Pada masa itu, terjadi pemberontakan oleh Husein bin Ali Ibnul
Husein Ibnul Hasan bin Ali di Makkah dan Madinah. Dia menginginkan agar
pemerintahan berada di tangannya. Namun Al Hadi mampu menaklukannya dalam
perang Fakh pada tahun 169 H / 785 M. Pada saat yang sama juga Yahya bin
Abdullah melakukan pemberontakan di Dailam. Maka, Al Hadi memberangkatkan Ar
Rasyid sampai Yahya bin Abdullah mampu ditaklukan. Musa Al Hadi meninggal pada
tahun 170 H / 786 M.
e.
Harun
Ar Rasyid
Dia
bernama Harun Ar Rasyid Ibnul Mahdi, dia mutiara sejarah Bani Abbasiyah. Pada
masanya pemerintahan Islam mengalami puncak kemegahan dan kesejahteraan yang
belum pernah dicapai sebelumnya. Harun Ar Rasyid dikenal sebagai sosok yang
sangat pemberani. Dia telah melakukan penyerbuan dan penaklukan negeri romawi
pada saat baru berumur 20 tahun. Dia pun dikenal sebagai sosok yang takwa dan
takut kepada Allah dalam segala perkara. Pada masa pemerintahannya adalah masa
yang sangat tenang dan stabil, hanya ada beberapa pemberontakan kecil yang
tidak berarti apa apa, diantaranya adalah pemberontakan Yahya Abdullah, kaum
Khawarij, orang-orang Zindik, dan pemberontakan di Kharasan.
Pada
masa pemerintahannya pula dia berhasil melakukan penaklukan Heraclee. Pada
tahun 187 H / 802 M, orang orang romawi mengingkari janji tatkala yang berkuasa
atas mereka adalah Naqfur. Sebelum meninggal, dia mewariskan kekuasaan kepada
kedua anaknya, Al Amin dan Al Makmun. Hal ini menjadi fitnah yang bertiup
kencang yang terjadi antara dua saudara ini setelah kematiannya. Harun
meninggal pada tahun 193 H / 808 M setelah memerintah selama 23 tahun.
f.
Muhammad
Al Amien
Dia
bernama Muhammad Al Amin bin Harun Ar Rasyid. Ayahnya telah membaiatnya sebagai
khalifah, lalu untuk saudaranya Al Makmun, kemudian untuk Qasim. Dia diberi
kekuasaan di Irak, sedangkan Al Makmun di Kharasan. Namun, ada salah seorang
menteri Al Amin yang mendorongnya untuk mencopot posisi putera mahkota dari
adiknya dan memberikannya kepada anaknya yang bernama Musa. Al Amin termakan
tipuan ini, dan Al Amin segera memberontak. Pada tahun 195 H / 810 M, Al Amin
mengirimkan dua pasukan untuk memerangi saudaranya, namun berhasil dihancurkan
oleh Thahir bin Husein, panglima perang Al Makmun. Al Amin sendiri dikenal
sebagai seorang yang suka berfoya foya serta banyak melalaikan urusan Negara.
Sehingga setelah lima tahun ia memerintah, kekhalifahannya digantikan oleh
Abdullah Al Makmun.
g.
Abdullah
Al Makmun
Dia
bernama Abdullah Al Makmun bin Harun Ar Rasyid. Pada masa pemerintahannya
banyak peristiwa peristiwa penting yang terjadi, pertama adalah pemberontakan
Bagdad dan penunjukkan Ibrahim Al Mahdi sebagai khalifah, kedua Al Khuramiyah,
dan ketiga adanya fitnah bahwa Al Quran adalah makhluk.
Penaklukan-penaklukan pada masa pemerintahannya sangatlah
terbatas. Dia hanya mampu menaklukan Laz, sebuah tempat di Dailam pada tahun
202 H / 817 M. Pada masanya, dia tidak menjadikan anaknya Al Abbas, untuk
menggantikan dirinya. Dia malah mengangkat saudaranya Al Mu‟tasim karena disa
melihat bahwa Al Mu‟tasim lebih memiliki banyak kelebihan dibandingkan anaknya.
Setelah berkuasa selama 20 tahun. Al Ma’mun meninggal pada tahun 218 H / 833 M
(Yatim, 1993:43).
h.
