Thursday 24 September 2015

Sejarah dan Arsitektur Candi Borobudur



Sejarah dan Arsitektur Candi Borobudur

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Sejarah Indonesia Kuno
Yang dibina oleh Bapak Deny Yudo Wahyudi, M.Hum



Oleh





UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
                                                                       April 2013


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “Sejarah dan Arsitektur Candi Borobudur” dalam rangka tugas penyusunan makalah kelompok.
            Makalah ini disusun untuk mengikuti atau menyelesaikan salah satu tugas kelompok. Penyusun dapat menyelesaikan dengan baik, semua itu tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari Bapak Deny Yudo Wahyudi ,M.Hum.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menambah kesempurnaan makalah ini.
Mudah – mudahan dari makalah “Sejarah dan Arsitektur Candi Borobudur “ dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca umumnya.





Malang, 3 April 2013


                                                                                    Penyusun









DAFTAR ISI
                                                                                                            Halaman
Kata Pengantar
Daftar Isi
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................     1
            1.2 Rumusan Masalah....................................................................     7
            1.3 Tujuan......................................................................................     7
2. Pembahasan
2.1 Sejarah Candi Borobudur……………………………………     8
2.2 Arsitektur Candi Borobudur…………………………………     17
3. Penutup     
            3.1 Kesimpulan.............................................................................      24
Daftar Rujukan......................................................................................      25





BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia, Candi Borobudur dibangun dengan menggunakan +/- 55.000 m3 batu. Tinggi bangunan ini sampai kepuncak adalah 42m, dengan lebar dasar 123 m. Tegak dan kokoh menjulang keangkasa dan merupakan bagian dari sejarah yang telah berumur 12 abad. Kapan pastinya candi ini didirikan tidak diketahui dengan pasti. Tidak adanya bukti-bukti tertulis menyebabkan Borobudur penuh kegelapan. Penentuan umur dilakukan dengan memperhatikan dasar corak bangunan candi dan ukir-ukirannya yang menunjukkan corak Jawa tengah abad 8 masehi.
            Sejak dibangun pada abad ke 8, sejarah borobudur timbul tenggelam. Setelah selesai dibangun, borobudur menjadi pusat penelitian dan pemngembangan agama budha. Para pemeluk agama ini, mengunjungi Borobudur untuk mempelajari agama budha. Seluruh rangkaian relief borobudur berisi ajaran-ajaran  agama budha. Pada jaman itu bangunan borobudur menjadi pusat perhatian dan dipuja sebagai bangunan yang suci.
            Namun itu tidak berlangsung lama. Bersamaan dengan surutnya agama budha, borobudur ditinggal para pemeluknya. Setelah dinasti Cailendra (Caila=gunung, Indra=raja) lenyap, borobudur tak ada kabar beritanya. Berabad-abad borobudur tertutup kegelapan. Tidak ada tulisan ataupun berita tentang borobudur.
Seiring dengan berpindahnya pusat kerajaan jawa ke Jawa Timur, praktis borobudur menjadi tak terurus lagi. Bekas abu letusan gunung berapi yang menyelimuti borobudur menjadi media tumbuh bagi rumput dan semak belukar. Pohon-pohon kecil mulai bertumbuhan menjadikan borobudur beralih rupa menjadi gundukan batu yang tertutup semak belukar dan nampak angker sehingga membuat orang takut untuk mendekat.
            Pada awal abad ke 18, Gubernur Jendral Inggris bernama Sir Thomas Stamford Raffles, menerima laporan tentang keberadaan candi besar yang tertutp oleh semak belukar. Raffles kemudian mengutus perwiranya, H.C. Cornelius untuk mengunjungi candi besar tersebut, yang ternyata adalah borobudur. Semak belukar dibersihkan, sehinga nampaklahsebuah candi dengan patung-patung budha yang banyak sekali jumlahnya. Keadaan candi memang menyedihkan, karena banyak sekali bagian-bagian yang sudah runtuh. Banyak patung yang rusak, kepalanya patah dan lengannya buntung. Sayang pemerintahan Inggirs tidak berlangsung lama. Penelitian dan usaha memperbaiki borobudur menjadi terbengkalai lagi. Namun sejak itu borobudur mulai diperhatikan. Dengan dibukanya oleh raffles itu, banyak orang mengunjungi borobudur.
Pemerintah Belanda yang mulai berkuasa lagi, mulai tertarik. Sayangnya tidak semua orang bermaksud baik. Patung dan bagian-bagian candi yang indah banyak diambil orang atau pejabat pemerintah. Salah satu contoh adalah pada tahun 1896, pemerintah Hindia Belanda, melalui Residen Kedu, mengambil delapan gerobak penuh patung dan bagian borobudur yang indah untuk dihadiahkan kepada Raja Siam. Raja Chulalangkon memang mengunjungi Borobudur dan sangat tertarik akan patung-patung budha dari candi tersebut. Maka diangkutlah hadiah dari Belanda itu ke negaranya. Sampai sekarang benda berharga dari borobudur itu tersimpan di Museum Bangkok, Thailand..
Pada tahun 1907 sampai 1911 borobudur direstorasi besar-besaran. Pimpinan restorasi adalah Ir. Th. Van Erp, seorang insinyur belanda yang berbakat dan memiliki perhatian besar akan nasib borobudur. Biaya yang sangat besar telah tersedia, borobudur yang hampir runtuh dibongkar satu persatu. Kemudian batu-batu yang tercecer dikumpulkan. Rangkaian-rangkaian yang terpisah dicari dan disatukan. Percobaan menyusun rangkaian yang sama itu sangat sukar dan lama. Perlu ketelitian dan kesabaran untuk melakukannya dan tidak boleh terjadi kesalahan dalam proses tersebut agar bisa diperoleh bentuk candi seperti semula saat dibangun.
Hasil kerja Van Erp akhirnya memuaskan, meskipun banyak bagian yang sudah hilang, namun borobudur tampak luar biasa. Sayangnya proses alam tak bisa dicegah. Hujan dan kotoran selalu menimpa borobudur, menjadikan lumut tumbuh subur dan beberapa bagian candi mulai miring, renggang dan amblas. Akhirnya pada tanggal 10 Agustus 1973 pemerintah Indonesia, dengan dibantu dana dan tenaga-tenaga ahli dari berbagai penjuru dunia melakukan proses pemugaran besar-besaran terhadap candi borobudur. Pemugaran tersebut berlangsung hampir sempurna, dan hasilnya bisa dinikmati hingga sekarang.
            Arsitektur candi Borobudur memang sangat menarik, terdiri dari tiga bagian utama yakni kaki, badan dan kepala candi. Pada dinding-dinding borobudur terpahat relief-relief. Relief merupakan rangkaian cerita yang dilukiskan dalam satu bingkai (panel) untuk satu adegan. Terdapat ribuan bingkai pada candi ini ditambah dengan ratusan patung budha yang terdapat dalam stupa-stupa maupun relung-relung yang ada pada bagian dinding candi.
Suatu hal yang unik, bahwa candi ini ternyata memiliki arsitektur dengan format menarik atau terstruktur secara matematika. setiap bagain kaki, badan dan kepala candi selalu memiliki perbandingan 4:6:9. Penempatan-penempatan stupanya juga memiliki makna tersendiri, ditambah lagi adanya bagian relief yang diperkirakan berkatian dengan astronomi menjadikan borobudur memang merupakan bukti sejarah yang menarik untuk di amati. Salah satu hasil pengkajian mengenai hal ini bisa dibaca pada situs "oleh Mark Long.
            Candi Borobodur adalah monumen Budha terbesar di dunia. Dibangun pada masa Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra pada tahun 824. Candi Borobudur dibangun 300 tahun sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 400 tahun sebelum katedral-katedral agung di Eropa. 
Candi Borobudur memiliki luas 123x123 m² dengan 504 patung Buddha, 72 stupa terawang dan 1 stupa induk. Bentuk candi ini beraksitektur Gupta yang mencerminkan pengaruh India. Setelah berkunjung ke sini Anda akan memahami mengapa Borobudur memiliki daya tarik bagi pengunjung dan merupakan ikon warisan budaya Indonesia. 
..candi ini seakan puzzle raksasa yang tersusun dari 2 juta balok batu vulkanik, dipahat sedemikian rupa sehingga saling mengunci satu dengan yang lain.
            Lembaga internasional dari PBB yaitu UNESCO mengakui sekaligus memuji Candi Borobudur sebagai salah satu monumen Budha terbesar di dunia. Di Candi ini ada 2672 panel relief yang apabila disusun berjajar maka panjangnya mencapai 6 km. Ansambel reliefnya merupakan yang paling lengkap di dunia dan tak tertandingi nilai seninya serta setiap adegannya adalah mahakarya yang utuh.
