Thursday 24 September 2015

makalah PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH DAN BANI ABBASIYAH



PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH DAN BANI ABBASIYAH



MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Asia Barat Daya
Yang dibina oleh Ibu Siti Malikhah Towaf


Oleh:
Sofiari Dwi Malinda             
Misbachul Munir                  
Achmad Al Fattah Noer       
                           Muhamad Sufyan             









UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Februari 2014
Daftar Isi


Cover
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN                                                                             1
            A. Latar Belakang                                                                               1
            B. Rumusan Masalah                                                                          2
            C. Tujuan Pembahasan                                                                        2
BAB II PEMBAHASAN                                                                              3
            A. Peradaban Islam pada Masa Dinasti
            Bani Umayyah (661-743 M)                                                   3
            B. Peradaban Islam pada Masa Dinasti
            Bani Abbasiyah (132-232 H/750-857 M)                                           10
BAB III PENUTUP                                                                                       21
            A. Kesimpulan                                                                                    21
Daftar Rujukan                                                                                               23



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
            Menurut Fyze dalam bukunya yang ditulis Tim Dosen PAI (2011:293) peradaban (civilization)berasal dari kata civies atau civil yang memiliki arti menjadi kewarganegaraan yang maju, sehingga dalam hal ini perdaban mempunyai dua makna, yaitu proses menjadi yang beradab, dan suatu bentuk dalam tingkat masyarakat yang sudah maju telah ditandai dengan gejala kemajuan dalam bidang sosial, politik, budaya, dan teknologi.
            Islam adalah agama yang turun dari Allah SWT di daerah Arab. Yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Islam muncul pada awal abad ke 7. Islam mulai berkembang di Mekah. Selanjutnya islam mengalami perkembangan dengan perluasan wilayah ke Madinah. Disanalah dibentuk semacam pemerintahan yang berdasarkan konstitusi yang disebut piagam Madinah.
            Islam bukanlah sekedar agama yang membawa nilai-nilai religius. Tapi islam juga membawa sebuah peradaban. Dimulai dari masa Rasulullah kemudian dilanjutkan pada masa kepemimpinan kulafaur Rasyidin. Saat itulah Islam mulai memberi pengaruh kepada dunia, karena para khalifah sudah melakukan perluasan wilayah keluar daerah Arab. Setelah masa Kulafaur Rasyidin muncullah daulah Bani Umayyah dan Abbasiyah.
            Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat saat kepemimpinan bani Umayyah dan Abbasiyah. Sehigga peradaban Islam memberi pengaruh yang besar ke pada dunia saat itu. Pada saat itu para Khalifah melakukan ekspansi besar-besaran ke daerah Asia, Afrika sampai Eropa. Para sejarawan menyebut saat itu dengan “The Golden Age” (Muhammad, 2012). Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat di berbagai bidang peradaban, ilmu pengetahuan, politik dan pemerintahan, sains dan teknolgi. Di makalah ini akan kami paparkan mengenai politik, perkembangan peradaban, sains dan teknologi pada masa Bani Umayyah dan Abbasiyah serta kemunduranya.



B.     Rumusan Masalah
            Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan oleh penulis, maka dapat diambil beberapa rumusan masalah, yaitu:
a.       Bagaimanakah peradaban Islam pada masa dinasti Bani Umayyah?
b.      Bagaimanakah peradaban Islam pada masa dinasti Bani Abbasiyah?

C. Tujuan Pembahasan
            Berdasarkan rmusan masalah yang ingin dibahas oleh penulis, maka makalah ini bertujuan:
a.         Menjelaskan mengenai  peradaban Islam pada masa dinasti Bani Umayyah.
b.         Menjelaskan mengenai peradaban Islam pada masa dinasti Bani Abbasiyah.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Peradaban Islam pada Masa Dinasti Bani Umayyah (661-743 M)
            Di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Syiah, Muawiyah, dan Khawarij. Keadaan ini tentunya tidak menguntungkan bagi Ali, akibatnya posisi Ali semakin lemah, sementara posisi Muawiyah semakin kuat. Dan pada tahun 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij (Yatim, 1996: 40).
            Setelah Ali bin Abi Thalib meninggal, kedudukannya sebagai khalifah dijabat oleh anaknya, Hasan. Namun karena penduduk Kufah tidak mendukungnya, seperti sikap mereka terhadap Ayahnya, maka Hasan semakin lemah, sementara Muawiyah semakin kuat. Maka Hasan mengadakan perjanjian damai dengan Muawiyah dengan menanggalkan jabatan khilafah untuk Muawiyah pada tahun 41 H (661 M), agar tidak terjadi pertumpahan darah yang sia-sia. Perjanjian tersebut dapat mempersatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan politik, yakni di bawah kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan (Nahdi, 1994: 48). Tahun tersebut dalam sejarah dikenal sebagai tahun al-Jama'ah (tahun persatuan), sebagai tanda bahwa umat Islam telah menyepakati secara aklamasi mempunyai hanya satu orang khalifah. Di sisi lain penyerahan tersebut menjadikan Muawiyah sebagai penguasa absolut dalam Islam (Yatim, 1996: 40). Dengan demikian, maka berakhirlah apa yang disebut dengan masa Khulafa' al-Rasyidin yang bersifat demokratis, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah politik Islam yang bersifat keturunan (Yatim, 1996: 40-41).
            Memasuki masa kekuasaan muawiyyah yang menjadi awal kekuasaan bani umayyah,pemerintahan yang awalnya bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Kekhalifahan muawiyah diperoleh melalui kekerasan,diplomasi dan tipu daya,tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium.
            Kekuasaan bani umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota Negara dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya, berikut adalah Khalifah yang pernah menjabat pada masa tersebut:
a.       Muawiyah bin Abu Sufyan (Muawiyah I)                 661-680 M
b.      Yazid bin Muawiyah (Yazid II)                                680-683 M
c.       Muawiyah bin Yazid                                                 683-684 M
d.      Marwan bin Hakam (Marwan I)                                684-685 M
e.       Abdul Malik bin Marwan                                          685-705 M
f.       Al Walid bin Abdul Malik (Al Walid II )                  705-715 M
g.      Sulaiman bin Abdul Malik                                         715-717 M
h.      Umar bin Abdul Aziz (Umar II )                               717-720 M
i.        Yazid bin Abdul Malik (Yazid II )                            720-724 M          
j.        Hisyam bin Abdul Malik                                           724-743 M
k.      Al-Walid bi Yazid (Al Walid II)                               743-744 M
l.        Yazid bin al Walid (Yazid III)                                  744 M
m.    Ibrahim bin al Walid                                                  744 M
n.      Marwan bin Muhammad (Marwan III )                    744-750 M

