Sejarah dan Arsitektur Candi Borobudur
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Sejarah Indonesia Kuno
Yang dibina oleh Bapak Deny Yudo Wahyudi, M.Hum
Oleh
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU
SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
PROGRAM STUDI
ILMU SEJARAH
KATA
PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “Sejarah dan Arsitektur Candi Borobudur”
dalam rangka tugas penyusunan makalah kelompok.
Makalah ini disusun untuk mengikuti
atau menyelesaikan salah satu tugas kelompok. Penyusun dapat menyelesaikan
dengan baik, semua itu tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari Bapak Deny Yudo Wahyudi
,M.Hum.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah
ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menambah kesempurnaan makalah
ini.
Mudah – mudahan dari makalah “Sejarah dan Arsitektur Candi Borobudur
“
dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca umumnya.
Malang, 3 April 2013
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
Kata Pengantar
Daftar Isi
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................... 7
1.3
Tujuan...................................................................................... 7
2. Pembahasan
2.1 Sejarah Candi Borobudur…………………………………… 8
2.2
Arsitektur Candi Borobudur………………………………… 17
3. Penutup
3.1
Kesimpulan............................................................................. 24
Daftar Rujukan...................................................................................... 25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
Sebagai
salah satu dari tujuh keajaiban dunia, Candi Borobudur dibangun dengan
menggunakan +/- 55.000 m3 batu. Tinggi bangunan ini sampai
kepuncak adalah 42m, dengan lebar dasar 123 m. Tegak dan kokoh menjulang
keangkasa dan merupakan bagian dari sejarah yang telah berumur 12 abad. Kapan
pastinya candi ini didirikan tidak diketahui dengan pasti. Tidak adanya
bukti-bukti tertulis menyebabkan Borobudur penuh kegelapan. Penentuan umur
dilakukan dengan memperhatikan dasar corak bangunan candi dan ukir-ukirannya
yang menunjukkan corak Jawa tengah abad 8 masehi.
Sejak dibangun pada abad ke 8, sejarah borobudur timbul tenggelam. Setelah selesai dibangun, borobudur menjadi pusat penelitian dan pemngembangan agama budha. Para pemeluk agama ini, mengunjungi Borobudur untuk mempelajari agama budha. Seluruh rangkaian relief borobudur berisi ajaran-ajaran agama budha. Pada jaman itu bangunan borobudur menjadi pusat perhatian dan dipuja sebagai bangunan yang suci.
Namun itu tidak berlangsung lama. Bersamaan dengan surutnya agama budha, borobudur ditinggal para pemeluknya. Setelah dinasti Cailendra (Caila=gunung, Indra=raja) lenyap, borobudur tak ada kabar beritanya. Berabad-abad borobudur tertutup kegelapan. Tidak ada tulisan ataupun berita tentang borobudur.
Sejak dibangun pada abad ke 8, sejarah borobudur timbul tenggelam. Setelah selesai dibangun, borobudur menjadi pusat penelitian dan pemngembangan agama budha. Para pemeluk agama ini, mengunjungi Borobudur untuk mempelajari agama budha. Seluruh rangkaian relief borobudur berisi ajaran-ajaran agama budha. Pada jaman itu bangunan borobudur menjadi pusat perhatian dan dipuja sebagai bangunan yang suci.
Namun itu tidak berlangsung lama. Bersamaan dengan surutnya agama budha, borobudur ditinggal para pemeluknya. Setelah dinasti Cailendra (Caila=gunung, Indra=raja) lenyap, borobudur tak ada kabar beritanya. Berabad-abad borobudur tertutup kegelapan. Tidak ada tulisan ataupun berita tentang borobudur.
Seiring
dengan berpindahnya pusat kerajaan jawa ke Jawa Timur, praktis borobudur
menjadi tak terurus lagi. Bekas abu letusan gunung berapi yang menyelimuti
borobudur menjadi media tumbuh bagi rumput dan semak belukar. Pohon-pohon kecil
mulai bertumbuhan menjadikan borobudur beralih rupa menjadi gundukan batu yang
tertutup semak belukar dan nampak angker sehingga membuat orang takut untuk
mendekat.
Pada awal abad ke 18, Gubernur Jendral Inggris bernama Sir Thomas Stamford Raffles, menerima laporan tentang keberadaan candi besar yang tertutp oleh semak belukar. Raffles kemudian mengutus perwiranya, H.C. Cornelius untuk mengunjungi candi besar tersebut, yang ternyata adalah borobudur. Semak belukar dibersihkan, sehinga nampaklahsebuah candi dengan patung-patung budha yang banyak sekali jumlahnya. Keadaan candi memang menyedihkan, karena banyak sekali bagian-bagian yang sudah runtuh. Banyak patung yang rusak, kepalanya patah dan lengannya buntung. Sayang pemerintahan Inggirs tidak berlangsung lama. Penelitian dan usaha memperbaiki borobudur menjadi terbengkalai lagi. Namun sejak itu borobudur mulai diperhatikan. Dengan dibukanya oleh raffles itu, banyak orang mengunjungi borobudur.
Pada awal abad ke 18, Gubernur Jendral Inggris bernama Sir Thomas Stamford Raffles, menerima laporan tentang keberadaan candi besar yang tertutp oleh semak belukar. Raffles kemudian mengutus perwiranya, H.C. Cornelius untuk mengunjungi candi besar tersebut, yang ternyata adalah borobudur. Semak belukar dibersihkan, sehinga nampaklahsebuah candi dengan patung-patung budha yang banyak sekali jumlahnya. Keadaan candi memang menyedihkan, karena banyak sekali bagian-bagian yang sudah runtuh. Banyak patung yang rusak, kepalanya patah dan lengannya buntung. Sayang pemerintahan Inggirs tidak berlangsung lama. Penelitian dan usaha memperbaiki borobudur menjadi terbengkalai lagi. Namun sejak itu borobudur mulai diperhatikan. Dengan dibukanya oleh raffles itu, banyak orang mengunjungi borobudur.
Pemerintah
Belanda yang mulai berkuasa lagi, mulai tertarik. Sayangnya tidak semua orang
bermaksud baik. Patung dan bagian-bagian candi yang indah banyak diambil orang
atau pejabat pemerintah. Salah satu contoh adalah pada tahun 1896, pemerintah
Hindia Belanda, melalui Residen Kedu, mengambil delapan gerobak penuh patung
dan bagian borobudur yang indah untuk dihadiahkan kepada Raja Siam. Raja
Chulalangkon memang mengunjungi Borobudur dan sangat tertarik akan
patung-patung budha dari candi tersebut. Maka diangkutlah hadiah dari Belanda
itu ke negaranya. Sampai sekarang benda berharga dari borobudur itu tersimpan
di Museum Bangkok, Thailand..