Abu
Ishaq Al Mu‟tashim
Dia
bernama Muhammad bin Harun Ar Rasyid naik sebagai khalifah setelah mendapat
wasiat dari saudaranya. Pada masa pemerintahannya, dia banyak mengangkat
pasukan dari orang orang Turki, sehingga ini sama artinya dengan meletakkan
semua masalah pemerintahan di tangan orang-orang Turki yang berlebihan. Pada
waktu itu, Al Mu‟tasim mendukung pendapat bahwa Al Quran adalah makhluk. Adapun
peristiwa penting pada zaman pemerintahannya adalah gerakan Babik Al Khurami.
Penaklukan yang dilakukan oleh Abu Ishaq Al Mu‟tasim pada pemerintahannya
adalah penaklukan Al Muriyah yang mana banyak perbuatan yang melampaui batas
kesopanan. Kemudian setelah memerintah selama 9 tahun, Abu Ishaq Al Mu‟tasim
meninggal dunia pada tahun 227 H / 833 M.
i.
Harun
Al Watsiq
Dia
adalah Harun bin Muhammad Al Mu‟tasim menjadi khalifah setelah ayahnya Al
Mu‟tasim, pada tahun 227 H / 841 M. Panglima-pamglima asal Turki pada masanya
mencapai posisi-posisi yang sangat terhormat. Bahkan, Asynas mendapatkan gelar
sultan dari Al Watsiq. Harun Al Watsiq meninggal pada tahun 223 H / 846 M
setelah memerintah selama 5 tahun.
j.
Ja‟far Al Mutawakkil
Dia
bernama Ja‟far bin Muhammad Al Mu‟tasim. Ja‟far Al Mutawakkil adalah salah
seorang yang melarang dengan keras pendapat yang mentapkan bahwa Al Quran
adalah makhluk. Pada masa pemerintahannya, orang-orang romawi melakukan
penyerangan di Dimyath, Mesir. Peristiwa ini terjadi pada tahun 238 H / 852 M.
Al Mutawakkil dibunuh oleh anaknya yang bernama Al Muntasir pada tahun 247 H /
861 M.
2. Masa Pemerintahan
Periode II
Ø Dominasi Turki
Dari
tahun 247-334 H/861-945 M adalah masa di mana orang-orang militer Turki
memegang kendali atas khalifah-khalifah yang lemah. Merekalah yang memilih
khalifah dan mereka pula yang memberhentikannya. Mereka membunuh para khalifah
semau mereka sendiri, begitupun al Mu‟tashim yang mendatangkan orang-orang
Turki tersebut sudah ada di tangan mereka.
Al
Mu‟tashim mendatangkan mereka dari Negara-negara yang berada di Asia Tengah.
Awalnya dia memberi wewenang untuk menjaga keamanan dan keselamatan
individu-individu. Al Mu‟tashim mengangkat salah seorang diantara mereka untuk
menjadi pengawal khusus untuknya. Kemudian mereka dimasukkan ke dalam jajaran
tentara. Dengan keberanian dan kepahlawanan yang mereka miliki, mereka cepat
naik pamornya di mata khalifah. Hingga akhirnya sampai ke puncak dan masuk ke
jajaran elit penguasa terutama dalam medan perang. Dia tidak menyangka akibat
tindakannya ini telah membuat diri dan anak-anaknya serta pemerintah Islam
terjerumus dalam kepahitan dan kegetiran di bawah tangan manusia-manusia yang
berlebihan tersebut.
Kejahatan mereka mulai tampak pada masa pemerintahan al
Mu‟tashim. Sehingga mereka banyak melakukan tindakan-tindakan yang di luar
batas kepada banyak orang di Baghdad.
Dengan cepat,
mereka menduduki kekuasaan secara penuh, sampai-sampai mereka berhasil membunuh
al Mutawakkil dan kekuasaan mereka sempurna pada masa pemerintah al Muntashir.
Pada selanjutnya, pemerintahan yang dikuasai oleh orang-orang Turki ini melemah
dengan sendirinya.
Ø Dominasi Buwaihid
Kehadiran
Bani Buwaihid berawal dari tiga orang putra Abu Syuja‟ Buwaih, pencari ikan
yang tinggal di daerah Dailam, yaitu Ali, Hasan, dan Ahmad. Untuk keluar dari
tekanan kemiskinan, tiga bersaudara ini memasuki dinas militer yang ketika itu
dipandang banyak mendatangkan rezeki. Kedudukan mereka bertiga lama kelamaan
naik, memegang kedudukan-kedudukan penting pada pemerintahan. Pada masa
pemerintahan Bani Buwaih ini, para khalifah Bani Abbasiyah benar-benar tinggal
namanya saja. Pelaksanaan pemerintahan sepenuhnya berada di tangan amir-amir
Bani Buwaih.