Khalifah-khalifah besar dinasti  Bani Umayyah ini adalah:
a.       Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M)
            Semenjak berkuasa, Muawiyah mulai mengubah koalisi kesukuan Arab menjadi sebuah sentralisasi monarkis. Ia memperkuat barisan militer dan memperluas kekuasaan administratif negara dan merancang alasan-alasan moral dan politis yang baru demi kesetiaan terhadap khalifah. Selanjutnya ia berusaha menertibkan kebijakan militer dengan tetap mempertahankan panglima-panglima Arab yang memimpin pasukan kebangsaan Arab.
            Untuk memenuhi interes para pemimpin suku, oleh Muawiyah, sejumlah penaklukan diarahkan ke Afrika Utara dan Iran Timur. Selanjutnya Ia berusaha meningkatkan pendapatan negara dari penghasilan pribadinya, dari lahan pertanian yang diambil alih dari Bizantium dan Sasania, dan dari investasi pembukaan tanah baru dan irigasi. Kebijakan politik dan kekuasaan finansial yang ditempuhnya berasal dari nilai-nilai tradisi Arab, seperti; konsiliasi, konsultasi, kedermawanan dan penghormatan terhadap bentuk-bentuk tradisi kesukuan. Muawiyah sangat terkenal dengan sifat santunnya (hilm), Ira M. Lapidus menjelaskan; Jika Khalifah Umar terkenal dengan integritas keagamaannya, maka Muawiyah terkenal dengan patriotisme kebangsaannya. Pemerintahan Muawiyah ditandai dengan upaya sentralisasi kekuasaan negara, bahkan pemerintahannya didasarkan pada jaringan kerja (networks) pribadi dan ikatan kekerabatan. Namun demikian. beberapa dekade masa pemerintahan Muawiyah, tidak terlepas dari berbagai bentuk perselisihan, seperti warga Madinah menentang Quraisy lantaran merampas kedudukan mereka, kalangan Syiah menginginkan jabatan khilafah dan sebagainya, akan tetapi berkat kecakapan pribadinya serta kekuatan militernya, Muawiyah mampu mengatasinya (Lapidus, 2000: 87-88).
b.      Abd Al-Malik ibn Marwan (685-705 M) dan Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M)
            Aspek pertama dari kebijakan Abdul Malik setelah berhasil menghancurkan musuh-musuh Bani Umayyah adalah demiliterisasi Arab pada beberapa perkampungan militer di Iraq. Sejak itu, militer Suriah menggantikan kedudukan militer Iraq yang bermula dari sebuah perkampungan militer yang dibangun di al-Wasith. Pada masa pemerintahan Abdul Malik, untuk pertama kalinya khalifah Bani Umayyah mencetak mata uang logam, menggantikan mata uang Bizantium dan Sasania. Mata uang yang baru ini, menghilangkan simbolisme Kristen dan Zoroastrian dan memperkenalkan model koin yang terbuat dari emas dan perak yang bertuliskan huruf Arab sebagai simbol kedaulatan negara. Selain dari yang disebutkan di atas, negara juga menandai kedaulatannya dengan mendirikan sejumlah bangunan monumental, Abdul Malik menetapkan Yerusalem sebagai kota suci bagi umat Islam dan Masjid Kubah Batu (al-Kubbah al-Shakhra) dibangun pada tanah peribadatan umat Yahudi kuna.
            Pada masa pemerintahan al-Walid, dibangun beberapa masjid baru di Madinah dan di Damaskus, hiasan pada masjid-masjid tersebut melambangkan kejayaan bangsa Arab dan menjadi bukti pengabdian negara kepada agama. Terdapat beberapa kesejajaran antara langkah-langkah yang ditempuh oleh Abdul Malik dan putranya, al-Walid. yaitu praktik administrasi model Bizantium dan Sasania. Di Suriah dan di Mesir seluruh perangkat administratif, termasuk di dalamnya administrasi pendapatan negara berasal dari tradisi Bizantium, demikian juga organisasi kemiliteran di Suriah mengikuti model Bizantium, sementara di Iraq, pengadministrasian negara mengikuti pola Sasania, yakni pembagian menjadi empat bidang; bidang keuangan, kemiliteran, surat-menyurat, dan bidang kedutaan.
            Kesejajaran yang lain dari kedua khalifah Bani Umayyah ini, adalah menyusun peralihan pejabat-pejabat pajak dari orang-orang yang berbahasa Yunani dan Suriah kepada orang-orang yang berbahasa Arab. Catatan-catatan ringkas, penyalinan, dan laporan-laporan, sekarang muncul dalam bahasa Arab, perubahan ini di Iraq berlangsung pada tahun 697 M. di Suriah dan Mesir pada tahun 700 M. (Lapidus, 2000: 90-94).