            Sejak pertengahan abad ke-9 hingga awal abad ke-11, Candi Borobudur menjadi tempat peziarah umat Budha dari China, India, Tibet, dan Kamboja. Candi Borobudur menjadi salah satu jejak sejarah paling penting dalam perkembangan peradaban manusia. Kemegahan dan keagungan arsitektur Candi Borobudur merupakan harta karun dunia yang mengagumkan dan tak ternilai harganya.
            Borobudur terdiri dari 1460 panel relief dan 504 stupa. Namun, panel yang selama ini terlihat ternyata belum lengkap karena ada 160 panel yang sengaja ditimbun karena reliefnya dianggap vulgar dan cabul. Panel-panel itu terletak di bagian paling bawah, berisi adegan Sutra Karmawibhangga (hukum sebab-akibat). Ada pula yang menyatakan bahwa penimbunan bagian bawah tersebut untuk menguatkan bagian pondasi yang sejak awal ditemukan sudah sangat rusak.
            Candi Borobudur dibangun selama 75 tahun di bawah pimpinan arsitek Gunadarma dengan 60.000 meter kubik batuan vulkanik dari Sungai Elo dan Progo yang terletak sekitar 2 km sebelah timur candi. Saat itu sistem metrik belum dikenal dan satuan panjang yang digunakan untuk membangun Candi Borobudur adalah tala yang dihitung dengan cara merentangkan ibu jari dan jari tengah atau mengukur panjang rambut dari dahi hingga dasar dagu.
            Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahulunan, sejarawan J.G. de Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja Mataram kuno dari dinasti Syailendra bernama Samaratungga, dan membangunan candi ini sekitar tahun 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad.
            Pada awalnya, candi ini diperkirakan sebagai tempat pemujaan. J.G. de Casparis memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa Sansekerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur. Sebagian sejarawan juga ada yang menyatakan bahwa nama Borobudur ini berasal dari bahasa Sansekerta yaitu "Vihara Buddha Uhr” yang artinya  “Biara Buddha di Bukit”.
            Candi ini berada di Jawa Tengah, di puncak bukit menghadap ke sawah yang subur di antara bukit-bukit yang renggang. Cakupan wilayahnya sangat besar, yakni berukuran 123 x 123 meter. Candi Borobudur ternyata dibangun di atas sebuah danau purba. Dulu, kawasan tersebut merupakan muara dari berbagai aliran sungai. Karena tertimbun endapan lahar kemudian menjadi dataran. Pada akhir abad ke VIII, Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra lantas membangun Candi Borobudur yang dipimpin arsitek bernama Gunadharma hinggga selesainya tahun 746 Saka atau 824 Masehi monumen ini merupakan sebuah arsitektur Budha yang menakjubkan dan  terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di Kamboja. 
Luas bangunan Candi Borobudur ialah 15.129 m²  yang tersusun dari 55.000 m³ batu, terdiri dari 2 juta potongan batu-batuan. Ukuran batu rata-rata 25 x 10 x 15 cm. Panjang potongan batu secara keseluruhan 500 km dengan berat keseluruhan batu 1,3 juta ton. Dinding-dinding Candi Borobudur dikelilingi oleh gambar-gambar atau relief yang merupakan satu rangkaian cerita yang terususun dalam 1.460 panel. Panjang panel masing-masing 2 meter. Jadi kalau rangkaian relief itu dibentangkan maka kurang lebih panjang relief seluruhnya mencapai 3 km. Candi ini memiliki 10 tingkat, dimana tingkat 1-6 berbentuk bujur sangkar, sedangkan tingkat 7-10 berbentuk bundar. Arca yang terdapat di seluruh bangunan candi berjumlah 504 buah. Sedangkan, tinggi candi dari permukaan tanah sampai ujung stupa induk dulunya 42 meter, namun sekarang tinggal 34,5 meter setelah tersambar petir. Bagian paling atas di tingkat ke-10 terdapat stupa besar berdiameter 9,90 m, dengan tinggi 7 m. 
..Candi Borobudur mirip bangunan piramida Cheops di Gizeh Mesir, bedanya, Borobudur memiliki pola kepunden berundak. 
Arsitektur dan bangunan batu candi ini sungguh tiada bandingannya. Candi ini dibangun tanpa menggunakan semen. Strukturnya seperti sebuah kesatuan deretan lego yang saling mengukuhkan dan  dibuat bersamaan tanpa lem sedikitpun. 
            Sir Thomas Stanford Raffles menemukan Borobudur pada tahun 1814 dalam kondisi rusak dan memerintahkan supaya situs tersebut dibersihkan dan dipelajari secara menyeluruh. Keberadaan Borobudur sebenarnya telah diketahui penduduk lokal di abad ke-18 dimana sebelumnya tertimbun material Gunung Merapi. 
            Proyek restorasi Borobudur secara besar-besaran kemudian dimulai dari tahun 1905 sampai tahun 1910. Dengan bantuan dari UNESCO, restorasi kedua untuk menyelamatkan Borobudur dilaksanakan dari bulan Agustus 1913 sampai tahun 1983. Candi ini tetap kuat meski selama sepuluh abad tak terpelihara. 
            Tahun 1970-an Pemerintah Indonesia dan UNESCO bekerja sama untuk mengembalikan keagungan Borobudur. Perbaikan yang dilakukan memakan waktu delapan tahun sampai dengan selesai dan saat ini Borobudur adalah salah satu keajaiban dan harta Indonesia dan dunia yang berharga. 
            Berbagai disiplin ilmu pengetahuan terlibat dalam usaha rekonstruksi Candi Borobudur yang dilakukan oleh Teodhorus van Erp tahun 1911,  Prof. Dr. C. Coremans tahun 1956, dan Prof.Ir. Roosseno tahun 1971. Kita patut menghargai usaha mereka memimpin pemugaran candi mengingat berbagai kendala dan kesulitan yang dihadapi tidaklah mudah. Tahun 1991 akhirnya Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO.
            Candi Borobudur dihiasi dengan ukiran-ukiran batu pada reliefnya yang mewakili gambaran dari kehidupan Budha. Para arkeolog menyatakan bahwa candi Borobudur memiliki 1.460 rangkaian  relief di sepanjang tembok dan anjungan. Relief ini terlengkap dan terbesar di dunia sehingga nilai seninya tak tertandingi.  Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya. Cerita dimulai dari sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbangnya.
            Monumen ini adalah tempat suci dan tempat berziarah kaum Budha. Tingkat sepuluh candi melambangkan tiga divisi sistem kosmik agama Budha. Ketika Anda memulai perjalanan mereka melewati dasar candi untuk menuju ke atas, mereka akan melewati tiga tingkatan dari kosmologi  Budhis dan hakekatnya merupakan “tiruan” dari alam semesta yang menurut ajaran Budha terdiri atas 3 bagian besar, yaitu: (1) Kamadhatu atau dunia keinginan; (2) Rupadhatu atau dunia berbentuk; dan (3) Arupadhatu atau dunia tak berbentuk.
Seluruh monumen itu sendiri menyerupai stupa raksasa, namun dilihat dari atas membentuk sebuah mandala. Stupa besar di puncak candi berada 40 meter di atas tanah. Kubah utama ini dikelilingi oleh 72 patung Budha yang berada di dalam stupa yang berlubang.
1.2 Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah Candi borobudur?
2. Bagaimana arsitektur Candi borobudur ?