Pada
tahun 1907 sampai 1911 borobudur direstorasi besar-besaran. Pimpinan restorasi
adalah Ir. Th. Van Erp, seorang insinyur belanda yang berbakat dan memiliki
perhatian besar akan nasib borobudur. Biaya yang sangat besar telah tersedia,
borobudur yang hampir runtuh dibongkar satu persatu. Kemudian batu-batu yang
tercecer dikumpulkan. Rangkaian-rangkaian yang terpisah dicari dan disatukan.
Percobaan menyusun rangkaian yang sama itu sangat sukar dan lama. Perlu
ketelitian dan kesabaran untuk melakukannya dan tidak boleh terjadi kesalahan
dalam proses tersebut agar bisa diperoleh bentuk candi seperti semula saat
dibangun.
Hasil kerja Van Erp akhirnya
memuaskan, meskipun banyak bagian yang sudah hilang, namun borobudur tampak
luar biasa. Sayangnya proses alam tak bisa dicegah. Hujan dan kotoran selalu
menimpa borobudur, menjadikan lumut tumbuh subur dan beberapa bagian candi
mulai miring, renggang dan amblas. Akhirnya pada tanggal 10 Agustus 1973
pemerintah Indonesia, dengan dibantu dana dan tenaga-tenaga ahli dari berbagai
penjuru dunia melakukan proses pemugaran besar-besaran terhadap candi
borobudur. Pemugaran tersebut berlangsung hampir sempurna, dan hasilnya bisa
dinikmati hingga sekarang.
Arsitektur candi Borobudur memang sangat menarik, terdiri dari tiga bagian utama yakni kaki, badan dan kepala candi. Pada dinding-dinding borobudur terpahat relief-relief. Relief merupakan rangkaian cerita yang dilukiskan dalam satu bingkai (panel) untuk satu adegan. Terdapat ribuan bingkai pada candi ini ditambah dengan ratusan patung budha yang terdapat dalam stupa-stupa maupun relung-relung yang ada pada bagian dinding candi.
Arsitektur candi Borobudur memang sangat menarik, terdiri dari tiga bagian utama yakni kaki, badan dan kepala candi. Pada dinding-dinding borobudur terpahat relief-relief. Relief merupakan rangkaian cerita yang dilukiskan dalam satu bingkai (panel) untuk satu adegan. Terdapat ribuan bingkai pada candi ini ditambah dengan ratusan patung budha yang terdapat dalam stupa-stupa maupun relung-relung yang ada pada bagian dinding candi.
Suatu hal yang unik, bahwa candi ini
ternyata memiliki arsitektur dengan format menarik atau
terstruktur secara matematika. setiap bagain kaki, badan dan kepala candi
selalu memiliki perbandingan 4:6:9. Penempatan-penempatan stupanya juga memiliki
makna tersendiri, ditambah lagi adanya bagian relief yang diperkirakan
berkatian dengan astronomi menjadikan borobudur memang merupakan bukti sejarah
yang menarik untuk di amati. Salah satu hasil pengkajian mengenai hal ini bisa
dibaca pada situs "oleh Mark Long.
Candi Borobodur adalah monumen Budha terbesar di dunia. Dibangun pada masa Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra pada tahun 824. Candi Borobudur dibangun 300 tahun sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 400 tahun sebelum katedral-katedral agung di Eropa.
Candi Borobodur adalah monumen Budha terbesar di dunia. Dibangun pada masa Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra pada tahun 824. Candi Borobudur dibangun 300 tahun sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 400 tahun sebelum katedral-katedral agung di Eropa.
Candi Borobudur memiliki luas
123x123 m² dengan 504 patung Buddha, 72 stupa terawang dan 1 stupa induk.
Bentuk candi ini beraksitektur Gupta yang mencerminkan pengaruh India. Setelah
berkunjung ke sini Anda akan memahami mengapa Borobudur memiliki daya tarik
bagi pengunjung dan merupakan ikon warisan budaya Indonesia.
..candi ini seakan puzzle raksasa
yang tersusun dari 2 juta balok batu vulkanik, dipahat sedemikian rupa sehingga
saling mengunci satu dengan yang lain.
Lembaga
internasional dari PBB yaitu UNESCO mengakui sekaligus memuji Candi Borobudur
sebagai salah satu monumen Budha terbesar di dunia. Di Candi ini ada 2672 panel
relief yang apabila disusun berjajar maka panjangnya mencapai 6 km. Ansambel
reliefnya merupakan yang paling lengkap di dunia dan tak tertandingi nilai
seninya serta setiap adegannya adalah mahakarya yang utuh.
Sejak
pertengahan abad ke-9 hingga awal abad ke-11, Candi Borobudur menjadi tempat
peziarah umat Budha dari China, India, Tibet, dan Kamboja. Candi Borobudur
menjadi salah satu jejak sejarah paling penting dalam perkembangan peradaban
manusia. Kemegahan dan keagungan arsitektur Candi Borobudur merupakan harta
karun dunia yang mengagumkan dan tak ternilai harganya.
Borobudur
terdiri dari 1460 panel relief dan 504 stupa. Namun, panel yang selama ini
terlihat ternyata belum lengkap karena ada 160 panel yang sengaja ditimbun
karena reliefnya dianggap vulgar dan cabul. Panel-panel itu terletak di bagian
paling bawah, berisi adegan Sutra Karmawibhangga (hukum sebab-akibat). Ada pula
yang menyatakan bahwa penimbunan bagian bawah tersebut untuk menguatkan bagian
pondasi yang sejak awal ditemukan sudah sangat rusak.
Candi
Borobudur dibangun selama 75 tahun di bawah pimpinan arsitek Gunadarma dengan
60.000 meter kubik batuan vulkanik dari Sungai Elo dan Progo yang terletak
sekitar 2 km sebelah timur candi. Saat itu sistem metrik belum dikenal dan
satuan panjang yang digunakan untuk membangun Candi Borobudur adalah tala yang
dihitung dengan cara merentangkan ibu jari dan jari tengah atau mengukur
panjang rambut dari dahi hingga dasar dagu.
Berdasarkan
prasasti Karangtengah dan Kahulunan, sejarawan J.G. de Casparis memperkirakan
pendiri Borobudur adalah raja Mataram kuno dari dinasti Syailendra bernama
Samaratungga, dan membangunan candi ini sekitar tahun 824 M. Bangunan raksasa
itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani.
Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad.
Pada
awalnya, candi ini diperkirakan sebagai tempat pemujaan. J.G. de Casparis
memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa Sansekerta yang
berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa",
adalah nama asli Borobudur. Sebagian sejarawan juga ada yang menyatakan bahwa
nama Borobudur ini berasal dari bahasa Sansekerta yaitu "Vihara Buddha
Uhr” yang artinya “Biara Buddha di Bukit”.