c.       Umar ibn Abdul Aziz (717-720 M)
Umar bin Abdul Aziz selama masa pemerintahannya, memperlihatkan kemajuan diberbagai aspek, Umar memberikan hak untuk ikut berperan aktif di dalam diwan-diwan kepada seluruh pasukan Muslim yang aktif, baik Arab maupun non-Arab. Umar juga memberlakukan prinsip baru dalam sistim perpajakan yang didasarkan atas asas persamaan antara Muslim Arab dan Muslim non-Arab, baik berupa pajak jiwa maupun pajak tanah. Khalifah Umar menetapkan bahwa pajak bukan sebuah fungsi dari status individual. Muslim non-Arab diharapkan membayar pajak tanah, dan demikian pula Muslim Arab harus membayar pajak tanah-tanah mereka secara penuh (Lapidus, 2000: 96-97).
            Umar menyadari bahwa dominasi sebuah etnis terhadap etnis lain adalah suatu anakronistik, oleh karena itu antagonisme antara Arab dan non-Arab segera Ia hapuskan, dan menjadikannya sebuah kesatuan Muslim yang universal (Lapidus, 2000: 96).


d.      Hasyim ibn Abd Al-Malik (724-743 M).
            Hisyam ibn Abdul Malik menjabat sebagai Khalifah pada usia yang ke 35 tahun. Ia terkenal negarawan yang cakap dan ahli strategi militer. Pada masa pemerintahannya muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan ini berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan selanjutnya, kekuatan baru ini mampu menggulingkan Dinasti Umayyah dan menggantikannya dengan Dinasti baru, Bani Abbas.
            Pemerintahan Hisyam yang lunak dan jujur menyumbangkan jasa yang banyak untuk pemulihan keamanan dan kemakmuran, tetapi semua kebajikannya tidak bisa membayar kesalahan-kesalahan para pendahulunya, kerana gerakan oposisi terlalu kuat, sehingga Khalifah tidak mampu mematahkannya.
            Meskipun demikian, pada masa pemerintahan Khalifah Hisyam kebudayaan dan kesusastraan Arab serta lalu lintas dagang mengalami kemajuan. Dua tahun sesudah penaklukan pulau Sisily pada tahun 743 M, ia wafat dalam usia 55 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 19 tahun, 9 bulan. Sepeninggal Hisyam, Khalifah-Khalifah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin mempercepat runtuhnya Daulah Bani Ummayyah.

Kekuasaan dinasti Bani Umayyah
            Berawal dari ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali yang kemudian dilanjutkan kembali oleh dinasti ini. Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Di sebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstatinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd al-Malik. Dengan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawariz, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
            Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid ibn Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman ,kemakmuran ,dan ketertiban. Umat islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahanya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah Barat Daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. setelah Aljazair dan Marokko  dapat ditundukkan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan islam, dengan pasukanya menyebrangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan benua Eropa, dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepat dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Di zaman umar ibn Abd Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd Al-Rahman ibn Abdullah Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau dan poitiers. Ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh dan tentaranya mundur ke Spanyol.
            Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di Timur maupun Barat, wilayah kekuasaan islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi spanyol,Afrika utara ,Syria, Palestina, Jazirah Arabia,irak,sebagian Asia kecil, Persia,Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia,Uzbek dan Kigris di Asia Tengah.
            Di samping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan diberbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentudengan menyediakan kuda yang lengkap serta peralatanya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainya,pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.

Keruntuhan Dinasti Bani Umayyah
            Ada beberapa factor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Factor-faktor itu ntara lain adalah:
a)      Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturanya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantin khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
b)      Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi dimasa Ali. Sisa-sisa Syiah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi , baik secara terbuka  maupun secara tersembuny.
c)      Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnisantara suku ArabiaUtara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum islam,makin meruncing.
d)     Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan  tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
e)      Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang diplopori oleh keturunan Al-Abbas ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari bani Hasyim dan golongan Syiah dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.



            Lahirnya Khilafah Dinasti Abbasiyah berasal dari hancurnya Khilafah Dinasti Umayah, karena dalam kerajaan Khilafah Dinasti Umayah itupun tidak selalu dijumpai kedamaian dan ketentraman, selalau saja ada perselisihan politik antar partai dalam negeri yang tidak pernah tunduk kepada perintah khalifah. Salah satu golongan yang tidak mau tunduk itu adalah keturunan Abbas, seorang paman Nabi Muhammad saw. Pada tahun 750 M atau 132 H usaha mereka untuk merobohkan Dinasti Umayah membuahkan hasil. Terjadilah pertumpahan darah dari golongan Dinasti Umayah beserta keluarganya yang habis dibunuh oleh golongan dari Dinasti Abbasiyah. Khalifah pertama dari Dinasti Abasiyah menyebut dirinya As Saffah yang berarti yang mencurahkan darah. Gelarnya terus dipergunakan dan terus menjadi sejarah dengan nama Abbas As Saffah.
           