1.3 Tujuan
            Tujuan utama dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejarah Candi borobudur.
2. Untuk mengetahui arsitektur Candi borobudur .

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Candi Borobudur
Candi Borobudur merupakan candi Budha, terletak di desa Borobudur kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Nama Borobudur merupakan gabungan dari kata Bara dan Budur. Bara dari bahasa Sansekerta berarti kompleks candi atau biara. Sedangkan Budur berasal dari kata Beduhur yang berarti di atas, dengan demikian Borobudur berarti Biara di atas bukit. Sementara menurut sumber lain berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara sumber lainnya mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.


Stupa Candi Borobudur ©2009 arie saksono
Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat, berukuran 123 x 123 meter. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Candi Budha ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa Budha di kompleksnya. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke arah barat.

Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut.
·  Kamadhatu, bagian dasar Borobudur, melambangkan manusia yang masih terikat nafsu.
·  Rupadhatu, empat tingkat di atasnya, melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha diletakkan terbuka.
·  Arupadhatu, tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang. Melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk.
·  Arupa, bagian paling atas yang melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam.
Setiap tingkatan memiliki relief-relief yang akan terbaca secara runtut berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda, bermacam-macam isi ceritanya, antara lain ada relief-relief tentang wiracarita Ramayana, ada pula relief-relief cerita jātaka. Selain itu, terdapat pula relief yang menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang).


Salah satu relief pada Candi Borobudur ©2009 arie saksono

Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran sang Budha. Seorang budhis asal India bernama Atisha, pada abad ke 10, pernah berkunjung ke candi yang dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran Budha dari Serlingpa (salah satu raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala biara Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan Dharma. Enam naskah dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran disebut “The Lamp for the Path to Enlightenment” atau yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa.


Arca Budha - Dharmacakra Mudra courtesy ©2008 Renee Scipio

            Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya berdiri dikelilingii rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi. Hal tersebut berdasarkan prasasti Kalkutta bertuliskan ‘Amawa’ berarti lautan susu. Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi, kemungkinan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi.Desa-desa sekitar Borobudur, seperti Karanganyar dan Wanurejo terdapat aktivitas warga membuat kerajinan. Selain itu, puncak watu Kendil merupakan tempat ideal untuk memandang panorama Borobudur dari atas. Gempa 27 Mei 2006 lalu tidak berdampak sama sekali pada Borobudur sehingga bangunan candi tersebut masih dapat dikunjungi.
            Sekitar tiga ratus tahun lampau, tempat candi ini berada masih berupa hutan belukar yang oleh penduduk sekitarnya disebut Redi Borobudur. Untuk pertama kalinya, nama Borobudur diketahui dari naskah Negarakertagama karya Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi, disebutkan tentang biara di Budur.  
Kemudian pada Naskah Babad Tanah Jawi (1709-1710) ada berita tentang Mas Dana, seorang pemberontak terhadap Raja Paku Buwono I, yang tertangkap di Redi Borobudur dan dijatuhi hukuman mati. Kemudian pada tahun 1758, tercetus berita tentang seorang pangeran dari Yogyakarta, yakni Pangeran Monconagoro, yang berminat melihat arca seorang ksatria yang terkurung dalam sangkar.


Arca Budha dalam relung Candi Borobudur ©2009 arie saksono

Pada tahun 1814, Thomas Stamford Raffles mendapat berita dari bawahannya tentang adanya bukit yang dipenuhi dengan batu-batu berukir. Berdasarkan berita itu Raffles mengutus Cornelius, seorang pengagum seni dan sejarah, untuk membersihkan bukit itu. Setelah dibersihkan selama dua bulan dengan bantuan 200 orang penduduk, bangunan candi semakin jelas dan pemugaran dilanjutkan pada 1825. Pada 1834, Residen Kedu membersihkan candi lagi, dan tahun 1842 stupa candi ditinjau untuk penelitian lebih lanjut.

Nama Borobudur
            Mengenai nama Borobudur sendiri banyak ahli purbakala yang menafsirkannya, di antaranya Prof. Dr. Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur berasal dari dua kata Bhoro dan Budur. Bhoro berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti bihara atau asrama, sedangkan kata Budur merujuk pada kata yang berasal dari Bali Beduhur yang berarti di atas. Pendapat ini dikuatkan oleh Prof. Dr. WF. Stutterheim yang berpendapat bahwa Borobudur berarti Bihara di atas sebuah bukit.
            Prof. JG. De Casparis mendasarkan pada Prasasti Karang Tengah yang menyebutkan tahun pendirian bangunan ini, yaitu Tahun Sangkala: rasa sagara kstidhara, atau tahun Caka 746 (824 Masehi), atau pada masa Wangsa Syailendra yang mengagungkan Dewa Indra. Dalam prasasti didapatlah nama Bhumisambharabhudhara yang berarti tempat pemujaan para nenek moyang bagi arwah-arwah leluhurnya. Bagaimana pergeseran kata itu terjadi menjadi Borobudur? Hal ini terjadi karena faktor pengucapan masyarakat setempat.

Pembangunan Candi Borobudur
            Candi Borobudur dibuat pada masa Wangsa Syailendra yang Buddhis di bawah kepemimpinan Raja Samarotthungga. Arsitektur yang menciptakan candi, berdasarkan tuturan masyarakat bernama Gunadharma. Pembangunan candi itu selesai pada tahun 847 M. Menurut prasasti Kulrak (784M) pembuatan candi ini dibantu oleh seorang guru dari Ghandadwipa (Bengalore) bernama Kumaragacya yang sangat dihormati, dan seorang pangeran dari Kashmir bernama Visvawarman sebagai penasihat yang ahli dalam ajaran Buddis Tantra Vajrayana. Pembangunan candi ini dimulai pada masa Maha Raja Dananjaya yang bergelar Sri Sanggramadananjaya, dilanjutkan oleh putranya, Samarotthungga, dan oleh cucu perempuannya, Dyah Ayu Pramodhawardhani.
Sebelum dipugar, Candi Borobudur hanya berupa reruntuhan seperti halnya artefak-artefak candi yang baru ditemukan. Pemugaran selanjutnya oleh Cornelius pada masa Raffles maupun Residen Hatmann, setelah itu periode selanjutnya dilakukan pada 1907-1911 oleh Theodorus van Erp yang membangun kembali susunan bentuk candi dari reruntuhan karena dimakan zaman sampai kepada bentuk sekarang. Van Erp sebetulnya seorang ahli teknik bangunan Genie Militer dengan pangkat letnan satu, tetapi kemudian tertarik untuk meneliti dan mempelajari seluk-beluk Candi Borobudur, mulai falsafahnya sampai kepada ajaran-ajaran yang dikandungnya. Untuk itu dia mencoba melakukan studi banding selama beberapa tahun di India. Ia juga pergi ke Sri Langka untuk melihat susunan bangunan puncak stupa Sanchi di Kandy, sampai akhirnya van Erp menemukan bentuk Candi Borobudur. Sedangkan mengenai landasan falsafah dan agamanya ditemukan oleh Stutterheim dan NJ. Krom, yakni tentang ajaran Buddha Dharma dengan aliran Mahayana-Yogacara dan ada kecenderungan pula bercampur dengan aliran Tantrayana-Vajrayana.
            Penelitian terhadap susunan bangunan candi dan falsafah yang dibawanya tentunya membutuhkan waktu yang tidak sedikit, apalagi kalau dihubung-hubungkan dengan bangunan-bangunan candi lainnya yang masih satu rumpun. Seperti halnya antara Candi Borobudur dengan Candi Pawon dan Candi Mendut yang secara geografis berada pada satu jalur.