Candi
ini berada di Jawa Tengah, di puncak bukit menghadap ke sawah yang subur di
antara bukit-bukit yang renggang. Cakupan wilayahnya sangat besar, yakni
berukuran 123 x 123 meter. Candi Borobudur ternyata dibangun di atas sebuah
danau purba. Dulu, kawasan tersebut merupakan muara dari berbagai aliran
sungai. Karena tertimbun endapan lahar kemudian menjadi dataran. Pada akhir
abad ke VIII, Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra lantas membangun Candi
Borobudur yang dipimpin arsitek bernama Gunadharma hinggga selesainya tahun 746
Saka atau 824 Masehi monumen ini merupakan sebuah arsitektur Budha yang
menakjubkan dan terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di Kamboja.
Luas
bangunan Candi Borobudur ialah 15.129 m² yang tersusun dari 55.000 m³
batu, terdiri dari 2 juta potongan batu-batuan. Ukuran batu rata-rata 25 x 10 x
15 cm. Panjang potongan batu secara keseluruhan 500 km dengan berat keseluruhan
batu 1,3 juta ton. Dinding-dinding Candi Borobudur dikelilingi oleh
gambar-gambar atau relief yang merupakan satu rangkaian cerita yang terususun
dalam 1.460 panel. Panjang panel masing-masing 2 meter. Jadi kalau rangkaian
relief itu dibentangkan maka kurang lebih panjang relief seluruhnya mencapai 3
km. Candi ini memiliki 10 tingkat, dimana tingkat 1-6 berbentuk bujur sangkar,
sedangkan tingkat 7-10 berbentuk bundar. Arca yang terdapat di seluruh bangunan
candi berjumlah 504 buah. Sedangkan, tinggi candi dari permukaan tanah sampai
ujung stupa induk dulunya 42 meter, namun sekarang tinggal 34,5 meter setelah
tersambar petir. Bagian paling atas di tingkat ke-10 terdapat stupa besar
berdiameter 9,90 m, dengan tinggi 7 m.
..Candi Borobudur mirip bangunan
piramida Cheops di Gizeh Mesir, bedanya, Borobudur memiliki pola kepunden
berundak.
Arsitektur
dan bangunan batu candi ini sungguh tiada bandingannya. Candi ini dibangun
tanpa menggunakan semen. Strukturnya seperti sebuah kesatuan deretan lego yang
saling mengukuhkan dan dibuat bersamaan tanpa lem sedikitpun.
Sir Thomas Stanford Raffles
menemukan Borobudur pada tahun 1814 dalam kondisi rusak dan memerintahkan
supaya situs tersebut dibersihkan dan dipelajari secara menyeluruh. Keberadaan
Borobudur sebenarnya telah diketahui penduduk lokal di abad ke-18 dimana
sebelumnya tertimbun material Gunung Merapi.
Proyek
restorasi Borobudur secara besar-besaran kemudian dimulai dari tahun 1905
sampai tahun 1910. Dengan bantuan dari UNESCO, restorasi kedua untuk
menyelamatkan Borobudur dilaksanakan dari bulan Agustus 1913 sampai tahun 1983.
Candi ini tetap kuat meski selama sepuluh abad tak terpelihara.
Tahun
1970-an Pemerintah Indonesia dan UNESCO bekerja sama untuk mengembalikan
keagungan Borobudur. Perbaikan yang dilakukan memakan waktu delapan tahun
sampai dengan selesai dan saat ini Borobudur adalah salah satu keajaiban dan
harta Indonesia dan dunia yang berharga.
Berbagai
disiplin ilmu pengetahuan terlibat dalam usaha rekonstruksi Candi Borobudur
yang dilakukan oleh Teodhorus van Erp tahun 1911, Prof. Dr. C. Coremans
tahun 1956, dan Prof.Ir. Roosseno tahun 1971. Kita patut menghargai usaha
mereka memimpin pemugaran candi mengingat berbagai kendala dan kesulitan yang
dihadapi tidaklah mudah. Tahun 1991 akhirnya Borobudur ditetapkan sebagai
Warisan Dunia oleh UNESCO.
Candi
Borobudur dihiasi dengan ukiran-ukiran batu pada reliefnya yang mewakili
gambaran dari kehidupan Budha. Para arkeolog menyatakan bahwa candi Borobudur
memiliki 1.460 rangkaian relief di sepanjang tembok dan anjungan. Relief
ini terlengkap dan terbesar di dunia sehingga nilai seninya tak tertandingi.
Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai dan berakhir pada
pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya. Cerita dimulai dari sebelah kiri
dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbangnya.
Monumen ini adalah tempat suci dan tempat berziarah kaum Budha. Tingkat sepuluh candi melambangkan tiga divisi sistem kosmik agama Budha. Ketika Anda memulai perjalanan mereka melewati dasar candi untuk menuju ke atas, mereka akan melewati tiga tingkatan dari kosmologi Budhis dan hakekatnya merupakan “tiruan” dari alam semesta yang menurut ajaran Budha terdiri atas 3 bagian besar, yaitu: (1) Kamadhatu atau dunia keinginan; (2) Rupadhatu atau dunia berbentuk; dan (3) Arupadhatu atau dunia tak berbentuk.
Monumen ini adalah tempat suci dan tempat berziarah kaum Budha. Tingkat sepuluh candi melambangkan tiga divisi sistem kosmik agama Budha. Ketika Anda memulai perjalanan mereka melewati dasar candi untuk menuju ke atas, mereka akan melewati tiga tingkatan dari kosmologi Budhis dan hakekatnya merupakan “tiruan” dari alam semesta yang menurut ajaran Budha terdiri atas 3 bagian besar, yaitu: (1) Kamadhatu atau dunia keinginan; (2) Rupadhatu atau dunia berbentuk; dan (3) Arupadhatu atau dunia tak berbentuk.
Seluruh monumen itu sendiri
menyerupai stupa raksasa, namun dilihat dari atas membentuk sebuah mandala.
Stupa besar di puncak candi berada 40 meter di atas tanah. Kubah utama ini
dikelilingi oleh 72 patung Budha yang berada di dalam stupa yang berlubang.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
sejarah Candi borobudur?
2. Bagaimana
arsitektur Candi borobudur ?
1.3 Tujuan
Tujuan utama dari penyusunan makalah ini adalah :
Tujuan utama dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui sejarah Candi borobudur.
2. Untuk
mengetahui arsitektur Candi borobudur .
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Candi Borobudur
Candi
Borobudur merupakan candi Budha, terletak di desa Borobudur kabupaten
Magelang, Jawa Tengah, dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno,
keturunan Wangsa Syailendra. Nama Borobudur merupakan gabungan dari kata
Bara dan Budur. Bara dari bahasa Sansekerta berarti kompleks candi atau biara.