Masa Pemerintahan Bani Abbasiyah
            Masa pemerintahan Bani Abbasiyah terbagi kepada dua periode pemerintahan, yaitu :
1. Masa Pemerintahan Periode I
a.       Abul Abbas As-saffah
            Dia bernama Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas, khalifah pertama pemerintahan Abbasiyah. Ayahnya adalah orang yang melakukan gerakan untuk mendirikan pemerintahan Bani Abbasiyah dan menyebarkan kemana-mana. Inilah yang membuat Abdullah banyak mengetahui tentang gerakan ini dan rahasia rahasianya. Dia diangkat oleh saudaranya yang bernama Ibrahim sebelum dia ditangkap oleh pemerintahan Umawiyah pada tahun 129 H / 746 M. tertangkapnya Ibrahim membuat Abdullah harus berangkat ke Kufah bersama-sama dengan pengikutnya secara rahasia (Yatim, 1993:42).
            Pada masa pemerintahannya, saat pasukan Abbasiyah menguasai Khurasan dan Irak, dia keluar dari persembunyiannya dan dibaiat sebagai khalifah pada tahun 132 H / 749 M. setelah itu dia mengalahkan Marwan bin Muhammad dan menghancurkan pemerintahan Bani Muawyah pada tahun yang sama. Pemerintahan yang dia pimpin berdasar pada tiga hal utama, yaitu: Pertama, pada keluarganya. Sebab, dia memiliki paman, saudara saudara, dan anak anak saudara dalam jumlah besar. Mereka menyerahkan kepempinan dan pemerintahan wilayah kepadanya. Demikian juga dalam masalah nasihat dan musyawarah. Kedua, Abu Muslim Khurasani. Dia adalah panglima perang yang jempolan. Dengan kekuatan dan tekadnya yang kokoh, dia mampu menaklukan Kharasan dan Irak.Ketiga, Panatisme golongan. Dia muncul pada akhir akhir dan melemahnya pemerintahan Muawiyah. Peluang ini ditangkap manis oleh Bani Abbasiyah. Pada masa pemerintahan Abu Abbas Assyafah ini, disibukkan dengan upaya untuk konsolidasi internal dan menguatkan pilar pilar Negara yang belum stabil. Abu Abbas Assyafah meninggal pada tahun 136 H / 753 M.

b.      Abu Ja‟far Al Mansyur
            Dia bernama Abdullah bin Muhammad Ali bin Abdullah Al Abbas. Dia seorang yang paling terkenal dari penguasa Bani Abbasiyah dengan keberanian, ambisi, dan kecerdikannya. Dia menjadi khalifah setelah saudaranya Al Abbas untuk melaksanakan wasiat dari saudaranya itu. Adapun peristiwa-peristiwa penting pada zaman Al Mansur, yakni gerakan pemberontak yang diantaranya adalah pemberontakan Ali bin Abdullah bin Ali, pembunuhan Abu Muslim Khurasani, pemberontakan Muhammad dan Ibrahim, dan Kharij.
            Pada zaman Al Mansur juga beliau telah menaklukan negeri Tibristan, Dailam, dan Kasmir serta yang lainnya. Beliau juga berhasil membangun Kota Bagdad yang kemudian dijadikan ibu kota pemerintahannya pada tahun 146 H / 763 M. Selain itu, beliau juga membangun Kota Rafiqoh dan memperluas Masjidil Haram pada tahun 139 H / 756 M. setelah itu, beliau meninggal di Makah pada tahun 158 H / 774 M pada waktu beliau sedang melaksanakan ibadah haji.




c.       Muhammad Al Mahdi
            Dia bernama Muhammad Al Mahdi Ibnul Mansur. Dilantik sebagai khalifah sesuai dengan wasiat ayahnya pada tahun 158 H / 774 M. Dia dikenal sebagai seorang yang sangat dermawan dan pemurah. Pada masa pemerintahannya, kondisi dalam negeri saat itu sangat stabil, dan tidak ada satu gerakan penting dan signifikan di masanya. Dia berhasil mencapai kemenangan kemenangan atas orang orang romawi. Anaknya, Harun Ar Rasyid adalah panglima perang dalam penaklukan ini. Dia sampai ke pantai Marmarah dan berhasi melakukan perjanjian damai dengan Kaisar Agustine yang bersedia untuk membayar jizyah pada tahun 166 H / 782 M. Muhammad Al Mahdi meninggal pada tahun 169 H / 785 M setelah memerintah selama 10 tahun beberapa bulan.

d.      Musa Al Hadi
            Dia adalah Musa Al Hadi bin Muahammad Al Mahdi yang dilantik sebagai khalifah setelah ayahnya. Pada masa itu, terjadi pemberontakan oleh Husein bin Ali Ibnul Husein Ibnul Hasan bin Ali di Makkah dan Madinah. Dia menginginkan agar pemerintahan berada di tangannya. Namun Al Hadi mampu menaklukannya dalam perang Fakh pada tahun 169 H / 785 M. Pada saat yang sama juga Yahya bin Abdullah melakukan pemberontakan di Dailam. Maka, Al Hadi memberangkatkan Ar Rasyid sampai Yahya bin Abdullah mampu ditaklukan. Musa Al Hadi meninggal pada tahun 170 H / 786 M.