Materi Candi Borobudur
            Candi Borobudur merupakan candi terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di Kamboja. Luas bangunan Candi Borobudur 15.129 m2 yang tersusun dari 55.000 m3 batu, dari 2 juta potongan batu-batuan. Ukuran batu rata-rata 25 cm X 10 cm X 15 cm. Panjang potongan batu secara keseluruhan 500 km dengan berat keseluruhan batu 1,3 juta ton. Dinding-dinding Candi Borobudur dikelilingi oleh gambar-gambar atau relief yang merupakan satu rangkaian cerita yang terususun dalam 1.460 panel. Panjang panel masing-masing 2 meter. Jika rangkaian relief itu dibentangkan maka kurang lebih panjang relief seluruhnya 3 km. Jumlah tingkat ada sepuluh, tingkat 1-6 berbentuk bujur sangkar, sedangkan tingkat 7-10 berbentuk bundar. Arca yang terdapat di seluruh bangunan candi berjumlah 504 buah. Tinggi candi dari permukaan tanah sampai ujung stupa induk dulunya 42 meter, namun sekarang tinggal 34,5 meter setelah tersambar petir.


Stupa Candi Borobudur ©2009 arie saksono

Menurut hasil penyelidikan seorang antropolog-etnolog Austria, Robert von Heine Geldern, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal tata budaya pada zaman Neolithic dan Megalithic yang berasal dari Vietnam Selatan dan Kamboja. Pada zaman Megalithic itu nenek moyang bangsa Indonesia membuat makam leluhurnya sekaligus tempat pemujaan berupa bangunan piramida bersusun, semakin ke atas semakin kecil. Salah satunya yang ditemukan di Lebak Sibedug Leuwiliang Bogor Jawa Barat. Bangunan serupa juga terdapat di Candi Sukuh di dekat Solo, juga Candi Borobudur. Kalau kita lihat dari kejauhan, Borobudur akan tampak seperti susunan bangunan berundak atau semacam piramida dan sebuah stupa. Berbeda dengan piramida raksasa di Mesir dan Piramida Teotihuacan di Meksiko Candi Borobudur merupakan versi lain bangunan piramida. Piramida Borobudur berupa kepunden berundak yang tidak akan ditemukan di daerah dan negara manapun, termasuk di India. Hal tersebut merupakan salah satu kelebihan Candi Borobudur yang merupakan kekhasan arsitektur Budhis di Indonesia.

Misteri seputar Candi Borobudur
            Sampai saat ini ada beberapa hal yang masih menjadi bahan misteri seputar berdirinya Candi Borobudur, misalnya dalam hal susunan batu, cara mengangkut batu dari daerah asal sampai ke tempat tujuan, apakah batu-batu itu sudah dalam ukuran yang dikehendaki atau masih berupa bentuk asli batu gunung, berapa lama proses pemotongan batu-batu itu sampai pada ukuran yang dikehendaki, bagaimana cara menaikan batu-batu itu dari dasar halaman candi sampai ke puncak, alat derek apakah yang dipergunakan?. Gambar relief, apakah batu-batu itu sesudah bergambar lalu dipasang, atau batu dalam keadaan polos baru dipahat untuk digambar. Dan mulai dari bagian mana gambar itu dipahat, dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas? masih banyak lagi misteri yang belum terungkap secara ilmiah, terutama tentang ruang yang ditemukan pada stupa induk candi dan patung Budha, di pusat atau zenith candi dalam stupa terbesar, diduga dulu ada sebuah patung penggambaran Adibuddha yang tidak sempurna yang hingga kini masih menjadi misteri.


Sir Thomas Stamford Raffles

Kronologis Penemuan dan pemugaran Borobudur
·  1814 – Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa, mendengar adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
·  1873 – monografi pertama tentang candi diterbitkan.
·  1900 – pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan candi Borobudur.
·  1907 – Theodoor van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911.
·  1926 – Borobudur dipugar kembali, tapi terhenti pada tahun 1940 akibat krisis malaise dan Perang Dunia II.
·  1956 – pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO. Prof. Dr. C. Coremans datang ke Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
·  1963 – pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur, tapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.
·  1968 – pada konferensi-15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi bantuan untuk menyelamatkan Borobudur.
·  1971 – pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran Borobudur yang diketuai Prof.Ir.Roosseno.
·  1972 – International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai negara dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.
·  10 Agustus 1973 – Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur; pemugaran selesai pada tahun 1984
·  21 Januari 1985 – terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa pada candi Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali.
·  1991 – Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.