Sedangkan Budur berasal dari kata Beduhur yang berarti di atas, dengan demikian
Borobudur berarti Biara di atas bukit. Sementara menurut sumber
lain berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara sumber
lainnya mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.
Bangunan
Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat, berukuran 123 x
123 meter. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah
direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Candi Budha
ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa Budha di kompleksnya. Enam tingkat
paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk
lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke
arah barat.
Setiap
tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana,
setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap
tingkatan kehidupan tersebut.
· Kamadhatu, bagian dasar Borobudur,
melambangkan manusia yang masih terikat nafsu.
· Rupadhatu, empat tingkat di atasnya,
melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih
terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha diletakkan
terbuka.
· Arupadhatu, tiga tingkat di atasnya dimana
Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang. Melambangkan manusia
yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk.
· Arupa, bagian paling atas yang
melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam.
Setiap
tingkatan memiliki relief-relief yang akan terbaca secara runtut berjalan searah
jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada reliefnya Borobudur
bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda, bermacam-macam isi
ceritanya, antara lain ada relief-relief tentang wiracarita Ramayana, ada pula
relief-relief cerita jātaka. Selain itu, terdapat pula relief yang
menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang aktivitas
petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian saat itu dan relief
kapal layar merupakan representasi dari kemajuan pelayaran yang waktu itu
berpusat di Bergotta (Semarang).
Keseluruhan
relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran sang Budha. Seorang
budhis asal India bernama Atisha, pada abad ke 10, pernah berkunjung ke candi
yang dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral
Agung di Eropa ini.Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran
Budha dari Serlingpa (salah satu raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu mengembangkan ajaran
Budha. Ia menjadi kepala biara Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang
cara mempraktekkan Dharma. Enam naskah dari Serlingpa pun diringkas menjadi
sebuah inti ajaran disebut “The Lamp for the Path to Enlightenment” atau
yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa.
Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya berdiri dikelilingii rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi. Hal tersebut berdasarkan prasasti Kalkutta bertuliskan ‘Amawa’ berarti lautan susu. Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi, kemungkinan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi.Desa-desa sekitar Borobudur, seperti Karanganyar dan Wanurejo terdapat aktivitas warga membuat kerajinan. Selain itu, puncak watu Kendil merupakan tempat ideal untuk memandang panorama Borobudur dari atas. Gempa 27 Mei 2006 lalu tidak berdampak sama sekali pada Borobudur sehingga bangunan candi tersebut masih dapat dikunjungi.
Sekitar tiga ratus tahun lampau, tempat candi ini berada masih berupa hutan belukar yang oleh penduduk sekitarnya disebut Redi Borobudur. Untuk pertama kalinya, nama Borobudur diketahui dari naskah Negarakertagama karya Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi, disebutkan tentang biara di Budur.
Kemudian
pada Naskah Babad Tanah Jawi (1709-1710) ada berita tentang Mas Dana, seorang
pemberontak terhadap Raja Paku Buwono I, yang tertangkap di Redi Borobudur dan
dijatuhi hukuman mati. Kemudian pada tahun 1758, tercetus berita tentang
seorang pangeran dari Yogyakarta, yakni Pangeran Monconagoro, yang berminat
melihat arca seorang ksatria yang terkurung dalam sangkar.
Arca Budha dalam relung Candi Borobudur ©2009 arie saksono
Pada
tahun 1814, Thomas Stamford Raffles mendapat berita dari bawahannya tentang
adanya bukit yang dipenuhi dengan batu-batu berukir. Berdasarkan berita itu
Raffles mengutus Cornelius, seorang pengagum seni dan sejarah, untuk
membersihkan bukit itu. Setelah dibersihkan selama dua bulan dengan bantuan 200
orang penduduk, bangunan candi semakin jelas dan pemugaran dilanjutkan pada
1825. Pada 1834, Residen Kedu membersihkan candi lagi, dan tahun 1842 stupa
candi ditinjau untuk penelitian lebih lanjut.
Nama Borobudur
Mengenai nama Borobudur sendiri banyak ahli purbakala yang menafsirkannya, di antaranya Prof. Dr. Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur berasal dari dua kata Bhoro dan Budur. Bhoro berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti bihara atau asrama, sedangkan kata Budur merujuk pada kata yang berasal dari Bali Beduhur yang berarti di atas. Pendapat ini dikuatkan oleh Prof. Dr. WF. Stutterheim yang berpendapat bahwa Borobudur berarti Bihara di atas sebuah bukit.
Prof. JG. De Casparis mendasarkan pada Prasasti Karang Tengah yang menyebutkan tahun pendirian bangunan ini, yaitu Tahun Sangkala: rasa sagara kstidhara, atau tahun Caka 746 (824 Masehi), atau pada masa Wangsa Syailendra yang mengagungkan Dewa Indra. Dalam prasasti didapatlah nama Bhumisambharabhudhara yang berarti tempat pemujaan para nenek moyang bagi arwah-arwah leluhurnya. Bagaimana pergeseran kata itu terjadi menjadi Borobudur? Hal ini terjadi karena faktor pengucapan masyarakat setempat.
Mengenai nama Borobudur sendiri banyak ahli purbakala yang menafsirkannya, di antaranya Prof. Dr. Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur berasal dari dua kata Bhoro dan Budur. Bhoro berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti bihara atau asrama, sedangkan kata Budur merujuk pada kata yang berasal dari Bali Beduhur yang berarti di atas. Pendapat ini dikuatkan oleh Prof. Dr. WF. Stutterheim yang berpendapat bahwa Borobudur berarti Bihara di atas sebuah bukit.
Prof. JG. De Casparis mendasarkan pada Prasasti Karang Tengah yang menyebutkan tahun pendirian bangunan ini, yaitu Tahun Sangkala: rasa sagara kstidhara, atau tahun Caka 746 (824 Masehi), atau pada masa Wangsa Syailendra yang mengagungkan Dewa Indra. Dalam prasasti didapatlah nama Bhumisambharabhudhara yang berarti tempat pemujaan para nenek moyang bagi arwah-arwah leluhurnya. Bagaimana pergeseran kata itu terjadi menjadi Borobudur? Hal ini terjadi karena faktor pengucapan masyarakat setempat.