e.       Harun Ar Rasyid
            Dia bernama Harun Ar Rasyid Ibnul Mahdi, dia mutiara sejarah Bani Abbasiyah. Pada masanya pemerintahan Islam mengalami puncak kemegahan dan kesejahteraan yang belum pernah dicapai sebelumnya. Harun Ar Rasyid dikenal sebagai sosok yang sangat pemberani. Dia telah melakukan penyerbuan dan penaklukan negeri romawi pada saat baru berumur 20 tahun. Dia pun dikenal sebagai sosok yang takwa dan takut kepada Allah dalam segala perkara. Pada masa pemerintahannya adalah masa yang sangat tenang dan stabil, hanya ada beberapa pemberontakan kecil yang tidak berarti apa apa, diantaranya adalah pemberontakan Yahya Abdullah, kaum Khawarij, orang-orang Zindik, dan pemberontakan di Kharasan.
            Pada masa pemerintahannya pula dia berhasil melakukan penaklukan Heraclee. Pada tahun 187 H / 802 M, orang orang romawi mengingkari janji tatkala yang berkuasa atas mereka adalah Naqfur. Sebelum meninggal, dia mewariskan kekuasaan kepada kedua anaknya, Al Amin dan Al Makmun. Hal ini menjadi fitnah yang bertiup kencang yang terjadi antara dua saudara ini setelah kematiannya. Harun meninggal pada tahun 193 H / 808 M setelah memerintah selama 23 tahun.

f.       Muhammad Al Amien
            Dia bernama Muhammad Al Amin bin Harun Ar Rasyid. Ayahnya telah membaiatnya sebagai khalifah, lalu untuk saudaranya Al Makmun, kemudian untuk Qasim. Dia diberi kekuasaan di Irak, sedangkan Al Makmun di Kharasan. Namun, ada salah seorang menteri Al Amin yang mendorongnya untuk mencopot posisi putera mahkota dari adiknya dan memberikannya kepada anaknya yang bernama Musa. Al Amin termakan tipuan ini, dan Al Amin segera memberontak. Pada tahun 195 H / 810 M, Al Amin mengirimkan dua pasukan untuk memerangi saudaranya, namun berhasil dihancurkan oleh Thahir bin Husein, panglima perang Al Makmun. Al Amin sendiri dikenal sebagai seorang yang suka berfoya foya serta banyak melalaikan urusan Negara. Sehingga setelah lima tahun ia memerintah, kekhalifahannya digantikan oleh Abdullah Al Makmun.
g.      Abdullah Al Makmun
            Dia bernama Abdullah Al Makmun bin Harun Ar Rasyid. Pada masa pemerintahannya banyak peristiwa peristiwa penting yang terjadi, pertama adalah pemberontakan Bagdad dan penunjukkan Ibrahim Al Mahdi sebagai khalifah, kedua Al Khuramiyah, dan ketiga adanya fitnah bahwa Al Quran adalah makhluk.
Penaklukan-penaklukan pada masa pemerintahannya sangatlah terbatas. Dia hanya mampu menaklukan Laz, sebuah tempat di Dailam pada tahun 202 H / 817 M. Pada masanya, dia tidak menjadikan anaknya Al Abbas, untuk menggantikan dirinya. Dia malah mengangkat saudaranya Al Mu‟tasim karena disa melihat bahwa Al Mu‟tasim lebih memiliki banyak kelebihan dibandingkan anaknya. Setelah berkuasa selama 20 tahun. Al Ma’mun meninggal pada tahun 218 H / 833 M (Yatim, 1993:43).

h.      Abu Ishaq Al Mu‟tashim
            Dia bernama Muhammad bin Harun Ar Rasyid naik sebagai khalifah setelah mendapat wasiat dari saudaranya. Pada masa pemerintahannya, dia banyak mengangkat pasukan dari orang orang Turki, sehingga ini sama artinya dengan meletakkan semua masalah pemerintahan di tangan orang-orang Turki yang berlebihan. Pada waktu itu, Al Mu‟tasim mendukung pendapat bahwa Al Quran adalah makhluk. Adapun peristiwa penting pada zaman pemerintahannya adalah gerakan Babik Al Khurami. Penaklukan yang dilakukan oleh Abu Ishaq Al Mu‟tasim pada pemerintahannya adalah penaklukan Al Muriyah yang mana banyak perbuatan yang melampaui batas kesopanan. Kemudian setelah memerintah selama 9 tahun, Abu Ishaq Al Mu‟tasim meninggal dunia pada tahun 227 H / 833 M.

i.        Harun Al Watsiq
            Dia adalah Harun bin Muhammad Al Mu‟tasim menjadi khalifah setelah ayahnya Al Mu‟tasim, pada tahun 227 H / 841 M. Panglima-pamglima asal Turki pada masanya mencapai posisi-posisi yang sangat terhormat. Bahkan, Asynas mendapatkan gelar sultan dari Al Watsiq. Harun Al Watsiq meninggal pada tahun 223 H / 846 M setelah memerintah selama 5 tahun.
j.        Ja‟far Al Mutawakkil
            Dia bernama Ja‟far bin Muhammad Al Mu‟tasim. Ja‟far Al Mutawakkil adalah salah seorang yang melarang dengan keras pendapat yang mentapkan bahwa Al Quran adalah makhluk. Pada masa pemerintahannya, orang-orang romawi melakukan penyerangan di Dimyath, Mesir. Peristiwa ini terjadi pada tahun 238 H / 852 M. Al Mutawakkil dibunuh oleh anaknya yang bernama Al Muntasir pada tahun 247 H / 861 M.