Candi dapat berfungsi sebagai:
1.      Candi Pemujaan: candi Hindu yang paling umum, dibangun untuk memuja dewa, dewi, atau bodhisatwa tertentu, contoh: candi Prambanan, candi Canggal, candi Sambisari, dan candi Ijo yang menyimpan lingga dan dipersembahkan utamanya untuk Siwa, candi Kalasan dibangun untuk memuliakan Dewi Tara, sedangkan candi Sewu untuk memuja Manjusri.
2.      Candi Stupa: didirikan sebagai lambang Budha atau menyimpan relik buddhis, atau sarana ziarah agama Buddha. Secara tradisional stupa digunakan untuk menyimpan relikui buddhis seperti abu jenazah, kerangka, potongan kuku, rambut, atau gigi yang dipercaya milik Buddha Gautama, atau bhiksu Buddha terkemuka, atau keluarga kerajaan penganut Buddha. Beberapa stupa lainnya dibangun sebagai sarana ziarah dan ritual, contoh: candi Borobudur, candi Sumberawan, dan candi Muara Takus
3.      Candi Pedharmaan: sama dengan kategori candi pribadi, yakni candi yang dibangun untuk memuliakan arwah raja atau tokoh penting yang telah meninggal. Candi ini kadang berfungsi sebagai candi pemujaan juga karena arwah raja yang telah meninggal seringkali dianggap bersatu dengan dewa perwujudannya, contoh: candi Belahan tempat Airlangga dicandikan, arca perwujudannya adalah sebagai Wishnu menunggang Garuda. Candi Simping di Blitar, tempat Raden Wijaya didharmakan sebagai dewa Harihara.
4.      Candi Pertapaan: didirikan di lereng-lereng gunung tempat bertapa, contoh: candi-candi di lereng Gunung Penanggungan, kelompok candi Dieng dan candi Gedong Songo, serta Candi Liyangan di lereng timur Gunung Sundoro, diduga selain berfungsi sebagai pemujaan, juga merupakan tempat pertapaan sekaligus situs permukiman.
5.      Candi Wihara: didirikan untuk tempat para biksu atau pendeta tinggal dan bersemadi, candi seperti ini memiliki fungsi sebagai permukiman atau asrama, contoh: candi Sari dan Plaosan
6.      Candi Gerbang: didirikan sebagai gapura atau pintu masuk, contoh: gerbang di kompleks Ratu Boko, Bajang Ratu, Wringin Lawang, dan candi Plumbangan.
7.      Candi Petirtaan: didirikan didekat sumber air atau di tengah kolam dan fungsinya sebagai pemandian, contoh: Petirtaan Belahan, Jalatunda, dan candi Tikus
Beberapa bangunan purbakala, seperti batur-batur landasan pendopo berumpak, tembok dan gerbang, dan bangunan lain yang sesungguhnya bukan merupakan candi, seringkali secara keliru disebut pula sebagai candi. Bangunan seperti ini banyak ditemukan di situs Trowulan, atau pun paseban atau pendopo di kompleks Ratu Boko yang bukan merupakan bangunan keagamaan.
2.2 Arsitektur Candi Borobudur
            Sebaran candi Hindu dan Buddha di dataran Kewu, sekitar Prambanan.
Pembangunan candi dibuat berdasarkan beberapa ketentuan yang terdapat dalam suatu kitab Vastusastra atau Silpasastra yang dikerjakan oleh silpin yaitu seniman yang membuat candi (arsitek zaman dahulu). Salah satu bagian dari kitab Vastusastra adalah Manasara yang berasal dari India Selatan, yang tidak hanya berisi pedoman-pedoman membuat kuil beserta seluruh komponennya saja, melainkan juga arsitektur profan, bentuk kota, desa, benteng, penempatan kuil-kuil di kompleks kota dan desa.
Lokasi
            Kitab-kitab ini juga memberikan pedoman mengenai pemilihan lokasi tempat candi akan dibangun. Hal ini terkait dengan pembiayaan candi, karena biasanya untuk pemeliharaan candi maka ditentukanlah tanah sima, yaitu tanah swatantra bebas pajak yang penghasilan panen berasnya diperuntukkan bagi pembangunan dan pemeliharaan candi. Beberapa prasasti menyebutkan hubungan antara bangunan suci dengan tanah sima ini. Selain itu pembangunan tata letak candi juga seringkali memperhitungkan letak astronomi (perbintangan).
Beberapa ketentuan dari kitab selain Manasara namun sangat penting di Indonesia adalah syarat bahwa bangunan suci sebaiknya didirikan di dekat air, baik air sungai, terutama di dekat pertemuan dua buah sungai, danau, laut, bahkan kalau tidak ada harus dibuat kolam buatan atau meletakkan sebuah jambangan berisi air di dekat pintu masuk bangunan suci tersebut. Selain di dekat air, tempat terbaik mendirikan sebuah candi yaitu di puncak bukit, di lereng gunung, di hutan, atau di lembah. Seperti kita ketahui, candi-candi pada umumnya didirikan di dekat sungai, bahkan candi Borobudur terletak di dekat pertemuan sungai Elo dan sungai Progo. Sedangkan candi Prambanan terletak di dekat sungai Opak. Sebaran candi-candi di Jawa Tengah banyak tersebar di kawasan subur dataran Kedu dan dataran Kewu.
Struktur
Kaki, tubuh, dan atap candi Prambanan.
            Kebanyakan bentuk bangunan candi meniru tempat tinggal para dewa yang sesungguhnya, yaitu Gunung Mahameru. Oleh karena itu, seni arsitekturnya dihias dengan berbagai macam ukiran dan pahatan berupa pola yang menggambarkan alam Gunung Mahameru.[2]
Peninggalan-peninggalan purbakala, seperti bangunan-bangunan candi, patung-patung, prasasti-prasasti, dan ukiran-ukiran pada umumnya menunjukkan sifat kebudayaan Indonesia yang dilapisi oleh unsur-unsur Hindu-Budha.[10] Pada hakikatnya, bentuk candi-candi di Indonesia adalah punden berundak, dimana punden berundak sendiri merupakan unsur asli Indonesia.[11]
Berdasarkan bagian-bagiannya, bangunan candi terdiri atas tiga bagian penting, antara lain, kaki, tubuh, dan atap.[12]
1.      Kaki candi merupakan bagian bawah candi. Bagian ini melambangkan dunia bawah atau bhurloka. Pada konsep Buddha disebut kamadhatu. Yaitu menggambarkan dunia hewan, alam makhluk halus seperti iblis, raksasa dan asura, serta tempat manusia biasa yang masih terikat nafsu rendah. Bentuknya berupa bujur sangkar yang dilengkapi dengan jenjang pada salah satu sisinya. Bagian dasar candi ini sekaligus membentuk denahnya, dapat berbentuk persegi empat atau bujur sangkar. Tangga masuk candi terletak pada bagian ini, pada candi kecil tangga masuk hanya terdapat pada bagian depan, pada candi besar tangga masuk terdapat di empat penjuru mata angin. Biasanya pada kiri-kanan tangga masuk dihiasi ukiran makara. Pada dinding kaki candi biasanya dihiasi relief flora dan fauna berupa sulur-sulur tumbuhan, atau pada candi tertentu dihiasi figur penjaga seperti dwarapala. Pada bagian tengah alas candi, tepat di bawah ruang utama biasanya terdapat sumur yang didasarnya terdapat pripih (peti batu). Sumur ini biasanya diisi sisa hewan kurban yang dikremasi, lalu diatasnya diletakkan pripih. Di dalam pripih ini biasanya terdapat abu jenazah raja serta relik benda-benda suci seperti lembaran emas bertuliskan mantra, kepingan uang kuno, permata, kaca, potongan emas, lembaran perak, dan cangkang kerang.