Pembangunan Candi Borobudur
Candi Borobudur dibuat pada masa Wangsa Syailendra yang Buddhis di bawah kepemimpinan Raja Samarotthungga. Arsitektur yang menciptakan candi, berdasarkan tuturan masyarakat bernama Gunadharma. Pembangunan candi itu selesai pada tahun 847 M. Menurut prasasti Kulrak (784M) pembuatan candi ini dibantu oleh seorang guru dari Ghandadwipa (Bengalore) bernama Kumaragacya yang sangat dihormati, dan seorang pangeran dari Kashmir bernama Visvawarman sebagai penasihat yang ahli dalam ajaran Buddis Tantra Vajrayana. Pembangunan candi ini dimulai pada masa Maha Raja Dananjaya yang bergelar Sri Sanggramadananjaya, dilanjutkan oleh putranya, Samarotthungga, dan oleh cucu perempuannya, Dyah Ayu Pramodhawardhani.
Sebelum dipugar, Candi Borobudur hanya berupa reruntuhan seperti halnya artefak-artefak candi yang baru ditemukan. Pemugaran selanjutnya oleh Cornelius pada masa Raffles maupun Residen Hatmann, setelah itu periode selanjutnya dilakukan pada 1907-1911 oleh Theodorus van Erp yang membangun kembali susunan bentuk candi dari reruntuhan karena dimakan zaman sampai kepada bentuk sekarang. Van Erp sebetulnya seorang ahli teknik bangunan Genie Militer dengan pangkat letnan satu, tetapi kemudian tertarik untuk meneliti dan mempelajari seluk-beluk Candi Borobudur, mulai falsafahnya sampai kepada ajaran-ajaran yang dikandungnya. Untuk itu dia mencoba melakukan studi banding selama beberapa tahun di India. Ia juga pergi ke Sri Langka untuk melihat susunan bangunan puncak stupa Sanchi di Kandy, sampai akhirnya van Erp menemukan bentuk Candi Borobudur. Sedangkan mengenai landasan falsafah dan agamanya ditemukan oleh Stutterheim dan NJ. Krom, yakni tentang ajaran Buddha Dharma dengan aliran Mahayana-Yogacara dan ada kecenderungan pula bercampur dengan aliran Tantrayana-Vajrayana.
Penelitian terhadap susunan bangunan candi dan falsafah yang dibawanya tentunya membutuhkan waktu yang tidak sedikit, apalagi kalau dihubung-hubungkan dengan bangunan-bangunan candi lainnya yang masih satu rumpun. Seperti halnya antara Candi Borobudur dengan Candi Pawon dan Candi Mendut yang secara geografis berada pada satu jalur.
Candi Borobudur dibuat pada masa Wangsa Syailendra yang Buddhis di bawah kepemimpinan Raja Samarotthungga. Arsitektur yang menciptakan candi, berdasarkan tuturan masyarakat bernama Gunadharma. Pembangunan candi itu selesai pada tahun 847 M. Menurut prasasti Kulrak (784M) pembuatan candi ini dibantu oleh seorang guru dari Ghandadwipa (Bengalore) bernama Kumaragacya yang sangat dihormati, dan seorang pangeran dari Kashmir bernama Visvawarman sebagai penasihat yang ahli dalam ajaran Buddis Tantra Vajrayana. Pembangunan candi ini dimulai pada masa Maha Raja Dananjaya yang bergelar Sri Sanggramadananjaya, dilanjutkan oleh putranya, Samarotthungga, dan oleh cucu perempuannya, Dyah Ayu Pramodhawardhani.
Sebelum dipugar, Candi Borobudur hanya berupa reruntuhan seperti halnya artefak-artefak candi yang baru ditemukan. Pemugaran selanjutnya oleh Cornelius pada masa Raffles maupun Residen Hatmann, setelah itu periode selanjutnya dilakukan pada 1907-1911 oleh Theodorus van Erp yang membangun kembali susunan bentuk candi dari reruntuhan karena dimakan zaman sampai kepada bentuk sekarang. Van Erp sebetulnya seorang ahli teknik bangunan Genie Militer dengan pangkat letnan satu, tetapi kemudian tertarik untuk meneliti dan mempelajari seluk-beluk Candi Borobudur, mulai falsafahnya sampai kepada ajaran-ajaran yang dikandungnya. Untuk itu dia mencoba melakukan studi banding selama beberapa tahun di India. Ia juga pergi ke Sri Langka untuk melihat susunan bangunan puncak stupa Sanchi di Kandy, sampai akhirnya van Erp menemukan bentuk Candi Borobudur. Sedangkan mengenai landasan falsafah dan agamanya ditemukan oleh Stutterheim dan NJ. Krom, yakni tentang ajaran Buddha Dharma dengan aliran Mahayana-Yogacara dan ada kecenderungan pula bercampur dengan aliran Tantrayana-Vajrayana.
Penelitian terhadap susunan bangunan candi dan falsafah yang dibawanya tentunya membutuhkan waktu yang tidak sedikit, apalagi kalau dihubung-hubungkan dengan bangunan-bangunan candi lainnya yang masih satu rumpun. Seperti halnya antara Candi Borobudur dengan Candi Pawon dan Candi Mendut yang secara geografis berada pada satu jalur.
Materi Candi Borobudur
Candi Borobudur merupakan candi terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di Kamboja. Luas bangunan Candi Borobudur 15.129 m2 yang tersusun dari 55.000 m3 batu, dari 2 juta potongan batu-batuan. Ukuran batu rata-rata 25 cm X 10 cm X 15 cm. Panjang potongan batu secara keseluruhan 500 km dengan berat keseluruhan batu 1,3 juta ton. Dinding-dinding Candi Borobudur dikelilingi oleh gambar-gambar atau relief yang merupakan satu rangkaian cerita yang terususun dalam 1.460 panel. Panjang panel masing-masing 2 meter. Jika rangkaian relief itu dibentangkan maka kurang lebih panjang relief seluruhnya 3 km. Jumlah tingkat ada sepuluh, tingkat 1-6 berbentuk bujur sangkar, sedangkan tingkat 7-10 berbentuk bundar. Arca yang terdapat di seluruh bangunan candi berjumlah 504 buah. Tinggi candi dari permukaan tanah sampai ujung stupa induk dulunya 42 meter, namun sekarang tinggal 34,5 meter setelah tersambar petir.
Menurut
hasil penyelidikan seorang antropolog-etnolog Austria, Robert von Heine
Geldern, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal tata budaya pada zaman
Neolithic dan Megalithic yang berasal dari Vietnam Selatan dan Kamboja. Pada
zaman Megalithic itu nenek moyang bangsa Indonesia membuat makam leluhurnya
sekaligus tempat pemujaan berupa bangunan piramida bersusun, semakin ke atas
semakin kecil. Salah satunya yang ditemukan di Lebak Sibedug Leuwiliang Bogor
Jawa Barat. Bangunan serupa juga terdapat di Candi Sukuh di dekat Solo, juga
Candi Borobudur. Kalau kita lihat dari kejauhan, Borobudur akan tampak seperti
susunan bangunan berundak atau semacam piramida dan sebuah stupa. Berbeda
dengan piramida raksasa di Mesir dan Piramida Teotihuacan di Meksiko Candi
Borobudur merupakan versi lain bangunan piramida. Piramida Borobudur berupa
kepunden berundak yang tidak akan ditemukan di daerah dan negara manapun,
termasuk di India. Hal tersebut merupakan salah satu kelebihan Candi Borobudur
yang merupakan kekhasan arsitektur Budhis di Indonesia.