2. Masa Pemerintahan Periode II
Ø  Dominasi Turki
            Dari tahun 247-334 H/861-945 M adalah masa di mana orang-orang militer Turki memegang kendali atas khalifah-khalifah yang lemah. Merekalah yang memilih khalifah dan mereka pula yang memberhentikannya. Mereka membunuh para khalifah semau mereka sendiri, begitupun al Mu‟tashim yang mendatangkan orang-orang Turki tersebut sudah ada di tangan mereka.
            Al Mu‟tashim mendatangkan mereka dari Negara-negara yang berada di Asia Tengah. Awalnya dia memberi wewenang untuk menjaga keamanan dan keselamatan individu-individu. Al Mu‟tashim mengangkat salah seorang diantara mereka untuk menjadi pengawal khusus untuknya. Kemudian mereka dimasukkan ke dalam jajaran tentara. Dengan keberanian dan kepahlawanan yang mereka miliki, mereka cepat naik pamornya di mata khalifah. Hingga akhirnya sampai ke puncak dan masuk ke jajaran elit penguasa terutama dalam medan perang. Dia tidak menyangka akibat tindakannya ini telah membuat diri dan anak-anaknya serta pemerintah Islam terjerumus dalam kepahitan dan kegetiran di bawah tangan manusia-manusia yang berlebihan tersebut.
Kejahatan mereka mulai tampak pada masa pemerintahan al Mu‟tashim. Sehingga mereka banyak melakukan tindakan-tindakan yang di luar batas kepada banyak orang di Baghdad.
            Dengan cepat, mereka menduduki kekuasaan secara penuh, sampai-sampai mereka berhasil membunuh al Mutawakkil dan kekuasaan mereka sempurna pada masa pemerintah al Muntashir. Pada selanjutnya, pemerintahan yang dikuasai oleh orang-orang Turki ini melemah dengan sendirinya.

Ø  Dominasi Buwaihid
            Kehadiran Bani Buwaihid berawal dari tiga orang putra Abu Syuja‟ Buwaih, pencari ikan yang tinggal di daerah Dailam, yaitu Ali, Hasan, dan Ahmad. Untuk keluar dari tekanan kemiskinan, tiga bersaudara ini memasuki dinas militer yang ketika itu dipandang banyak mendatangkan rezeki. Kedudukan mereka bertiga lama kelamaan naik, memegang kedudukan-kedudukan penting pada pemerintahan. Pada masa pemerintahan Bani Buwaih ini, para khalifah Bani Abbasiyah benar-benar tinggal namanya saja. Pelaksanaan pemerintahan sepenuhnya berada di tangan amir-amir Bani Buwaih.
            Sebagaimana para khalifah Abbasiyah periode pertama, para penguasa Bani Buwaih mencurahkan perhatian secara langsung dan sungguh-sungguh terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan kesusastraan. Pada masa Bani Buwaih ini banyak bermunculan ilmuwan besar, diantaranya Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Farghani, Abd Al Rahman dan kelompok Ikhwan Al Shafa. Kekuatan politik Bani Buwaih tidak lama bertahan, Setelah generasi pertama, tiga bersaudara tersebut, kekuasaan menjadi ajang pertikaian diantara anak-anak mereka. Masing-masing merasa paling berhak atas kekuasaan pusat. Hal ini menjadi faktor pemicu kemunduran dan kehancuran pemerintahan.

Ø  Dominasi Saljuk
            Jatuhnya kekuasaan Bani Buwaih ke tangan Seljuk bermula dari perebutan kekuasaan di dalam negeri. Ketika Al Malik Al Rahim memegang jabatan amir al umara, kekuasaan itu dirampas oleh panglimanya sendiri, Arselan al Basasiri. Dengan kekuasaan yang ada ditangannya, Al Basasiri berbuat sewenang-wenang terhadap Al Malik Al Rahim dan khalifah Qaim dari Bani Abbas. Hal ini mendorong khalifah meminta bantuan kepada Tughril Bek dari dinasti Seljuk yang berpangkalan di negeri Jabal. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Bani Buwaih dan bermulalah kekuasaan Dinasti Seljuk.
            Posisi dan kedudukan khalifah lebih baik setelah Dinasti Seljuk berkuasa, paling tidak kewibaannya dalam bidang agama mulai kembali. Meskipun Baghdad dapat dikuasai, namun ia tidak dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Thugrul Bek memilih Naisabur dan kemudian Ray sebagai pusat pemerintahannya.
            Pada masa pemerintahan Dinasti Seljuk ini, ilmu pengetahuan dan agama mengalami kemajuan. Maka hal ini menimbulkan banyak lahirnya ilmuwan-ilmuwan muslim pada masanya, misalnya Al Zamakhsyari, Al Qusyairy dan lain. Bukan hanya pembangunan mental spiritual, dalam pembangunan fisik pun Bani Seljuk banyak meninggalkan jasa. Misalnya dalam pembangunan mesjid, jembatan, irigasi, dan jalan raya. Namun sayang, Bani Seljuk pun mengalami masa kemunduran mulai pada tahun 485 H. Kemunduran Bani Seljuk ini terutama pada bidang politik yang disebabkan oleh perebutan kekuasaan diantara anggota keluarga.
            Tokoh-tokoh yang terkenal dalam bidang ilmu pengetahuan pada masa Bani Abasiyah antara lain:
Ø  Zakaria al-Razi (865-925 M)
            Al-Razi terkenal dengan Razhes (bahasa latin). Beliau adalah ahli kedokteran klinis, dan penerus Ibn Hayyan dalam pengembangan ilmu kimia. Ia melakukan penelitian empiris dengan mengunakan peralatan yang lebih canggih disbanding dengan kegiatan ilmiah sebelumnya dan mencatat setiap perlakuan kimiawi dikenakannya terhadap bahan-bahan yang ditelitinya serta hasilnya.