2.      Tubuh candi adalah bagian tengah candi yang berbentuk kubus yang dianggap sebagai dunia antara atau bhuwarloka. Pada konsep Buddha disebut rupadhatu. Yaitu menggambarkan dunia tempat manusia suci yang berupaya mencapai pencerahan dan kesempurnaan batiniah. Pada bagian depan terdapat gawang pintu menuju ruangan dalam candi. Gawang pintu candi ini biasanya dihiasi ukiran kepala kala tepat di atas-tengah pintu dan diapit pola makara di kiri dan kanan pintu. Tubuh candi terdiri dari garbagriha, yaitu sebuah bilik (kamar) yang ditengahnya berisi arca utama, misalnya arca dewa-dewi, bodhisatwa, atau Buddha yang dipuja di candi itu. Di bagian luar dinding di ketiga penjuru lainnya biasanya diberi relung-relung yang berukir relief atau diisi arca. Pada candi besar, relung keliling ini diperluas menjadi ruangan tersendiri selain ruangan utama di tengah. Terdapat jalan selasar keliling untuk menghubungkan ruang-ruang ini sekaligus untuk melakukan ritual yang disebut pradakshina. Pada lorong keliling ini dipasangi pagar langkan, dan pada galeri dinding tubuh candi maupun dinding pagar langkan biasanya dihiasi relief, baik yang bersifat naratif (berkisah) atau pun dekoratif (hiasan).
3.      Atap candi adalah bagian atas candi yang menjadi simbol dunia atas atau swarloka. Pada konsep Buddha disebut arupadhatu. Yaitu menggambarkan ranah surgawi tempat para dewa dan jiwa yang telah mencapai kesempurnaan bersemayam. Pada umumnya, atap candi terdiri dari tiga tingkatan yang semakin atas semakin kecil ukurannya. Sedangkan atap langgam Jawa Timur terdiri atas banyak tingkatan yang membentuk kurva limas yang menimbulkan efek ilusi perspektif yang mengesankan bangunan terlihat lebih tinggi. Pada puncak atap dimahkotai stupa, ratna, wajra, atau lingga semu. Pada candi-candi langgam Jawa Timur, kemuncak atau mastakanya berbentuk kubus atau silinder dagoba. Pada bagian sudut dan tengah atap biasanya dihiasi ornamen antefiks, yaitu ornamen dengan tiga bagian runcing penghias sudut. Kebanyakan dinding bagian atap dibiarkan polos, akan tetapi pada candi-candi besar, atap candi ada yang dihiasi berbagai ukiran, seperti relung berisi kepala dewa-dewa, relief dewa atau bodhisatwa, pola hias berbentuk permata atau kala, atau sulur-sulur untaian roncean bunga.
Tata letak
Tata letak Candi Sewu yang konsentris memperlihatkan bentuk mandala wajradhatu.
            Bangunan candi ada yang berdiri sendiri ada pula yang berkelompok. Ada dua sistem dalam pengelompokan atau tata letak kompleks candi, yaitu:
1.      Sistem konsentris, sistem gugusan terpusat; yaitu posisi candi induk berada di tengah–tengah anak candi (candi perwara). Candi perwara disusun rapi berbaris mengelilingi candi induk. Sistem ini dipengaruhi tata letak denah mandala dari India. Contohnya kelompok Candi Prambanan dan Candi Sewu.
2.      Sistem berurutan, sistem gugusan linear berurutan; yaitu posisi candi perwara berada di depan candi induk. Ada yang disusun berurutan simetris, ada yang asimetris. Urutan pengunjung memasuki kawasan yang dianggap kurang suci berupa gerbang dan bangunan tambahan, sebelum memasuki kawasan tersuci tempat candi induk berdiri. Sistem ini merupakan sistem tata letak asli Nusantara yang memuliakan tempat yang tinggi, sehingga bangunan induk atau tersuci diletakkan paling tinggi di belakang mengikuti topografi alami ketinggian tanah tempat candi dibangun. Contohnya Candi Penataran dan Candi Sukuh. Sistem ini kemudian dilanjutkan dalam tata letak Pura Bali.
Bahan bangunan
Tumpukan susunan balok batu andesit di Borobudur yang rapi dan saling kunci menyerupai balok permainan lego.
Candi Blandongan di kompleks percandian Batujaya, Karawang, Jawa Barat, berbahan bata merah.
            Bahan material bangunan pembuat candi bergantung kepada lokasi dan ketersediaan bahan serta teknologi arsitektur masyarakat pendukungnya. Candi-candi di Jawa Tengah menggunakan batu andesit, sedangkan candi-candi pada masa Majapahit di Jawa Timur banyak menggunakan bata merah. Demikian pula candi-candi di Sumatera seperti Biaro Bahal, Muaro Jambi, dan Muara Takus yang berbahan bata merah. Bahan-bahan untuk membuat candi antara lain:
1.      Batu andesit, batu bekuan vulkanik yang ditatah membentuk kotak-kotak yang saling kunci. Batu andesit bahan candi harus dibedakan dari batu kali. Batu kali meskipun mirip andesit tapi keras dan mudah pecah jika ditatah (sukar dibentuk). Batu andesit yang cocok untuk candi adalah yang terpendam di dalam tanah sehingga harus ditambang di tebing bukit.
2.      Batu putih (tuff), batu endapan piroklastik berwarna putih, digunakan di Candi Pembakaran di kompleks Ratu Boko. Bahan batu putih ini juga ditemukan dijadikan sebagai bahan isi candi, dimana bagian luarnya dilapis batu andesit
3.      Bata merah, dicetak dari lempung tanah merah yang dikeringkan dan dibakar. Candi Majapahit dan Sumatera banyak menggunakan bata merah.
4.      Stuko (stucco), yaitu bahan semacam beton dari tumbukan batu dan pasir. Bahan stuko ditemukan di percandian Batu Jaya.
5.      Bajralepa (vajralepa), yaitu bahan lepa pelapis dinding candi semacam plaster putih kekuningan untuk memperhalus dan memperindah sekaligus untuk melindungi dinding dari kerusakan. Bajralepa konon dibuat dari campuran putih telur, getah tumbuhan, kapur halus, dan lain-lain. Bekas-bekas bajralepa ditemukan di candi Sari dan candi Kalasan. Kini pelapis bajralepa telah banyak yang mengelupas.
6.      Kayu, beberapa candi diduga terbuat dari kayu atau memiliki komponen kayu. Candi kayu serupa dengan Pura Bali yang ditemukan kini. Beberapa candi tertinggal hanya batu umpak atau batur landasannya saja yang terbuat dari batu andesit atau bata, sedangkan atasnya yang terbuat dari bahan organik kayu telah lama musnah. Beberapa dasar batur di Trowulan Majapahit disebut candi, meskipun sesungguhnya merupakan landasan pendopo yang bertiang kayu. Candi Sambisari dan candi Kimpulan memiliki umpak yang diduga candi induknya dinaungi bangunan atap kayu. Beberapa candi seperti Candi Sari dan Candi Plaosan memiliki komponen kayu karena pada struktur batu ditemukan bekas lubang-lubang untuk meletakkan kayu gelagar penyangga lantai atas, serta lubang untuk menyisipkan daun pintu dan jeruji jendela.

BAB III
PENUTUP

1.1  Kesimpulan
1.      Candi Borobudur merupakan candi Budha, terletak di desa Borobudur
kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Nama Borobudur merupakan gabungan dari kata Bara dan Budur. Bara dari bahasa Sansekerta berarti kompleks candi atau biara. Sedangkan Budur berasal dari kata Beduhur yang berarti di atas, dengan demikian Borobudur berarti Biara di atas bukit. Sementara menurut sumber lain berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara sumber lainnya mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.
2.      candi Borobudur didirikan sebagai lambang Budha atau menyimpan relik buddhis, atau sarana ziarah agama Buddha. Secara tradisional stupa digunakan untuk menyimpan relikui buddhis seperti abu jenazah, kerangka, potongan kuku, rambut, atau gigi yang dipercaya milik Buddha Gautama, atau bhiksu Buddha terkemuka, atau keluarga kerajaan penganut Buddha. Beberapa stupa lainnya dibangun sebagai sarana ziarah dan ritual.

             
DAFTAR RUJUKAN

Soekmono, R. DR., Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 1973.
Ismail Kusmayadi, “Harta Karun Itu Bernama Candi Borobudur”,Pikiran Rakyat
Cyber Media, Sabtu, 02 Juli 2005.
Soekmono, R. DR., Candi Borobudur - Pusaka Budaya Umat Manusia , Jakarta:
Pustaka Jaya, 1978.



 









1 comment:

  1. The Casino for You - CasinoBonusTarato.org
    CasinoBonusTarato.org is 해적 룰렛 a registered trademark of PARAUS LIMITED 라이브 벳 and 3 3 토토 is registered with the Malta Gaming Authority winwin 토토 under the laws of 바카라 몬 Curacao.

    ReplyDelete