Misteri seputar Candi Borobudur
Sampai saat ini ada beberapa hal yang masih menjadi bahan misteri seputar berdirinya Candi Borobudur, misalnya dalam hal susunan batu, cara mengangkut batu dari daerah asal sampai ke tempat tujuan, apakah batu-batu itu sudah dalam ukuran yang dikehendaki atau masih berupa bentuk asli batu gunung, berapa lama proses pemotongan batu-batu itu sampai pada ukuran yang dikehendaki, bagaimana cara menaikan batu-batu itu dari dasar halaman candi sampai ke puncak, alat derek apakah yang dipergunakan?. Gambar relief, apakah batu-batu itu sesudah bergambar lalu dipasang, atau batu dalam keadaan polos baru dipahat untuk digambar. Dan mulai dari bagian mana gambar itu dipahat, dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas? masih banyak lagi misteri yang belum terungkap secara ilmiah, terutama tentang ruang yang ditemukan pada stupa induk candi dan patung Budha, di pusat atau zenith candi dalam stupa terbesar, diduga dulu ada sebuah patung penggambaran Adibuddha yang tidak sempurna yang hingga kini masih menjadi misteri.
Kronologis Penemuan dan pemugaran
Borobudur
· 1814 – Sir Thomas Stamford Raffles,
Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa, mendengar adanya penemuan benda
purbakala di desa Borobudur. Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk
menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
· 1873 – monografi pertama tentang
candi diterbitkan.
· 1900 – pemerintahan Hindia Belanda
menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan candi Borobudur.
· 1907 – Theodoor van Erp memimpin
pemugaran hingga tahun 1911.
· 1926 – Borobudur dipugar kembali,
tapi terhenti pada tahun 1940 akibat krisis malaise dan Perang Dunia II.
· 1956 – pemerintah Indonesia meminta
bantuan UNESCO. Prof. Dr. C. Coremans datang ke Indonesia dari Belgia untuk
meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
· 1963 – pemerintah Indonesia mengeluarkan
surat keputusan untuk memugar Borobudur, tapi berantakan setelah terjadi
peristiwa G-30-S.
· 1968 – pada konferensi-15 di
Perancis, UNESCO setuju untuk memberi bantuan untuk menyelamatkan Borobudur.
· 1971 – pemerintah Indonesia
membentuk badan pemugaran Borobudur yang diketuai Prof.Ir.Roosseno.
· 1972 – International Consultative
Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai negara dan Roosseno sebagai
ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika
Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya
ditanggung Indonesia.
· 10 Agustus 1973 – Presiden Soeharto
meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur; pemugaran selesai pada tahun 1984
· 21 Januari 1985 – terjadi serangan
bom yang merusakkan beberapa stupa pada candi Borobudur yang kemudian segera
diperbaiki kembali.
· 1991 – Borobudur ditetapkan sebagai
Warisan Dunia UNESCO.
Candi dapat berfungsi sebagai:
1.
Candi Pemujaan: candi
Hindu yang paling umum, dibangun untuk memuja dewa, dewi, atau bodhisatwa
tertentu, contoh: candi Prambanan, candi Canggal, candi Sambisari, dan candi Ijo yang
menyimpan lingga dan dipersembahkan utamanya untuk Siwa, candi Kalasan dibangun
untuk memuliakan Dewi Tara, sedangkan candi Sewu untuk
memuja Manjusri.
2.
Candi Stupa: didirikan
sebagai lambang Budha atau menyimpan relik buddhis, atau sarana ziarah agama
Buddha. Secara tradisional stupa digunakan untuk menyimpan relikui buddhis
seperti abu jenazah, kerangka, potongan kuku, rambut, atau gigi yang dipercaya
milik Buddha Gautama, atau bhiksu Buddha terkemuka, atau keluarga kerajaan
penganut Buddha. Beberapa stupa lainnya dibangun sebagai sarana ziarah dan
ritual, contoh: candi Borobudur, candi Sumberawan, dan candi Muara Takus
3.
Candi Pedharmaan: sama
dengan kategori candi pribadi, yakni candi yang dibangun untuk memuliakan arwah
raja atau tokoh penting yang telah meninggal. Candi ini kadang berfungsi
sebagai candi pemujaan juga karena arwah raja yang telah meninggal seringkali
dianggap bersatu dengan dewa perwujudannya, contoh: candi Belahan tempat Airlangga dicandikan,
arca perwujudannya adalah sebagai Wishnu menunggang Garuda. Candi Simping di
Blitar, tempat Raden Wijaya didharmakan sebagai dewa Harihara.
4.
Candi Pertapaan: didirikan
di lereng-lereng gunung tempat bertapa, contoh: candi-candi di lereng Gunung Penanggungan, kelompok
candi Dieng dan candi Gedong Songo, serta Candi Liyangan di lereng
timur Gunung Sundoro, diduga selain berfungsi sebagai
pemujaan, juga merupakan tempat pertapaan sekaligus situs permukiman.
5.
Candi Wihara: didirikan
untuk tempat para biksu atau pendeta tinggal dan bersemadi, candi seperti ini
memiliki fungsi sebagai permukiman atau asrama, contoh: candi Sari dan Plaosan
6.
Candi Gerbang: didirikan
sebagai gapura atau pintu masuk, contoh: gerbang di kompleks Ratu Boko, Bajang Ratu, Wringin Lawang, dan candi
Plumbangan.
7.
Candi Petirtaan: didirikan
didekat sumber air atau di tengah kolam dan fungsinya sebagai pemandian,
contoh: Petirtaan Belahan, Jalatunda, dan candi Tikus
Beberapa bangunan purbakala, seperti batur-batur landasan pendopo berumpak,
tembok dan gerbang, dan bangunan lain yang sesungguhnya bukan merupakan candi,
seringkali secara keliru disebut pula sebagai candi. Bangunan seperti ini
banyak ditemukan di situs Trowulan, atau pun paseban atau pendopo di kompleks Ratu Boko yang bukan
merupakan bangunan keagamaan.
2.2 Arsitektur Candi Borobudur
Pembangunan candi dibuat berdasarkan beberapa ketentuan yang terdapat
dalam suatu kitab Vastusastra atau Silpasastra yang dikerjakan
oleh silpin yaitu seniman yang membuat candi (arsitek zaman dahulu).
Salah satu bagian dari kitab Vastusastra adalah Manasara yang berasal dari
India Selatan, yang tidak hanya berisi pedoman-pedoman membuat kuil beserta
seluruh komponennya saja, melainkan juga arsitektur profan, bentuk kota, desa,
benteng, penempatan kuil-kuil di kompleks kota dan desa.
Lokasi
Kitab-kitab
ini juga memberikan pedoman mengenai pemilihan lokasi tempat candi akan
dibangun. Hal ini terkait dengan pembiayaan candi, karena biasanya untuk pemeliharaan
candi maka ditentukanlah tanah sima, yaitu tanah swatantra bebas pajak yang
penghasilan panen berasnya diperuntukkan bagi pembangunan dan pemeliharaan
candi. Beberapa prasasti menyebutkan hubungan antara bangunan suci dengan
tanah sima ini. Selain itu pembangunan tata letak candi juga seringkali
memperhitungkan letak astronomi (perbintangan).
Beberapa ketentuan dari kitab selain Manasara namun sangat penting di
Indonesia adalah syarat bahwa bangunan suci sebaiknya didirikan di dekat air,
baik air sungai, terutama di dekat pertemuan dua buah sungai, danau, laut,
bahkan kalau tidak ada harus dibuat kolam buatan atau meletakkan sebuah
jambangan berisi air di dekat pintu masuk bangunan suci tersebut. Selain di
dekat air, tempat terbaik mendirikan sebuah candi yaitu di puncak bukit, di
lereng gunung, di hutan, atau di lembah. Seperti kita ketahui, candi-candi pada
umumnya didirikan di dekat sungai, bahkan candi Borobudur terletak di dekat
pertemuan sungai Elo dan sungai Progo. Sedangkan candi Prambanan terletak di
dekat sungai Opak. Sebaran candi-candi di Jawa Tengah banyak tersebar di
kawasan subur dataran Kedu dan dataran Kewu.
Struktur
Kaki, tubuh, dan atap candi Prambanan.
Kebanyakan
bentuk bangunan candi meniru tempat tinggal para dewa yang
sesungguhnya, yaitu Gunung Mahameru. Oleh
karena itu, seni arsitekturnya dihias dengan berbagai macam ukiran dan pahatan
berupa pola yang menggambarkan alam Gunung Mahameru.[2]
Peninggalan-peninggalan purbakala, seperti bangunan-bangunan candi,
patung-patung, prasasti-prasasti, dan ukiran-ukiran pada umumnya menunjukkan
sifat kebudayaan Indonesia yang dilapisi oleh unsur-unsur Hindu-Budha.[10] Pada
hakikatnya, bentuk candi-candi di Indonesia adalah punden berundak, dimana
punden berundak sendiri merupakan unsur asli Indonesia.[11]
Berdasarkan bagian-bagiannya, bangunan candi terdiri atas tiga bagian
penting, antara lain, kaki, tubuh, dan atap.[12]
1.
Kaki candi merupakan
bagian bawah candi. Bagian ini melambangkan dunia bawah atau bhurloka.
Pada konsep Buddha disebut kamadhatu. Yaitu menggambarkan dunia hewan,
alam makhluk halus seperti iblis, raksasa dan asura, serta tempat manusia biasa
yang masih terikat nafsu rendah. Bentuknya berupa bujur sangkar yang dilengkapi
dengan jenjang pada salah satu sisinya. Bagian dasar candi ini sekaligus
membentuk denahnya, dapat berbentuk persegi empat atau bujur sangkar. Tangga masuk
candi terletak pada bagian ini, pada candi kecil tangga masuk hanya terdapat
pada bagian depan, pada candi besar tangga masuk terdapat di empat penjuru mata
angin. Biasanya pada kiri-kanan tangga masuk dihiasi ukiran makara. Pada
dinding kaki candi biasanya dihiasi relief flora dan fauna berupa sulur-sulur
tumbuhan, atau pada candi tertentu dihiasi figur penjaga seperti dwarapala. Pada
bagian tengah alas candi, tepat di bawah ruang utama biasanya terdapat sumur
yang didasarnya terdapat pripih (peti batu). Sumur ini biasanya diisi sisa
hewan kurban yang dikremasi, lalu diatasnya diletakkan pripih. Di dalam pripih
ini biasanya terdapat abu jenazah raja serta relik benda-benda suci seperti
lembaran emas bertuliskan mantra, kepingan uang kuno, permata, kaca, potongan
emas, lembaran perak, dan cangkang kerang.
2.
Tubuh candi adalah
bagian tengah candi yang berbentuk kubus yang
dianggap sebagai dunia antara atau bhuwarloka. Pada konsep Buddha
disebut rupadhatu. Yaitu menggambarkan dunia tempat manusia suci yang
berupaya mencapai pencerahan dan kesempurnaan batiniah. Pada bagian depan
terdapat gawang pintu menuju ruangan dalam candi. Gawang pintu candi ini
biasanya dihiasi ukiran kepala kala tepat di
atas-tengah pintu dan diapit pola makara di kiri dan
kanan pintu. Tubuh candi terdiri dari garbagriha, yaitu sebuah bilik
(kamar) yang ditengahnya berisi arca utama,
misalnya arca dewa-dewi, bodhisatwa, atau Buddha yang dipuja di candi itu. Di
bagian luar dinding di ketiga penjuru lainnya biasanya diberi relung-relung
yang berukir relief atau diisi arca. Pada candi besar, relung keliling ini
diperluas menjadi ruangan tersendiri selain ruangan utama di tengah. Terdapat
jalan selasar keliling untuk menghubungkan ruang-ruang ini sekaligus untuk
melakukan ritual yang disebut pradakshina. Pada lorong keliling ini
dipasangi pagar langkan, dan pada galeri dinding tubuh candi maupun dinding
pagar langkan biasanya dihiasi relief, baik yang bersifat naratif (berkisah)
atau pun dekoratif (hiasan).
3.
Atap candi adalah
bagian atas candi yang menjadi simbol dunia atas atau swarloka. Pada
konsep Buddha disebut arupadhatu. Yaitu menggambarkan ranah surgawi tempat para
dewa dan jiwa yang telah mencapai kesempurnaan bersemayam. Pada umumnya, atap
candi terdiri dari tiga tingkatan yang semakin atas semakin kecil ukurannya.
Sedangkan atap langgam Jawa Timur terdiri atas banyak tingkatan yang membentuk
kurva limas yang menimbulkan efek ilusi perspektif yang mengesankan bangunan
terlihat lebih tinggi. Pada puncak atap dimahkotai stupa, ratna, wajra, atau lingga semu. Pada
candi-candi langgam Jawa Timur, kemuncak atau mastakanya berbentuk kubus atau
silinder dagoba. Pada bagian sudut dan tengah atap biasanya dihiasi ornamen
antefiks, yaitu ornamen dengan tiga bagian runcing penghias sudut. Kebanyakan
dinding bagian atap dibiarkan polos, akan tetapi pada candi-candi besar, atap
candi ada yang dihiasi berbagai ukiran, seperti relung berisi kepala dewa-dewa,
relief dewa atau bodhisatwa, pola hias berbentuk permata atau kala, atau
sulur-sulur untaian roncean bunga.