Ø  Al-Farabi (870-950 M)
            Al-Farabi dikenal di Barat dengan sebutan Alpharabius. Dia adalah filosof yang juga ahli dalam bidang logika, matematika, dan pengobatan. Dalam bidang fisika, Al-Farabi menulis kitab al-Musiqa. Kitab-kitab yang ditulisnya begitu banyakdan sebagian masih dapat dibaca hingga sekarang ini.

Ø  Al-Biruni (973-1048 M)
            Al-Biruni adalah Ibnu Raian Muhammad al-Biruni. Ia tinggal di istana Mahmud di Gazni (Afganistan). Akbar S.Ahmed menjulukinya dengan gelar Ahli Antropologi pertama (Bapak Antropologi). Argumentasinya karena ia adalah seorang observer partisipan yang luas tentang masyarakat “asing” dan berupaya mempelajari naskah primer dan pembahasannya. Di samping sebagai antropolog, al-Biruni juga ahli matematika, astronomi dan sejarah.

Ø  Ibnu Sina (980-1037 M.)
            Nama latin Ibn Sina adalah Avicanna, beliau adalah ahli ilmu kedokteran dan filsafat. Karya besarnya dalam bidang kedokteran adalah al-Qanun fi al-Thib. Buku ini selama lima abad menjadi buku pegangan di universitas-universitas di Eropa. Selain itu, beliau juga memiliki karya iliah pada bidang logika, matematika, astronomi, fisika, mineralogy, ekonomi,dan politik.

Ø  Umar Khayam (1038-1148 M)
            Umar Kahyam adalah ahli astronomi, kedokteran, fisika, dan sebagian besar karyanya dalam bidang matematika. Akan tetapi, beliau lebih dikenal sebagai penyair dan sufi. Beliau adalah penemu koefesien-koefesien binomial dan memecahkan persamaan-persamaan kubus.

Kemunduran Dinasti Abbasiyah dan Penyebab Kehancurannya
Ada beberapa faktor internal yang menjadi penyebab kemunduran hingga kehancuran dinasti Abbasiyah, da antaranya adala sebagai berikut:
1.      masuknya dominasi kekuatan luar ke dalam pusat pemerintahan Bagdad,sehingga menjadikan posisi khalifah sebagai boneka. Dalam arti, secara de jure, khalifah yang berkuasa atas seluruh dinasti Bani Abbas, tetapi secara de facto pemerintahan dikuasai olehkekuatan lain. Seperti dikatahui bahwa sejak awal kekhalifahan Bani Abbas memasukkan unsur-unsur non Arab, baik personil maupun kebudayaannya, seperti unsur Persia dan Turki. Di kemudian hari unsur-unsur itu ikut mewarnai jalannya pemerintahan hingga pada perkembangan selanjutnya, militer dan penjaga dikuasai oleh orang-orang Turki. Pada 945-1055 M dinasti Buwaihi dari Persia secara de facto berkuasa di Bagdad. Selanjutnya pada 1055-1194 dinasti saljuk dari Turki menguasai pemerintahan. 27 orang khalifah setelah Al-Mutawakkil (819-847 M), terdapat dua belas khalifah yang keberadaannya dipermainkan oleh pengawal istana dari Turki. Sebagai contoh, khalifah Al-Mustain melarikan diri bariBagdad karena tidak tahan dengan perlakuan kasar pengawal Turki, Al-Mu’taz dipaksa turuntahta oleh pengawalnya setelah berkuasa selama tiga bulan. Al-Muhtadi diturunkan dari tahtadan dipenjarakan karena bentrok dengan orang Turki, dan masih banyak lagi khalifah-khalifahyang dipecat, disingkirkan, dibunuh atau dipenjarakan oleh para pengawalnya dari Turki.

2.      lemahnya semangat patriotism negara. Pada periode kedua (950-1050 M), banyak wilayah yang dipimpin oleh para gubernur melepaskan diri dari pusat Bagdad, kemudianmereka mendirikan dinasti-dinasti kecil secara mandiri. Di wilayah barat Bagdad, munculdinasti Idris di Maroko, dinasti Aglabhi di Tunisia, dinasti Tuluni di Mesir, dan dinastihamdani di Aleppo. Di wilayah timur muncul dinasti Thahiri di Khurasan. Disintegrasi inidisebabkan wilayah Bani Abbas yang terlalu luas tanpa di imbangi dengan pemerintahan pusatyang kuat.