Sebagaimana
para khalifah Abbasiyah periode pertama, para penguasa Bani Buwaih mencurahkan
perhatian secara langsung dan sungguh-sungguh terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan dan kesusastraan. Pada masa Bani Buwaih ini banyak bermunculan
ilmuwan besar, diantaranya Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Farghani, Abd Al Rahman dan
kelompok Ikhwan Al Shafa. Kekuatan politik Bani Buwaih tidak lama bertahan,
Setelah generasi pertama, tiga bersaudara tersebut, kekuasaan menjadi ajang
pertikaian diantara anak-anak mereka. Masing-masing merasa paling berhak atas
kekuasaan pusat. Hal ini menjadi faktor pemicu kemunduran dan kehancuran
pemerintahan.
Ø Dominasi Saljuk
Jatuhnya
kekuasaan Bani Buwaih ke tangan Seljuk bermula dari perebutan kekuasaan di
dalam negeri. Ketika Al Malik Al Rahim memegang jabatan amir al umara,
kekuasaan itu dirampas oleh panglimanya sendiri, Arselan al Basasiri. Dengan
kekuasaan yang ada ditangannya, Al Basasiri berbuat sewenang-wenang terhadap Al
Malik Al Rahim dan khalifah Qaim dari Bani Abbas. Hal ini mendorong khalifah
meminta bantuan kepada Tughril Bek dari dinasti Seljuk yang berpangkalan di
negeri Jabal. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Bani Buwaih dan bermulalah
kekuasaan Dinasti Seljuk.
Posisi
dan kedudukan khalifah lebih baik setelah Dinasti Seljuk berkuasa, paling tidak
kewibaannya dalam bidang agama mulai kembali. Meskipun Baghdad dapat dikuasai,
namun ia tidak dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Thugrul Bek memilih
Naisabur dan kemudian Ray sebagai pusat pemerintahannya.
Pada
masa pemerintahan Dinasti Seljuk ini, ilmu pengetahuan dan agama mengalami
kemajuan. Maka hal ini menimbulkan banyak lahirnya ilmuwan-ilmuwan muslim pada
masanya, misalnya Al Zamakhsyari, Al Qusyairy dan lain. Bukan hanya pembangunan
mental spiritual, dalam pembangunan fisik pun Bani Seljuk banyak meninggalkan
jasa. Misalnya dalam pembangunan mesjid, jembatan, irigasi, dan jalan raya.
Namun sayang, Bani Seljuk pun mengalami masa kemunduran mulai pada tahun 485 H.
Kemunduran Bani Seljuk ini terutama pada bidang politik yang disebabkan oleh
perebutan kekuasaan diantara anggota keluarga.
Tokoh-tokoh
yang terkenal dalam bidang ilmu pengetahuan pada masa Bani Abasiyah antara
lain:
Ø Zakaria
al-Razi (865-925 M)
Al-Razi
terkenal dengan Razhes (bahasa latin). Beliau adalah ahli kedokteran klinis,
dan penerus Ibn Hayyan dalam pengembangan ilmu kimia. Ia melakukan penelitian
empiris dengan mengunakan peralatan yang lebih canggih disbanding dengan
kegiatan ilmiah sebelumnya dan mencatat setiap perlakuan kimiawi dikenakannya
terhadap bahan-bahan yang ditelitinya serta hasilnya.
Ø Al-Farabi
(870-950 M)
Al-Farabi
dikenal di Barat dengan sebutan Alpharabius. Dia adalah filosof yang juga ahli
dalam bidang logika, matematika, dan pengobatan. Dalam bidang fisika, Al-Farabi
menulis kitab al-Musiqa. Kitab-kitab yang ditulisnya begitu banyakdan sebagian
masih dapat dibaca hingga sekarang ini.
Ø Al-Biruni
(973-1048 M)
Al-Biruni
adalah Ibnu Raian Muhammad al-Biruni. Ia tinggal di istana Mahmud di Gazni
(Afganistan). Akbar S.Ahmed menjulukinya dengan gelar Ahli Antropologi pertama
(Bapak Antropologi). Argumentasinya karena ia adalah seorang observer
partisipan yang luas tentang masyarakat “asing” dan berupaya mempelajari naskah
primer dan pembahasannya. Di samping sebagai antropolog, al-Biruni juga ahli
matematika, astronomi dan sejarah.
Ø Ibnu Sina
(980-1037 M.)
Nama
latin Ibn Sina adalah Avicanna, beliau adalah ahli ilmu kedokteran dan
filsafat. Karya besarnya dalam bidang kedokteran adalah al-Qanun fi al-Thib.
Buku ini selama lima abad menjadi buku pegangan di universitas-universitas di
Eropa. Selain itu, beliau juga memiliki karya iliah pada bidang logika,
matematika, astronomi, fisika, mineralogy, ekonomi,dan politik.
Ø Umar Khayam
(1038-1148 M)
Umar
Kahyam adalah ahli astronomi, kedokteran, fisika, dan sebagian besar karyanya
dalam bidang matematika. Akan tetapi, beliau lebih dikenal sebagai penyair dan
sufi. Beliau adalah penemu koefesien-koefesien binomial dan memecahkan
persamaan-persamaan kubus.
Kemunduran Dinasti Abbasiyah dan Penyebab
Kehancurannya
Ada beberapa faktor internal yang menjadi penyebab
kemunduran hingga kehancuran dinasti Abbasiyah, da antaranya adala sebagai berikut:
1.
masuknya dominasi kekuatan luar ke dalam pusat pemerintahan Bagdad,sehingga
menjadikan posisi khalifah sebagai boneka. Dalam arti, secara de jure, khalifah
yang berkuasa atas seluruh dinasti Bani Abbas, tetapi secara
de facto pemerintahan dikuasai olehkekuatan lain. Seperti dikatahui bahwa sejak
awal kekhalifahan Bani Abbas memasukkan unsur-unsur non Arab, baik personil
maupun kebudayaannya, seperti unsur Persia dan Turki.
Di kemudian hari unsur-unsur itu ikut mewarnai jalannya
pemerintahan
hingga pada perkembangan selanjutnya, militer dan penjaga dikuasai oleh orang-orang Turki. Pada 945-1055
M dinasti Buwaihi dari Persia secara de facto berkuasa di Bagdad. Selanjutnya
pada 1055-1194 dinasti saljuk dari Turki menguasai pemerintahan. 27 orang
khalifah setelah Al-Mutawakkil (819-847 M), terdapat dua belas khalifah yang
keberadaannya dipermainkan oleh pengawal istana dari Turki. Sebagai contoh,
khalifah Al-Mustain melarikan diri bariBagdad karena tidak tahan
dengan perlakuan kasar pengawal Turki, Al-Mu’taz dipaksa turuntahta oleh
pengawalnya setelah berkuasa selama tiga bulan. Al-Muhtadi diturunkan dari
tahtadan dipenjarakan karena bentrok dengan orang Turki, dan masih banyak lagi
khalifah-khalifahyang dipecat, disingkirkan, dibunuh atau dipenjarakan oleh
para pengawalnya dari Turki.
2.
lemahnya semangat patriotism negara. Pada periode kedua (950-1050 M),
banyak wilayah yang dipimpin oleh para gubernur melepaskan diri dari pusat
Bagdad, kemudianmereka mendirikan dinasti-dinasti kecil secara mandiri. Di
wilayah barat Bagdad, munculdinasti Idris di Maroko, dinasti Aglabhi di
Tunisia, dinasti Tuluni di Mesir, dan dinastihamdani di Aleppo. Di wilayah
timur muncul dinasti Thahiri di Khurasan. Disintegrasi inidisebabkan wilayah
Bani Abbas yang terlalu luas tanpa di imbangi dengan pemerintahan pusatyang
kuat.
3.
kesulitan ekonomi, dikarenakan banyaknya wilayah yang melepaskan diri
darikekuasaan Abbasiyah, padahal sumber utama penghasilan Bani Abbas adalah
dari pajak yangdibayarkan oleh daerah kekuasaan tersebut. Situasi sulit ini
diperparah dengan munculnya pemberontakan-pemberontakan di beberapa wilayah Bani Abbas. Di Iraq terdapat gerakanSyi’ah
Qaramithah yang dipimpin oleh Hamdan Qarmat yang mulai beroperasi pada 874
M. juga gerakan Hasyasyin yang dipimpinHasan bin Saban.
4.
ketidak jelasan sistem pergantian khalifah. Dinasti ini tidak mempunyai ketentuan mengenai mekanisme penggantian
khalifah. Hal ini menjadi penyebab perebutankekuasaan antara keluarga Bani
Abbas.Adapun faktor eksternalnya adalah bahwa raja Mongolia, Mangu berkeinginan
untuk memperluas kekuasaannya. Maka diperintahkan Kubilai untuk melakukan
misi penyeranganke wilayah Timur, sedangkan Hulagu ke wilayah Barat untuk
menaklukkan kekhilafahanIslam. Hulagu bermunat menghancurkan Islam karena dua
hal, kebenciannya terhadap Islam,dimana hal ini ditimbulkan oleh isterinya yang
beragama Kristen, dan karena janji Mangu kepada raja Armenia untuk menyerahkan
Jerussalem kepada orang-orang salib, apabila Mangu berhasil
menumbangkan kekuatan Islam. Pada 10 Februari 1258 M benteng Bagdad ditembus
pasukan Hulagu, dan kemudianBagdad dihancurkan. Kekayaan negara termasuk
buku-buku di perpustakaan-perpustakaandibakar. Khalifah
dan keluarganya dibunuh. Inilah hari yang sangat menyedihkan
bagi umatIslam, sebab kehancuran politik Bagdad berarti hancurnya
politik Islam pada waktu itu, dan pengaruhnya begitu besar
di bidang lain seperti pendidikan, ekonomi dan kebudayaan Islam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah khalifah 'Ali bin Abi Thalib
wafat, Muawiyah bin Abi Sufyan, dengan mudah memperoleh pengakuan dari umat
Islam sebagai khalifah, selanjutnya Ia membentuk Dinasti Bani Umayyah. Dengan
keberhasilan ekspansi kekuasaan Islam pada masa Bani Umayyah, wilayah kekuasaan
Islam semakin luas. Selain ekspansi, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam
pembangunan di berbagai bidang. Penyebab utama jatuhnya Bani Umayyah, ialah
munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abdil
Muththalib, sebagai saingan bagi Bani Umayyah dalam soal khalifah, selain itu
faktor lainnya adalah kurang cakapnya pemimpin setelah Khalifah Hisyam, mereka
rata-rata suka hidup bermewah-mewahan.
Terdapat
lima Khalifah besar pada masa Bani Umayyah, yaitu:
a. Muawiyah
ibn Abi Sufyan (661-680 M)
b. Abd
Al-Malik ibn Marwan (685-705 M)
c. Al-Walid
ibn Abdul Malik (705-715 M)
d. Umar
ibn Abdul Aziz (717-720 M)
e. Hasyim
ibn Abd Al-Malik (724-743 M)
Setelah
daulah Umayyah runtuh, maka digantikan oleh dinasti Abbasiyah yang membawa
Islam kepada kemajuan ilmu pengetahuan, adapun Khalifah yang pernah memimpin
pada masa daulah Abbasiyah adalah:
a. Abul Abbas As-saffah
b.
Abu Ja‟far Al
Mansyur
c.
Muhammad Al Mahdi
d.
Musa Al Hadi
e.
Harun Ar Rasyid
f.
Muhammad Al Amien
g.
Abdullah Al
Makmun
h. Abu
Ishaq Al Mu‟tashim
i.
Harun Al Watsiq
j.
Ja‟far Al Mutawakkil
Pada masa daulah Abbasiyah banyak
muncul tokoh-tokoh besar dalam bidang ilmu pengetahuan diantaranya:
Ø al-Razi (865-925 M)
Ø Al-Farabi (870-950 M)
Ø
Al-Biruni
(973-1048 M)
Ø Ibnu Sina (980-1037 M.)
Ø Umar Khayam (1038-1148 M)
Terdapat
beberapa faktor runtuhnya bani Abbasiyah, diantaranya: masuknya dominasi kekuatan luar ke dalam pusat pemerintahan Bagdad,sehingga
menjadikan posisi khalifah sebagai boneka, lemahnya semangat patriotism negara,
Pada periode kedua (950-1050 M), banyak wilayah yang dipimpin oleh para
gubernur melepaskan diri dari pusat Bagdad, kemudianmereka mendirikan dinasti-dinasti
kecil secara mandiri, kesulitan ekonomi, dikarenakan banyaknya wilayah yang
melepaskan diri dari kekuasaan Abbasiyah, ketidak jelasan sistem pergantian khalifah. Dinasti ini tidak mempunyai
ketentuan mengenai mekanisme penggantian khalifah.
Daftar Rujukan
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1997. Ensiklopedi
Islam. Jilid 5. Cet. 4. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.
Lapidus, Ira. M. 2000. A History of Islamic Societies,
Penerjemah: Ghufron A. Mas'adi. Sejarah Sosial Umat Islam. Ed. I.
Jakarta: PT Raja Grapindo.
Nahdi, A. Saleh. 1994. Lintasan Sejarah Islam. Cet.
Pertama. Jakarta: Yayasan Radja Pena.
Yatim, Badri. 1996. Sejarah Peradaban Islam. Cet.
4. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
izin copas kak buat tugas :). terimakasih
ReplyDeleteizin ambil beberapa materi
ReplyDelete