Tata letak
Bangunan
candi ada yang berdiri sendiri ada pula yang berkelompok. Ada dua sistem dalam
pengelompokan atau tata letak kompleks candi, yaitu:
1.
Sistem konsentris, sistem
gugusan terpusat; yaitu posisi candi induk berada di tengah–tengah anak candi
(candi perwara). Candi perwara disusun rapi berbaris mengelilingi candi induk.
Sistem ini dipengaruhi tata letak denah mandala dari India.
Contohnya kelompok Candi Prambanan dan Candi Sewu.
2.
Sistem berurutan, sistem
gugusan linear berurutan; yaitu posisi candi perwara berada di depan candi
induk. Ada yang disusun berurutan simetris, ada yang asimetris. Urutan
pengunjung memasuki kawasan yang dianggap kurang suci berupa gerbang dan
bangunan tambahan, sebelum memasuki kawasan tersuci tempat candi induk berdiri.
Sistem ini merupakan sistem tata letak asli Nusantara yang memuliakan tempat
yang tinggi, sehingga bangunan induk atau tersuci diletakkan paling tinggi di
belakang mengikuti topografi alami ketinggian tanah tempat candi dibangun.
Contohnya Candi Penataran dan Candi Sukuh. Sistem ini
kemudian dilanjutkan dalam tata letak Pura Bali.
Bahan
bangunan
Tumpukan susunan balok batu andesit di Borobudur yang rapi dan saling
kunci menyerupai balok permainan lego.
Bahan
material bangunan pembuat candi bergantung kepada lokasi dan ketersediaan bahan
serta teknologi arsitektur masyarakat pendukungnya. Candi-candi di Jawa Tengah
menggunakan batu andesit, sedangkan candi-candi pada masa Majapahit di Jawa
Timur banyak menggunakan bata merah. Demikian pula candi-candi di Sumatera
seperti Biaro Bahal, Muaro Jambi, dan Muara Takus yang berbahan bata merah.
Bahan-bahan untuk membuat candi antara lain:
1.
Batu andesit, batu
bekuan vulkanik yang ditatah membentuk kotak-kotak yang saling kunci. Batu
andesit bahan candi harus dibedakan dari batu kali. Batu kali meskipun mirip
andesit tapi keras dan mudah pecah jika ditatah (sukar dibentuk). Batu andesit
yang cocok untuk candi adalah yang terpendam di dalam tanah sehingga harus
ditambang di tebing bukit.
2.
Batu putih (tuff),
batu endapan piroklastik berwarna putih, digunakan di Candi Pembakaran di
kompleks Ratu Boko. Bahan batu putih ini juga ditemukan dijadikan
sebagai bahan isi candi, dimana bagian luarnya dilapis batu andesit
3.
Bata merah, dicetak
dari lempung tanah merah yang dikeringkan dan dibakar. Candi Majapahit dan
Sumatera banyak menggunakan bata merah.
4.
Stuko (stucco),
yaitu bahan semacam beton dari tumbukan batu dan pasir. Bahan stuko ditemukan
di percandian Batu Jaya.
5.
Bajralepa (vajralepa),
yaitu bahan lepa pelapis dinding candi semacam plaster putih kekuningan untuk
memperhalus dan memperindah sekaligus untuk melindungi dinding dari kerusakan.
Bajralepa konon dibuat dari campuran putih telur, getah tumbuhan, kapur halus,
dan lain-lain. Bekas-bekas bajralepa ditemukan di candi Sari dan candi Kalasan.
Kini pelapis bajralepa telah banyak yang mengelupas.
6.
Kayu, beberapa
candi diduga terbuat dari kayu atau memiliki komponen kayu. Candi kayu serupa
dengan Pura Bali yang ditemukan kini. Beberapa candi tertinggal hanya batu
umpak atau batur landasannya saja yang terbuat dari batu andesit atau bata,
sedangkan atasnya yang terbuat dari bahan organik kayu telah lama musnah.
Beberapa dasar batur di Trowulan Majapahit disebut candi, meskipun sesungguhnya
merupakan landasan pendopo yang bertiang kayu. Candi Sambisari dan candi Kimpulan memiliki
umpak yang diduga candi induknya dinaungi bangunan atap kayu. Beberapa candi
seperti Candi Sari dan Candi Plaosan memiliki
komponen kayu karena pada struktur batu ditemukan bekas lubang-lubang untuk
meletakkan kayu gelagar penyangga lantai atas, serta lubang untuk menyisipkan
daun pintu dan jeruji jendela.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
1.
Candi
Borobudur merupakan candi Budha, terletak di desa Borobudur
kabupaten
Magelang, Jawa Tengah, dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno,
keturunan Wangsa Syailendra. Nama Borobudur merupakan gabungan dari kata
Bara dan Budur. Bara dari bahasa Sansekerta berarti kompleks candi atau biara.
Sedangkan Budur berasal dari kata Beduhur yang berarti di atas, dengan demikian
Borobudur berarti Biara di atas bukit. Sementara menurut sumber lain berarti
sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara sumber lainnya
mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.
2.
candi Borobudur didirikan sebagai lambang Budha atau menyimpan relik buddhis, atau
sarana ziarah agama Buddha. Secara tradisional stupa digunakan untuk menyimpan
relikui buddhis seperti abu jenazah, kerangka, potongan kuku, rambut, atau gigi
yang dipercaya milik Buddha Gautama, atau bhiksu Buddha terkemuka, atau
keluarga kerajaan penganut Buddha. Beberapa stupa lainnya dibangun sebagai
sarana ziarah dan ritual.
DAFTAR
RUJUKAN
Soekmono, R. DR., Pengantar
Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, Yogyakarta:
Penerbit
Kanisius, 1973.
Ismail Kusmayadi, “Harta Karun
Itu Bernama Candi Borobudur”,Pikiran Rakyat
Cyber
Media, Sabtu, 02 Juli 2005.
Soekmono, R. DR., Candi Borobudur
- Pusaka Budaya Umat Manusia , Jakarta:
Pustaka
Jaya, 1978.
The Casino for You - CasinoBonusTarato.org
ReplyDeleteCasinoBonusTarato.org is 해적 룰렛 a registered trademark of PARAUS LIMITED 라이브 벳 and 3 3 토토 is registered with the Malta Gaming Authority winwin 토토 under the laws of 바카라 몬 Curacao.