3.      kesulitan ekonomi, dikarenakan banyaknya wilayah yang melepaskan diri darikekuasaan Abbasiyah, padahal sumber utama penghasilan Bani Abbas adalah dari pajak yangdibayarkan oleh daerah kekuasaan tersebut. Situasi sulit ini diperparah dengan munculnya pemberontakan-pemberontakan di beberapa wilayah Bani Abbas. Di Iraq terdapat gerakanSyi’ah Qaramithah yang dipimpin oleh Hamdan Qarmat yang mulai beroperasi pada 874 M. juga gerakan Hasyasyin yang dipimpinHasan bin Saban.
4.      ketidak jelasan sistem pergantian khalifah. Dinasti ini tidak mempunyai ketentuan mengenai mekanisme penggantian khalifah. Hal ini menjadi penyebab perebutankekuasaan antara keluarga Bani Abbas.Adapun faktor eksternalnya adalah bahwa raja Mongolia, Mangu berkeinginan untuk memperluas kekuasaannya. Maka diperintahkan Kubilai untuk melakukan misi penyeranganke wilayah Timur, sedangkan Hulagu ke wilayah Barat untuk menaklukkan kekhilafahanIslam. Hulagu bermunat menghancurkan Islam karena dua hal, kebenciannya terhadap Islam,dimana hal ini ditimbulkan oleh isterinya yang beragama Kristen, dan karena janji Mangu kepada raja Armenia untuk menyerahkan Jerussalem kepada orang-orang salib, apabila Mangu berhasil menumbangkan kekuatan Islam. Pada 10 Februari 1258 M benteng Bagdad ditembus pasukan Hulagu, dan kemudianBagdad dihancurkan. Kekayaan negara termasuk buku-buku di perpustakaan-perpustakaandibakar. Khalifah dan keluarganya dibunuh. Inilah hari yang sangat menyedihkan bagi umatIslam, sebab kehancuran politik Bagdad berarti hancurnya politik Islam pada waktu itu, dan pengaruhnya begitu besar di bidang lain seperti pendidikan, ekonomi dan kebudayaan Islam.
                 
 
BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
            Setelah khalifah 'Ali bin Abi Thalib wafat, Muawiyah bin Abi Sufyan, dengan mudah memperoleh pengakuan dari umat Islam sebagai khalifah, selanjutnya Ia membentuk Dinasti Bani Umayyah. Dengan keberhasilan ekspansi kekuasaan Islam pada masa Bani Umayyah, wilayah kekuasaan Islam semakin luas. Selain ekspansi, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Penyebab utama jatuhnya Bani Umayyah, ialah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abdil Muththalib, sebagai saingan bagi Bani Umayyah dalam soal khalifah, selain itu faktor lainnya adalah kurang cakapnya pemimpin setelah Khalifah Hisyam, mereka rata-rata suka hidup bermewah-mewahan.
            Terdapat lima Khalifah besar pada masa Bani Umayyah, yaitu:
a.       Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M)
b.      Abd Al-Malik ibn Marwan (685-705 M)
c.       Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M)
d.      Umar ibn Abdul Aziz (717-720 M)
e.       Hasyim ibn Abd Al-Malik (724-743 M)

            Setelah daulah Umayyah runtuh, maka digantikan oleh dinasti Abbasiyah yang membawa Islam kepada kemajuan ilmu pengetahuan, adapun Khalifah yang pernah memimpin pada masa daulah Abbasiyah adalah:


a.       Abul Abbas As-saffah
b.      Abu Ja‟far Al Mansyur
c.       Muhammad Al Mahdi
d.      Musa Al Hadi
e.       Harun Ar Rasyid
f.       Muhammad Al Amien
g.      Abdullah Al Makmun
h.      Abu Ishaq Al Mu‟tashim
i.        Harun Al Watsiq
j.        Ja‟far Al Mutawakkil

            Pada masa daulah Abbasiyah banyak muncul tokoh-tokoh besar dalam bidang ilmu pengetahuan diantaranya:
Ø  al-Razi (865-925 M)
Ø  Al-Farabi (870-950 M)
Ø  Al-Biruni (973-1048 M)
Ø  Ibnu Sina (980-1037 M.)
Ø Umar Khayam (1038-1148 M)
            Terdapat beberapa faktor runtuhnya bani Abbasiyah, diantaranya: masuknya dominasi kekuatan luar ke dalam pusat pemerintahan Bagdad,sehingga menjadikan posisi khalifah sebagai boneka, lemahnya semangat patriotism negara, Pada periode kedua (950-1050 M), banyak wilayah yang dipimpin oleh para gubernur melepaskan diri dari pusat Bagdad, kemudianmereka mendirikan dinasti-dinasti kecil secara mandiri, kesulitan ekonomi, dikarenakan banyaknya wilayah yang melepaskan diri dari kekuasaan Abbasiyah, ketidak jelasan sistem pergantian khalifah. Dinasti ini tidak mempunyai ketentuan mengenai mekanisme penggantian khalifah.



Daftar Rujukan


Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1997. Ensiklopedi Islam. Jilid 5. Cet. 4. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.
Lapidus, Ira. M. 2000. A History of Islamic Societies, Penerjemah: Ghufron A. Mas'adi. Sejarah Sosial Umat Islam. Ed. I. Jakarta: PT Raja Grapindo.
Nahdi, A. Saleh. 1994. Lintasan Sejarah Islam. Cet. Pertama. Jakarta: Yayasan Radja Pena.
Yatim, Badri. 1996. Sejarah Peradaban Islam. Cet. 4. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.




2 comments: